teras
  • MIRACLE PRINTS
    • News >
      • PLEASURE-PASSION >
        • Ariswan Adhitama
        • M. Muhlis Lugis
        • Reno Megy Setiawan
        • Syahrizal Pahlevi
      • Archives >
        • Mini Residency >
          • Online Application
      • Home >
        • MEMBER of Miracle Prints >
          • Support
        • Gallery >
          • Merchandise
        • TERAS Management
        • TERAS PRINT DEALER
        • About
        • Links
        • Contact
  • Studio
    • Facilities
    • Editioning
    • Classes
    • History and Technique Printmaking
    • Articles on Printmaking from Art in Print
  • Printmaker Syahrizal Pahlevi
  • JIMB
  • Blog

miracle blog

dinamix

5/15/2022

0 Comments

 
Picture

0 Comments

kepada ytc

4/7/2022

0 Comments

 
Picture
Perupa satu ini tergolong nekad. Ia penggelisah. Tak bisa diam. Juga sulit diduga.
Untuk pameran tunggalnya di Miracle Prints yang dibuka pada tepat hari ulang tahunnya, ia tidak memamerkan lukisan sebagaimana bisanya. Ia melakukan sebuah kerja kesenian yang tidak ia beri nama khusus; apakah seni instalasi ataukah performance art, namun dilakukan saja.



Picture
Picture
0 Comments

preoccupied

3/25/2022

0 Comments

 
Picture
 di galeri'Bersuntuk Dengan Bentuk'

Menggambar itu mengasyikkan. Membuat lupa segala. Peralatannyapun bisa sangat seadanya.
Coba, hanya dengan sebatang pensil/pena/spidol dan sepotong kertas seseorang bisa tenggelam dalam larutan imajinasinya, dengan segala keasyikannya.

Diluar soal ide, menggambar tidak butuh persiapan banyak sebagaimana persiapan melukis misalnya. Jika melukis kita harus menyiapkan kanvas, mendasarinya, merentangnya pada spanraam, lalu menyiapkan kuas bersih, palet, tube-tube cat, pembersih kuas, kain lap dan sebagainya, maka menggambar tidak demikian.

Persiapan menggambar ringkas saja. Jika tidak ada pensil, ambil saja pena. Atau pakai spidol, charcoal atau tinta. Jika ingin, dapat saja menggabungkan berbagai media tersebut.

Kertasnya? Rasanya tidak ada yang akan protes jika kita menggunakan kertas buku tulis atau kertas untuk foto copy yang mudah ditemukan. Atau justru menggunakan kertas bekas dan kertas-kertas yang dianggap tidak berguna lagi sangat menantang jadinya

Intinya kertas apa saja dapat digunakan walau tentu saja buat profesional disarankan menggunakan kertas ganbar yang baik kwalitasnya. Inipun hanya saran sifatnya.
 
****
Menggambar itu mengkreasi bentuk. Ada visualnya.
Apapun yang digambar, bagaimapun cara mewujudkannya dan apapun hasil gambarnya tetaplah ia membentuk sesuatu, sesuatu yang bisa dilihat indera mata.

Mungkin representatif, seperti bentuk-bentuk yang realis atau mengacu realis. Ini bentuk yang jelas perbedaan gelap terang/volume/persfektif, anatomi dan lain-lain karena gambar representatif tujuannya ingin mewakili bentuk-bentuk yang dikenali atau bentuk-bentuk yang yang terdapat di alam. Dalam ganbar representatif bentuk yang dihadirkan tidak atau belum mengalami deformasi dari bentuk-bentuk asalnya yang ada di alam.

Atau mungkin nonrepresentatif, seperti bentuk-bentuk abstrak atau menuju abstrak. Ini bentuk yang tidak memperhitungkan gelap-terangnya/ volume dan perspektifnya karena gambar nonrepresentatif  memang tidak bertujuan mewakili bentuk-bentuk yang dikenali ataupun bentuk-bentuk yang terdapat di alam. Gambar nonrepresentatif bentuknya telah mengalami deformasi sedemikian rupa sehingga tidak atau sulit dikenali dari bentuk-bentuk asalnya di alam.
 
****
Berbagai keterbatasan dalam masa pandemi Covid-19 yang berlarut ini juga sangat berdampak buat seorang Ipung Purnomo. Sebagaimana juga dialami oleh banyak orang lain, ia yang sebelumnya terbiasa dengan sebuah situasi tertentu yang terkendali baik hubungannya dengan pekerjaan ataupun kegiatan sehari-hari, karena pandemi ini harus merelakan kehilangan atau berubahnya kebiasaan-kebiasaannya.
 
Akibat kondisi ini, ada orang yang dapat beradaptasi dengan cepat namun banyak juga yang terus dilanda situasi kebingungan, sulit menerima dan keputusasaan.
Beruntunglah mereka yang dapat menerima situasi yang baru ini dan menyibukkan diri dengan melakukan banyak hal yang mengasyikkan. Salah satunya menggambar.
 
Ipung bersuntuk menggambar untuk membuang rasa suntuk dan gundah gulana perasaannya terhadap apa yang tengah terjadi di sekitarnya. Di kehidupan sehari-hari dan koneksitasnya dengan teknologi internet dan media sosial. Menggambar juga buatnya sebagai wahana menampung kekaguman dan perasaan senangnya  terhadap sesuatu.
 
Bentuk-bentuknya tergolong nonrepresentatif, terjadi pemiuhan dan deformasi yang tertata.
Ada wajah (potret diri ?) yang digambar berulang-ulang, pohon, ranting, binatang kucing, meja kursi, tangan yang menggapai, kaki menjuntai, latar belakang yang kusut dan sebagainya. Kesemuanya dibuat dengan garis-garis yang tegas dan warna-warna mencorong, menerjang mata.
 
Lewat karya-karyanya yang berbau fauvis, Ipung merajut kenangan, mimpi dan harapannya dalam gambar-gambar yang bersemangat dan menggebu-gebu. Saking asyiknya seakan ia tidak ingin melepaskan sedetikpun momen indah yang berkelebat di hadapannya. 
 
Disinilah gambar-gambar Ipung Purnomo menemukan maknanya. Ia hadir bukan saja sebagai hobbi yang telah lama ia kerjakan. Tetapi gambar-gambarnya menjadi katarsis dirinya untuk keluar dari situasi serba membatasi dan serba mencemaskan saat ini.
 
*****
Catatan: Ipung Purnomo (48 tahun) adalah perupa kelahiran Kediri yang berprofesi sebagai pengajar bahasa Inggris. Ia belajar seni rupa secara otodidak. 
Lulusan S1 Universitas Jember ini pernah 9 tahun tinggal di Papua mengajar privat bahasa Inggris disana sembari mengasah pengalaman berkarya seni rupa. Sejak dua tahun lalu ia kembali ke kampung halamannya di Kediri bekerja dan berkarya disana.
 
Ini pameran tunggalnya yang pertama di galeri. Sebelumnya ia pernah menbuat pajang karya di sebuah kios yang kosong di Kediri dan di teras rumahnya juga di kota Kediri. Ada sekitar 40an karya drawing di atas kertas dan 5 lukisan di kanvas dalam ukuran bidang A5 sampai A3.
 
 
2019, sebelum pandemi ia mengikuti residensi 3 bulan di Kersan Art Studio Yogyakarta.
 
 ******
Syahrizal Pahlevi
17 Maret 2022


0 Comments

PINK

3/4/2022

0 Comments

 
Picture
‘PINK” Beli Bonusnya Dapat Karyanya #2
MIRACLE PRINTS
10 – 15 Maret 2022
Pembukaan        : Kamis, 10 Maret 2022, pukul 14.00. Live IG @miracle.prints
Dibuka oleh        : Bonaventura Gunawan
Host                       : Ampun Sutrisno
Seniman              :
Alie Gopal, Ambarwati Lestari, Ampun Sutrisno, Arif Hanung TS, Bonny Setiawan, Cahaya Novan, Edi Maesar, Ekwan Marianto, Faisal Hamidy, G. Prima Puspita Sari, Herly Gaya, Hono Sun, Joko Sulistiono, Jon_Paul Irwan, Kasih Hartono, Meuz Prast, Oetje Lamno, Petrus Chrisna, Reno Megy & Family, Riduan, Salaudin, Sinta Carolina, Slamet Riadi, Sumbul Pranov, Tina Wahyuningsih, Tini Jameen, DLL
Deskripsi              :
Pilih Bonusnya Dapat Karyanya adalah even bazar karya seni rupa di MIRACLE PRINTS yang dikemas secara khusus. Dalam acara ini para seniman peserta menawarkan karya mereka ditambah bonusnya (baik berupa karya maupun benda seni lain) kepada pencinta seni. Jadi para pencinta seni yang beruntung akan mendapatkan sekaligus 2 buah karya/benda seni hasil karya seorang seniman dalam satu penawaran harga. Ini seperti prinsip ‘buy one get one free’ dalam dunia perniagaan yang diadopsi secara kreatif oleh dunia seni.
Kali ini adalah gelaran kedua acara Pilih Bonusnya Dapat Karyanya. Gelaran pertama diadakan pada bulan Oktober 2021 yang lalu. Jika pada gelaran pertama acara diselenggarakan tanpa tema tertentu, pada gelaran kedua ini diberikan tema ‘PINK’. Tema ini adalah menantang para seniman peserta menampilkan karya yang mengandung sedikit atau banyak elemen warna pink.
Warna pink dalam keseharian adalah warna yang biasanya sangat disukai anak-anak dan sebagian perempuan namun cenderung dihindari kaum  dewasa dan para laki-laki. Barangkali ini dikarenakan stereotif yang beredar tentang warna pink yang ‘kekanakan’, ‘feminim’ dan ‘norak’.  Kekuatan warna pink yang ‘segar’, ‘kreatif’ dan ‘gembira’ agaknya kurang diperhatikan.
Warna pink banyak dipakai dalam elemen komersial dan kurang dikembangkan dalam elemen murni. Padahal dalam seni rupa semua warna berpotensi untuk dieksplorasi secara kreatif sepanjang konsep dan gagasannya mendukung.
Seharusnya acara ini diselenggarakan di bulan Februari lalu. Namun dikarenakan ada kendala teknis, acara baru dapat digelar pada minggu kedua bulan Maret ini. Semoga pesan cinta dan kasih sayang melalui karya-karya para perupa ini dapat tetap tersampaikan walaupun bulan Februari, sang bulan cinta dan kasih sayang telah lewat.
Karya + Bonus yang ditawarkan dalam kisaran harga tertinggi 3 juta rupiah. Acara akan diresmikan oleh perupa Bonaventura Gunawan dengan host perupa Ampun Sutrisno.
Tampilan karya+Bonus dapat dilihat langsung di MIRACLE PRINTS, dengan alamat Suryodiningratan MJ. II/853, Mantrijeron, Yogyakarta 55141 mulai tanggal 11 sampai 15 Maret 2022, pukul 10.00 – 16.00.  Tentunya pengunjung yang datang tetap mematuhi protokol kesehatan. Kontak admin: 081539816190
List karya dapat ditemukan pada laman IG. @miracle_artmarket, www.terasprintstudio.com  dan laman www.creasimu.com
 
MIRACLE PRINTS
 
 
 
 


0 Comments

pembadutan merah jambu

2/25/2022

0 Comments

 
Picture
MERAH JAMBU TAK BERARTI RINDU
Oleh Nunuk Ambarwati
PROFIL
Ini merupakan kali ketiga pameran tunggal seorang Agustina Triwahyuningsih atau lebih populer disebut Tina Wahyuningsih (lahir di Purwokerto, 11 Agustus 1977). Pameran tunggal pertama di tahun 2011 (di Via Via Cafe, Yogyakarta), disusul pameran tunggal kedua di tahun 2013 (di Tirana Art Space, Yogyakarta) dan baru kembali menggelar pameran tunggalnya di tahun ini 2022 di Miracle Prints, Yogyakarta. Namun demikian, kiprah kekaryaan Tina di dunia seni rupa tak diragukan lagi seiring aktifnya dia mengisi berbagai ruang pamer di Indonesia maupun manca negara.

Tina memang tidak menempuh studi pendidikan seni rupa, latar belakang pendidikan dia adalah Jurusan Psikologi (Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta) – tapi lingkungan, pertemanan bahkan pekerjaannya sejak dia lulus kuliah, banyak bersinggungan dengan seni rupa. Bahkan di kampus tempat dia studi, Tina berhasil menyabet penghargaan sebagai juara pertama lomba lukis (2003). Membuktikan bagaimana bakat kreatif sudah ada dalam dirinya. Kemampuan adapatasi Tina yang cepat, mudah, menyenangkan dan terbuka, membuat ia bisa menyerap berbagai teknik teknik berkarya untuk dia tuangkan dalam imajinasi dan idealismenya sendiri.
KARYA
Mari memasuki ruang pamer, kita akan disuguhi nuansa monokrom (= gradasi tone dalam satu warna), yaitu warna merah jambu dan putih di ruangan Miracle Prints. Totalitas nuansa merah jambu ini tak hanya didapatkan dari detail karya tapi juga ruang pamer (akan dicat dengan nuansa yang senada). Ia sudah menyiapkan empat karya dua dimensi, masing masing berukuran 110 x 110 cm (ada dua karya) dan ukuran 50 x 50 cm (dua karya).
Kemudian masih ada juga karya berupa boneka yang ditempel di kanvas ukuran 50 x 100 cm, berjumlah dua karya. Tina menggunakan media dari blacu, dakron, cat akrilik, kain tile dan beberapa ornamen. Dan sebuah karya instalasi yang disetting diatas karpet, yang merupakan karya kontemplasi. Kita bisa merasakan ada kelembutan sekaligus kekuatan dari setiap karya yang Tina hasilkan.
Studio kerja Tina adalah di rumah, dimana dia habiskan bersama keluarga besarnya. Maka persinggungan perkara domestik sangat kental bagi proses berkarya Tina. Beberapa  keterbatasan mempengaruhi proses kreatif seniman menghasilkan karya, termasuk soal ruangan.  Penanda baru di pameran tunggalnya saat ini adalah ia menampilkan karya dua dimensi yang cukup besar kali ini, dimana ia biasa memproduksi karya dengan dimensi yang tentengable atau mudah dibawa.
Tengok salah satu karya lukisnya berjudul “Ngekor” (50 x 50 cm), digambarkan setengah kepala seorang perempuan yang mendominasi separuh bidang kanvas. Dan tampak di belakang, banyak sekali figur badut-badut seolah-olah ingin mengikuti perempuan itu. Tina ingin menyampaikan tentang masyarakat yang cenderung suka ngekor (mengikuti) dengan berbagai tujuan. Ada yang tujuannya meniru, mengawasi (kepo), ingin menyamakan dirinya dengan idolanya dan seterusnya. Badut badut itu rata rata digambarkan serupa, tak nampak beda. Dan posisinya di belakang, ya karena mereka mengekor saja, ekor letaknya di belakang. Mau jadi siapakah kita, si perempuan yang ada di depan, atau rombongan badut yang di belakang?
Salah satu karya berdimensi besar, berukuran 110 x 110 cm, berjudul “Having Fun #1”. Menggambarkan seorang yang sudah dewasa naik kuda mainan. Setidaknya ada dua parodi yang ingin disampaikan Tina dalam satu frame ini. Pertama persoalan gender, Tina berhasil menggambarkan sosok yang kabur identitas gendernya. Tampaknya seperti seorang wanita, tapi dia berkumis. “Itulah parodi!”, ungkap Tina, tampak seperti wanita atau laki laki. Kedua, persoalan usia, yang digambarkan bermain disitu adalah seorang dewasa, bukan anak-anak. Parodi, orang dewasa yang masih kekanak-kanakan atau hati-hati “bermain” permainan orang dewasa. Bahwa dalam setiap orang pasti ada jiwa kanak-kanak. Hasrat ingin bermain akan tetap ada entah bentuk permainannya seperti apa.
Bagi seorang Tina yang lihai di perkara domestik wanita (menjahit, memasak, menata / dekor, merangkai bunga dll), membuat boneka atau soft toys merupakan kesukaan tersendiri, bahkan dulu dia sempat punya brand “Jahitangan”. Sesuai passion-nya, Tina masih menghadirkan karya berbahan boneka yang ditempel di kanvas bertajuk “Being Happy Clown” #1 dan #2. Bercerita tentang dedikasi. Bagaimana seseorang menjalankan profesinya dengan maksimal, idealisme dan sukacita. Kurang lebih menggambarkan dirinya sendiri yang menjalani totalitas dalam berkesenian dengan bahagia selama ini.
BADUT & MERAH JAMBU
Pameran tunggal kali ini mengangkat judul “Pembadutan Merah Jambu”. Hmm... terkesan agak politis ya. Sementara, jika kita kembali menelisik judul pameran tunggal sebelum-sebelumnya, Tina mengalir ringan saja dan menampilkan imajinasi bahkan hiburan. Tampaknya, pemberian judul ini juga penanda seiring kematangan proses berkarya ibu satu anak ini, disamping matang secara usia.  Lalu apa yang ingin disampaikan dari “Pembadutan Merah Jambu”?
Pertama, Tina banyak menampilkan figur badut pada presentasinya kali ini. Menarik benang merah kekaryaan seorang Tina Wahyuningsih – ia masih konsisten menyukai dunia sirkus mau pun karnaval ala Eropa. Bahkan Tina sempat berkunjung ke Eropa (tepatnya Rusia) dalam konteks pekerjaan saat itu, dan membawa pengalaman estetis tersendiri bagi kekaryaan dia. Dunia sirkus itu banyak menampilkan warna yang terang, menarik fokus, menghibur, imajinasi diliarkan, ada unsur hiburan tapi juga kadang adrenalin kita dipermainkan. Kali ini, Tina memfokuskan diri mengambil satu ikon sirkus, yaitu badut.

Badut merupakan representasi sosok yang menghibur, periang, terkesan lugu atau bodoh, tolol tapi dia lucu dan apa adanya. Bagi Tina, sosok badut disamping lucu, dia juga misterius bahkan intimidatif. Seiring perkembangan jaman dan dunia hiburan - sosok badut bisa menjadi dua sisi penggambaran yang ambigu yakni lucu atau menakutkan. Maka Tina menyebutnya bahwa badut sebagai simbol kamuflase kehidupan. Untuk itu, karya Tina kali ini banyak menyoroti persoalan parodi kehidupan dan hubungan antar manusia.
Kedua, warna merah jambu itu sendiri. Warna merah jambu sering disebut warna pink. “Pembadutan Merah Jambu”, karena Tina sengaja menampilkan warna monokrom, pink dan putih sebagai nuansa utamanya. Menurut saya sebagai penulis, ini juga adalah proses kematangan Tina dalam berkarya. Dalam beberapa kesempatan, Tina mungkin sudah katam menampilkan warna warna cerah, terang dan menarik sesuai kesukaan dunia sirkus dan karnaval tadi. Maka kesempatan kali ini, dia gemas, dia ingin menantang diri sendiri untuk mengolah rasa dalam satu nuansa monokrom, pink dan putih saja. Toh dia tetap berproses menemukan warna pink yang dia inginkan, tidak melulu menerima warna cat pabrikan dalam koleksi cat akriliknya. Secara psikologis, warna pink diasosiasikan sebagai sesuatu yang menyenangkan, kreatif, feminim, kekanak-kanakan, menyegarkan, eforia dan menenangkan. Dimana ini sangat menggambarkan karakter personal seorang Tina Wahyuningsih jika Anda sudah mengenalnya.

Ketiga, perihal ambigu, kamuflase, dua sisi. Penulis melihat bagaimana Tina ingin menampilkan dua sisi dalam kehidupan. Si ikon badut yang memiliki sisi – menggemaskan tapi bisa jadi sosok menyeramkan. Kemudian, perihal warna pink itu sendiri. Dimana warna pink merupakan pencampuran warna merah dan putih, warna antara, antara merah dan putih. Melalui pameran dan karya karyanya, Tina menyampaikan pesan bahwa tidak semua yang tampak secara visual akan sama maknanya. Seorang badut yang selalu ceria, belum tentu hatinya sama seperti senyum lebar yang dilukis di bibirnya. Jangan pula mudah menilai seseorang semata dari penampakan dirinya. Sosok yang menenangkan, bisa jadi dia seorang pembunuh yang sangat keji. Sebaliknya, seseorang yang bertampang seram bisa jadi dia lembut hatinya. Sama halnya seorang Tina Wahyuningsih, seorang perempuan Jawa yang kalem dengan senyum manisnya, tapi didalam dirinya, di pikirannya selalu berputar dengan ide-ide karya yang tak berhenti.
Merah jambu tak melulu berarti rindu.
Merah jambu bisa ambigu.
Selamat atas pameran tunggalnya yang ketiga untuk seorang Ibu, seniman, pekerja seni, sahabat kesayangan – Tina Wahyuningsih.
 


0 Comments

live-life

1/23/2022

0 Comments

 
Picture


Menghidupi Kehidupan dari Live Life
 
Melalui gambar hitam putih, seniman dunia JD Hillberry menceritakan kisah sekaligus membangkitkan emosi orang-orang yang melihat karyanya. “Saya merasa berhasil berkomunikasi dengan seseorang, ketika mereka bisa mengidentifikasi esensi dari karya saya,” katanya.
 
Menceritakan kisah dan membangkitkan emosi, meski hanya dalam hitam dan putih. Hal serupa menjadi alasan bagi Res Harris dan Sinta Carolina, untuk menuangkan karya-karya mereka dalam pameran yang ingin menghidupi kehidupan ini.
 
Secara ilmiah, warna adalah ekspresi cahaya. Pantulan gelombang cahaya dari suatu obyek, akan sampaikan warna pada mata manusia. Ketika semua cahaya dipantulkan, mata akan melihat putih. Sebaliknya ketika tak ada cahaya, mata akan melihat hitam. Secara teknis, hitam dan putih bukanlah warna, melainkan nuansa. “Namun keduanya dapat berfungsi sebagai warna, sebab dapat membangkitkan perasaan,” jelas Jimmy Presler, perancang grafis asal Amerika Serikat.
 
Harris pelajari teknik gambar secara formal di sekolah seni rupa, sejak bangku SMA. Ia merasa lebih percaya diri dalam hitam putih, dibanding harus memberi warna lain. Mengontrol ketebalan dan kejutan-kejutan warna dalam penggunaan tinta Cina, menjadi salah satu keahliannya.
 
Sinta belajar gambar secara otodidak, bermula pada 2013. Dengan pensil warna, ia membuat ilustrasi imajinatif dalam goresan bergaya doodle. Meski kerap gunakan beragam warna, Sinta tetap berhasil kuatkan rinci goresan dalam nuansa hitam putih.
 
Ketika seseorang mulai belajar menggambar, hitam putih menjadi materi karya yang sangat mendasar. Dalam karya seni matang, kedua warna ini--serta percampurannya berupa abu-abu, menjadi tantangan besar untuk menghidupkan obyek.
 
Seperti kata Hillberry, meniru realitas bukan tujuan utama. Gambar yang baik bukan sekadar karya yang dijuluki seperti-bukan-lukisan, akibat kemiripan dengan obyek aslinya. Melainkan karya yang mampu mendobrak batas realisme, dengan mengundang rasa keterkaitan dan keterikatan para pemirsanya. Inilah yang ingin dituju oleh kedua seniman dalam pameran ini.
 
Munculnya kedekatan emosional, adalah penting bagi Harris. Untuk itu ia hadirkan teks dalam gambar, demi memudahkan penyampaian pesan. Ilustrasi kehidupan sosial yang ramai diperbincangkan publik menjadi cirinya, agar orang bisa melihat diri mereka sendiri dalam karyanya. Sesederhana menyajikan gambaran kejadian umum, untuk dijadikan refleksi diri.
 
Di sisi lain, Sinta justru memulai karyanya lewat penggambaran diri pribadi. Ia sebagai perempuan yang lahir, tumbuh dan berkembang diantara pilihan-pilihan; bersama ragam pemikiran yang mengiringinya merawat kehidupan. Sinta paham bahwa gambaran kesehariannya ini, juga mewakili kehidupan orang lain. Bahwa ia dan banyak orang di luar sana, sedang berbagi kegelisahan dan kebahagiaan yang sama.
 
Salah satu sifat dasar seni adalah berbentuk individual (The Liang Gie, 1976). Artinya, seni merupakan interpretasi subyektif dari seseorang sebab lahir dari imajinasi pribadi. Pameran ini berhasil mengumpulkan isu global menjadi begitu terasa personal, dan sekaligus menggiring kisah pribadi ke ranah pemikiran kolektif.
 
Seraya memaknai frasa menghidupi kehidupan, mari temukan jati diri sebagai aku, kamu, kita, kami, dia, mereka, dan siapapun, dalam kesederhanaan sekaligus kompleksitas yang tampil dalam “Live Life” ini!
 
Yogyakarta, Januari 2022
Adriani Zulivan
*******

Garis garis setengah matang dan narasi nyalang. 

Dua orang seniman sedang berpameran di Miracle Print, Minggiran. Sinta carolina dan Res Harris sama sama memamerkan gambar di atas kertas dengan media tinta. Karya yang dipamerkan kebanyakan berukuran kecil, folio bahkan ada yang lebih kecil. Sinta menggambar, bunga, kebun, berbagai jenis jajanan dan gambar dengan narasi yang membaca kabar hari ini. Sementara Harris lebih jelas. Memberi komen sarkastis pada situasi sosial secara umum dan yang berkait dengannya. 

Sinta berusaha memenuhi bidang kertas gambar dengan garis. Dan itu nampak pada gambar yang disukainya; tanaman, kebun, wadah kemasan tapi agak acuh pada gambar dengan tema lain. Semisal fashion atau adegan supermarket. Di sana banyak bidang kosong sia sia. Ia seolah lelah menggambar dan membiarkan tak selesai di sana sini. Gambar jadi kagol. 

Sebagai seorang yang belajar sendiri, Sinta seharusnya punya kelebihan. Yakni tak peduli dengan kaidah akademis yang entah itu. Orang bebas yang berguru pada alam dan penglihatannya sendiri. Belajar dari salah dan dosa teknik. Kalau ia mau mengembangkan lebih teknik gambar non akademisnya atau realisme alay, seperti para pelukis brutal, pasti akan menemukan bentuknya. 

Sinta carolina pengembara rimba rupa, kali ini ia berputar di tempat yang sama. Mungkin harus menemu  narasi baru; band atau soal musik misalnya. Supaya kembali dapat menemukaan suka cita garis.

Harris menggunakan garis tebal, punya karakter. Narasinya bicara soal soal hari ini, seperti kita bisa scrolling di sosial media. Pasaran dan tidak unik. Yang dibicarakan semua orang, digambarnya. Tak hendak memberi sudut pandang lain. Gambar dengan teks cintaku terhalang cc motorku misalnya, adalah varian standar dari lagu ,"nak ora ninja ora gelem". Cuman digambarnya tak ada ninja, mungkin kawazaki 175. 

Sebagai komentator visual, Haris dituntut memperkaya sudut pandangnya. Menemu komentar unik yang berbeda dari celoteh warga maya. Kalau tidak diupayakan, dia mentok jadi Lambe Turah; Pembuat konten semenjana bukan seniman durjana.

​Agung Kurniawan
Diambil dari status ig @agungkurniawan
0 Comments

'abu' reno megy setiawan

12/27/2021

0 Comments

 
Picture
Catatan kuratorial pameran tunggal seni grafis "ABU' karya Reno Megy Setiawan
27 Desember 2021 - 10 Januari 2022

Bienal dan Presses
RMS menjelajah bienal/trienal seni grafis internasional hingga etching presses.

Reno Megy Setiawan aka. RMS dalam kurun 2011-2017 banyak mengikut sertakan karyanya dalam bienal/trienal seni grafis internasional di berbagai negara. Tidak kurang puluhan bienal/trienal seni grafis dunia bergengsi telah dijelajahinya antara lain: Macao Bienal di Macao China, Bangkok Print & Drawing Trienal di Thailand, Bienal Print ROC Taiwan, Bienal Krakow Polandia, Guanlan Print Biennale China, Kochi Print Biennale Japan, KIWA Japan, Bienal Varna Bulgaria, dan sebagainya.
Karya-karyanya pada waktu itu umumnya cukil kayu tidak hanya lolos sebagai finalis dan dipamerkan namun mampu meraih gelar bergengsi yaitu hadiah Print Terbaik di 4th Guanlan Print Biennale China 2013 dan Nagi Pal Prize pada 3th Graphic Art Biennial of Szeklerland, Romania 2014.

Alasannya menjajal even-even seni grafis dunia tersebut selain sebagai ajang membandingkan pencapaian karyanya sendiri dengan karya pegrafis luar, ia ingin agar ada perwakilan pegrafis Indonesia yang hadir di perhelatan-perhelatan tersebut. Ia ingin menunjukkan bahwa di Indonesia seni grafis juga bergeliat dan ada pegrafis aktifnya.
Memang, dibanding pegrafis di kawasan Asia lainnya seperti Thailand, Bangladesh, Korea, India, Jepang, China, Vietnam dan Philipina, nama pegrafis Indonesia relatif jarang/sedikit hadir di even-even seni grafis dunia. Entah mengapa. Sepertinya kebanyakan pegrafis Indonesia enggan bertarung dengan pegrafis luar. Mungkin merasa cukup nyaman dengan pencapaiannya sendiri atau mungkin memang merasa tidak memerlukan adanya perbandingan. Atau mungkin ada alasan lain?
Namun tidak bagi RMS, ajang seni grafis diluar negeri yang memang banyak itu pernah menjadi fokus utamanya dalam berkarya grafis.

RMS juga tipe seniman yang gemar bereksperimen teknik dan meminati hal teknik. Bermula dari keinginannya memiliki mesin etching press sendiri guna melancarkan kerja grafisnya namun untuk membeli jadi dirasakannya cukup mahal pada waktu itu.
Dibantu temannya yang memiliki bengkel kerja dan hasil browsing di internet ia kemudian membuat prototipe mesin etching press sendiri yang bisa digunakan bekerja. Mesin tersebut menggunakan perpaduan material besi dan kayu dan terlihat unik. Namun kemudian mesin tersebut diminati pegrafis lain yang juga membutuhkan mesin etching press hingga kemudian membelinya.
Sejak itulah karena banyaknya permintaan ditambah insting bisnisnya yang memang sudah ada sejak lama ia menyibukkan diri memproduksi mesin etching press dan berbagai peralatan lain seperti pisau engraving, burin, rocker, baren dan lain-lain guna berkarya grafis. Tercatat sudah puluhan pegrafis/kelompok dan lembaga kampus yang membeli pralatan grafis darinya yang dimata konsumen tersebut harganya cukup bersahabat untuk kantung pegrafis lokal.

Selain mendapatkan keuntungan finansial dari membuat dan menjual peralatan grafis apa sesungguhnya yang mendorong ia melakukan hal tersebut ?
Menurut pengakuannya, ia ingin seni grafis di Indonesia berkembang dan para pegrafis tidak kesulitan mendapatkan peralatan menggrafis.

Dari sini kita boleh berpendapat bahwa RMS adalah figur yang pantang menyerah di seni grafis. Sementara banyak pegrafis menyerah dan berpaling ke media lain namun RMS mampu melihat dan memanfaatkan celah yang dapat dieksplorasi dan membuahkan peluang buat dirinya. Berkiprah dalam even seni grafis internasional dan mengusahakan pengadaan peralatan menggrafis adalah peluang-peluang dalam seni grafis yang tidak banyak terpikirkan banyak pegrafis untuk menunjang aktivitas berkaryanya. Umumnya pegrafis akan memaksakan karyanya diserap pasar dan berusaha keras bersaing dengan pasar seni lukis yang sangat dominan. Hingga ketika pasar yang diharapkan tersebut belum atau tidak kunjung menghampirinya ia seakan dibutakan dan tidak mampu melihat peluang lain. Alih-alih mencari jalan bagaimana mensubsidi aktivitas berkarya grafisnya, yang terlihat di depan justru perlahan atau sesegera mungkin beralih media dan lambat laun melupakan mimpinya berkarya grafis.
Padahal keberadaan seorang pegrafis tidak ditentukan oleh faktor pasar semata namun lebih ditentukan oleh seberapa tangguhnya ia mampu konsisten berkarya dan apa saja upaya yang ia lakukan untuk itu.
RMS setidaknya hingga saat ini membuktikannya. Ia tetap berkarya dan membuka peluang-peluang yang tercipta oleh seni grafis itu sendiri.

ABU, karya super mini dan Pandemi
Melalui 50 cetakan super mini berteknik cetak tinggi dan intaglio di atas kertas RMS seakan ingin menunjukkan betapa seni grafis penuh potensi yang dapat dikerjakan. Sepanjang si pegrafis bersemangat dan tak kenal kata berhenti tentunya.

Image cetaknya berukuran terkecil 2,5 cm x 3 cm sampai ukuran terbesar tidak lebih dari 4 cm x 5 cm.
Bayangkan bagaimana mengerjakan pelat engraving dan etsa aquatint dengan torehan yang cukup rinci.
Sebagian adalah gambar potret tokoh-tokoh tertentu (terkait isu pandemi katanya) yang dibuat memanfaatkan garis torehan pisau engraving yang berbeda dengan pisau cukil kayu. RMS membuat sendiri pisaunya dan menggunakan potongan kayu yang juga ia usahakan sendiri.
Inilah upaya seniman Jogja kebanyakan. Semangat Do It by Yourself bukan hanya disebabkan ketiadaan bahan atau fasilitas saja, namun terlebih karena semangat mencari, mencoba, menemukan hal-hal unik di sekitarnya yang dapat dimanfaatkan.

Seni grafis yang dikenal cukup bergantung dengan peralatan khusus disatu sisi memunculkan keunikan tersendiri yang membuatnya berbeda dengan media senirupa lainnya. Namun di sisi yang lain kerap membuat ragu dan putus asa mereka yang ingin berkarya namun minim fasilitas. Disinilah kreatifitas dan semangat pegrafis diuji. Apakah ia akan menunda ide-idenya hingga fasilitas idealnya tercukupi yang entah sampai kapan, ataukah ia akan mencari dan mengusahakan sendiri dengan memanfaatkan hal-hal yang tersedia didekatnya yang dapat mensubstitusi yang tidak tersedia.

Masa pandemi yang tak kunjung selesai ini tentu membuat semua orang gusar, tak terkecuali RMS.
Ia yang ingin terus kreatif memilih bermain-main dengan gagasan betapa situasi pandemi menimbulkan berbagai pertanyaan, keraguan, ketakutan, kecurigaan, ketidakpercayaan, sikap apatis, pasrah menerima dan sebagainya dari masyarakat. Sikap tersebut terutama ditujukan kepada pihak berwenang yang memiliki otoritas menangani.

Sebetulnya ini hal yang logis saja mengingat daya tahan manusia terhadap sebuah situasi mengekang dan membingungkan ada batasnya sehingga memunculkan beragam spekulasi: Benarkah pandemi ini terjadi secara wajar? Siapakah yang paling diuntungkan dengan adanya situasi ini? Kapankah situasi ini akan berakhir? Siapa yang paling bertanggung jawab atas situasi ini?

Jika kita membaca berita yang beredar di media ada beragam pendapat, opini, spekulasi, teori mengenai pandemi Covid 19. Sebagai konsumen media, kita semua termasuk RMS tentulah memiliki sikap beragam pula.
Bukan soal apakah pendapat siapa yang benar dan pendapat siapa yang salah.

Pameran ABU oleh RMS kali ini menawarkan sikap khas seniman grafis.
Format karya yang kecil bahkan termasuk super kecil membutuhkan kecermatan khusus agar torehan-torehan di pelat tetap muncul ketika dicetak di kertas.
ABU yang dalam teori warna adalah warna antara putih dan hitam muncul lewat pigmen warna hitam yang tidak terlalu tajam. Apakah ini juga sikap RMS selama ini yang seakan berada di wilayah abu-abu.
Sekalipun gambar-gambar yang dibuatnya sepintas ingin mempertanyakan apa yang tengah terjadi di masa pandemi ini, namun jika dicermati potret-potret tersebut tidak menjadi verbal. Ia tetap menjadi lahan bermain garis, torehan dan gradasi warna untuk wujud yang artistik. Apalagi mengingat ukuran gambarnya yang super kecil. Ia menjadi seperti gumaman yang sesungguhnya tidak ditujukan ke siapa-siapa. Terkecuali buat dirinya sendiri. Untuk menuntaskan kegalauan dan kegelisahannya. Dan itu tersampaikan melalui berkarya grafis.
Ini menarik. ABU dalam gagasan RMS tidak sampai menjadi abu. Ia tidak sia-sia atau 'habis panggang menjadi abu'. Ia menjadi karya itu sendiri.

Mantrijeron, akhir Desember 2021.
Syahrizal Pahlevi

0 Comments

traveling exhibition 4th jimb

12/27/2021

0 Comments

 
Picture

0 Comments

miracle print weeks-rizal eka pramana

12/8/2021

0 Comments

 
Picture
12 - 22 Desember 2021
Mini Solo Exhibition RIZAL EKA PRAMANA
Pembukaan: Minggu, 12 Desember 2021, jam 14.00. Live streaminng ig @miracle.prints
Dibuka oleh: Agus Yulianto ( dosen prodi seni grafis ISI Yogyakarta)

Pengantar:
Putra Bandung kelahiran tahun 1982 ini baru saja memenangkan '1st Place Degree' dalam 6th Kazan International Print Biennale di Tatarstan, Kazan, Russia tahun 2021. Selain mendapat sejumlah uang, hadiah lain menantinya, yakni sebuah pameran tunggal karya-karyanya di bienal berikutnya tahun 2023. Selamat!

Rizal adalah pegrafis militan yang kaya pengalaman. Sempat kuliah di FSRD ITB lalu pindah ke ISI Yogyakarta dan menyelesaikan S1 program studi seni grafis tahun 2014.
Ia juga membuat drawing. Grafis dan drawing dikerjakannya bergantian. Melalui kedua media ini karya-karyanya mengalir dan kerap tampil mengisi di berbagai pemeran dan kompetisi tingkat nasional dan internasional.

Karya'karyanya memperlihatkan emosi yang kental dalam balutan surealisme dimana ia tertarik dengan figur dan persoalan waktu yang relatif. Dan tentu saja penguasaan teknik yang mendukung sehingga karya-karyanya nampak selalu memikat.

Rizal tergolong pegrafis penjelajah. Tekniknya mulai dari woodcut, linocut, drypoint, etching, collagraph, kitchen litho, monotype dan teknik campuran yang ia kembangkan sendiri.

Menariknya semua teknik tersebut di tangannya nampak sama kuat.
Ada satu pendapatnya yang menarik, "Pokoknya jadi". Maksudnya teknik seni grafis di tangannya bukanlah sesuatu yang harus dirumit-rumitkan karena yang terpenting bagaimana image yang dikehendaki tercetak atau tersampaikan.

Ia bisa bekerja dengan beragam teknik dan memakai bahan alternatif yang dapat ia cukupi/tersedia dihadapannya. Jika tidak ada tembaga/alumunium/mika ia akan mencoba mensubstitusinya dengan bahan lain yang konsekuensi hasil cetaknya telah ia perhitungkan.

Ini sikap menarik dan positif buat pegrafis (calon pegrafis) yang kebanyakan kesulitan berkarya ketika bahan yang ia idam-idamkan tidak tersedia sehingga mengganggu kelancaran berkaryanya. Rizal tidak demikian. Ia akan mencoba dan bereksperimen hingga menemukan solusinya.

Yang menggembirakan pula Rizal Eka adalah satu dari sedikit pegrafis kita yang aktif dan mampu berkompetisi di medan seni grafis internasional. Karyanya cukup sering tampil di acara seni grafis di berbagai negara dan meraih prestasi pula.
Selain mendapat hadiah pertama di bienal grafis Russia baru-baru ini, ia juga pernah mendapat hadiah utama di Bangkok Triennale Print & Drawing, Thailand 2019 lalu untuk karya drawingnya.

Semoga semangat dan prestasinya ini menular ke pegrafis-pegrafis kita lainnya.

Syahrizal Pahlevi/Miracle Prints


biography-dan-cv-rizal-english-main.docx
File Size: 31 kb
File Type: docx
Download File

0 Comments

miracle print weeks

11/26/2021

0 Comments

 
Picture
PASETAKY #2
Pasar Seni Cetak Yogyakarta
 
PASETAKY kali ini fokus pada penjualan karya-karya
seni grafis denga harga jual kurang dari 500 K.
 
Harga jual yang dibatasi tersebut diharapkan dapat
menarik minat pencinta seni kalangan profesional
seperti guru, dosen, dosen muda, kurator, karyawan
toko, notaris, pengacara, arsitek, polisi, jurnalis,
penerbit, penyair, pemusik dan sebagainya untuk
mengoleksi karya.
 
Seni grafis yang dicetak dalam beberapa edisi
sangat memungkinkan menekan harga jual secara
fleksibel sebagaimana ditunjukkan dalam acara
ini. Karena itu. mari manfaatkan kesempatan ini
sebaik-baiknya!
 
 
Peserta:
Windi Delta, Reno Megy Setiawan, Fakrie Syahrani ,
Aziz Mughni, Jajang R. Jajang R Kawentar , Shakira
Permata, Yoyok Ardoyo, Yovanka Al-Faruisn, Risky
BM, Zidan Zaky Mubarok, Sinta Carolina, TPS dll
 
www.pasetaky.weebly.com






Picture
Mini Solo Exhibition YASSIR MALIK
 
Pengantar:
Yassir Malik, pegrafis produktif dan aktif di sosmed
dengan postingan proses berkaryanya yang edukatif
dan menggemaskan ini bukan pemain baru dalam
seni grafis.
 
Ia alumni seni grafis ISI Yogyakarta angkatan tahun
1987 yang telah giat berkarya sejak mahasiswa, lalu
sempat tersendat karena kesibukan sebagai pengajar dan menjadi semakin giat selepas pensiun sebagai pengajar.
Setidaknya dapat dilihat dari eksekusi karyanya
dengan teknik cukil lino yang nyaris sempurna.
Bersih, rata dan teknik cukilan yang memikat.
 
Tema-temanya keseharian yang ada di depan
matanya: Simbol hati yang umum, cangki-cangkir
bekas minumnya, pot dan tanaman di teras
rumahnya dan bungkus nasi yang dikonsumsinya.
Semua itu objek sederhana memang namun
digarapnya dengan sepenuh hati dan rasa senang.
Ia menggarapnya berulang-ulang dalam berbagai
komposisi dan ukuran gambar.
 
Semua pencapaian demikian niscaya tidak mungkin
dicapai oleh seorang pegrafis dadakan, sekedar
hobby atau pegrafis iseng belaka atau pegrafis
dengan jam terbang pendek.
Karena dibutuhkan skill tinggi dan sikap bijak
seniman buat teknik yang sederhana sekalipun
(linocut kerap dianggap sebagai teknik seni grafis
yang sederhana dibanding teknik seni grafis lainnya
yang lebih rumit tahapan pengerjaannya) plus
kecintaan terhadap medianya.
 
Yang terakhir ini adalah hal yang sangat penting
buat seniman dalam berkarya, apapun media yang
dipilihnya.
Kecintaanlah yang akan menuntun seniman
mengembangkan atau menelantarkan saja media
yang tengah digarapnya dan beralih begitu saja ke
media lain yang dianggapnya lebih mudah dan lebih
menjanjikan.
 
Yassir Malik yang melepaskan pekerjaan sebagai
dosen di sebuah perguruan tinggi swasta ternama
di Jakarta untuk menjadi seniman penuh waktu
memiliki semua ciri-ciri diatas dan ia tentulah sadar
betul dengan pilihannya saat ini.
 
Semoga pameran kecil ini cukup memuaskan dahaga kita akan tampilnya pegrafis dan karyanya yang sangat bersungguh-sungguh.
Apakah yang lainnya berarti tidak bersungguh-sungguh?
Bukan begitu juga. Tapi mesti diakui cukup
langka.
 
Syahrizal Pahlevi/Miracle Prints
www.terasprintstudio.com
 
 
cv
Yassir Malik
Lahir di Surabaya, 14 Februari 1969
PENDIDIKAN
SD sampai SMA dihabiskan di Jakarta.
1987 - 1994
ISI Yogyakarta, Jurusan Seni Murni / Seni Grafis
1998 - 2000
deMonfort leicester UK, Master of Art
PEKERJAAN
1996 - 2018
pengajar/dosen tetap di Universitas Tarumanagara,
Jakarta
2018
PAMERAN dan AKTIFITAS SENI
1990 - 2021
karya terbaik seni grafis Dies Natalies ISI 1990
pameran bersama seni grafis kelompok ‘Lakon' di
karta pustaka Yogyakarta
pameran bersama ‘proGrafis’ di Yogyakarta
Pameran bersama di galeri seni Syah Alam Malaysia
pameran alumni STSRI-ASRI di Jakarta
Pameran bersama ‘Tjergam Taroeng’ di Galeri
Nasional Jakarta
Pameran bersama ‘dhalang’ di galeri cipta 2 TIM
Jakarta
Pameran tunggal Hibernated di rumah budayaTembi
Yogyakara
Pameran pekan seni grafis di Yogyakarta
Pameran mengenang mendiang JO di bentara budaya
Yogykarta
Pameran online Print Normal
Pameran 4th JIMB 2020/2021
Mini Solo Exhibition di Miracle Prints
Membentuk ‘grafis bengkel’ bersama Syahrizal Pahlevi
dan Hotland Tobing
membentuk ‘ProGrafis’ bersama Agung coklay, Samuel
Indratma dan Ade Darmawan
membuka aktifitas Art Camp di Universitas
Tarumanagara
aktif berkarya seni rupa; lukis, grafis cetak dan
photography
portofolio karya dapat lihat di instagram
facebook ; yassir malik
instagram ; yassir_malik69
 

Picture

Picture

0 Comments
<<Previous

    Author

    Write something about yourself. No need to be fancy, just an overview.

    Archives

    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    August 2021
    June 2021
    May 2021
    April 2021
    March 2021
    January 2021
    December 2020
    November 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018

    Categories

    All

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.