teras
  • MIRACLE PRINTS
    • Home >
      • MEMBER of Miracle Prints >
        • Support
      • TERAS Management
      • TERAS PRINT DEALER >
        • Gallery >
          • Merchandise
      • About
      • Links
      • Contact
    • News >
      • PLEASURE-PASSION >
        • Ariswan Adhitama
        • M. Muhlis Lugis
        • Reno Megy Setiawan
        • Syahrizal Pahlevi
      • Archives >
        • Mini Residency >
          • Online Application
  • Studio
    • Facilities
    • Editioning
    • Classes
    • History and Technique Printmaking
    • Articles on Printmaking from Art in Print
  • Printmaker Syahrizal Pahlevi
  • Jogja Miniprint
  • Blog

miracle blog

still life with apples

7/14/2019

0 Comments

 
Picture
“STILL LIFE WITH APPLES”
 
Solo Exhibition  Syahrizal Pahlevi
23 Juli – 30 Agustus 2019
Tempat                             : NALARROEPA RUANG SENI, Karangjati Rt. 05, Rw. XI, Tamantirto Kasihan-Bantul,
  Yogyakarta 55183
Seniman              : Syahrizal Pahlevi
 
Materi pameran: Sekitar 30 karya cetak cukil kayu, cat air dan cat minyak di atas kertas, kain dan kanvas buatan tahun 2019
 
Pembukaan        : Selasa, 23 Juli 2019, pukul 16.00 – selesai
 
Dibuka oleh        :Maya Sujatmiko
 
Penulis                 : A. Sudjud Dartanto
 
Penyelenggara  : Miracle Prints dan Nalarroepa
CP                           : Ria Novitri/081529816190, Dedy Sufriadi/08112546376
 
 
Mengejar Cahaya : Cezanne, Pahlevi, dan Impresi Sains
 
Di tengah fenomena pameran seni rupa belakangan yang ‘banyak mengusahakan kebaruan ide, bentuk dan teknik’, pameran tunggal Pahlevi kali berbeda. Pahlevi melakukan apa yang sering dikatakan pengamat seni sebagai sebuah praktik ‘apropriasi’, yakni sebuah metode meminjam ide, bentuk, dan teknik dari karya yang tergolong ‘masterpiece’, atau yang menjadi ikon dalam sejarah, dalam hal ini sejarah seni. Pahlevi mengamati Paul Cezanne (1839-1906), satu ikon aliran posimpresionisme dari Barat. Konteks mengamati ini penting. Pahlevi tidak sedang/sekadar melakukan praktik membuat karya ala seniman Eropa, namun bisa diletakkan posisinya dari ‘perspektif oksidentalis’, yaitu bagaimana Pahlevi sebagai ‘orang dari Timur’ yang melihat hasil dari ‘kebudayaan Barat’ (pengetahuan posimpresionsime Paul Cezanne).
 
Dalam kajian poskolonial, persoalan perspektif tandingan ini banyak dibahas. Jika dulu, orientalisme dipakai oleh Barat dalam memproduksi pengetahuan atas timur, maka sebagai perspektif berbalik, oksidentalisme menjadi strategi untuk membaca Barat, yang pada awalnya untuk meneliti, membongkar dan memperlihat asumsi dasar ‘pengetahuan Barat’ yang keliru dalam memandang ‘kebudayaan Timur’. Percakapan mengenai itu kami lakukan di studio Pahlevi pada suatu hari dengan cahaya pagi yang hangat. Dengan semangat Pahlevi memperlihatkan karya dari beragam teknik, dari teknik cukil kayu, mokuhanga, cat air dan cat minyak dalam mengapropriasi karya-karya Paul Cezanne, terutama Ia memberi perhatian pada seri karya ‘Still Life with Apples’ Cezanne yang termahsyur itu, kemudian Ia petik sebagai tema pameran tunggalnya ini. Kalangan seni rupa tentu sangat mengenali sosok Cezanne, ia bahkan menjadi satu menu wajib dalam pelajaran sejarah seni rupa Barat, baik di sekolah, maupun di perguruan tinggi seni.
 
Sebagaimana Levi, demikian ia dipanggil, siapapun akan tergoda untuk ingin tahu, mengapa karya itu dianggap hebat, penting oleh sejarawan dan museum seni, khususnya di Barat?  Kita tahu, kebudayaan pengetahuan di Barat sangat menaruh perhatian pada berbagai temuan, termasuk dalam hal ini adalah temuan aliran seni, bahwa impresionisme ditangan Cezanne terus dipakai, terutama dalam pokok pengamatan pantulan cahaya atas benda dan ruang, walaupun Cezanne dianggap sebagai posimpresionis, Ia tetap tergila-gila pada praksis pengamatan atas pantulan cahaya terhadap objek dengan berbagai eksperimen mengubah tata aturan komposisi(set of rules). Temuan Cezanne berharga dan penting, karyanya bukan sekadar persoalan artistik (yang banyak dituduh demikian oleh orang), namun dibalik itu mengandung pengetahuan ‘binocular vision’, yaitu pengetahuan yang datang dari penglihatan tiga dimensi, meskipun bayangan yang jatuh pada kedua retina adalah bayangan dua dimensi. Inilah pokoknya. Dari eksplorasi itu Cezanne menjadi bagian dari deretan modernis Barat yang dianggap berhasil menunjukkan kerja ‘sains’ atas seni. Mengapa sains penting? Kita perlu membaca dari arah perspektif lebar, bahwa pada semangat jaman(zeigeist), kurang lebih pada abad 17, semangat renaisans (pencerahan) masih tergetar kuat, dan renaisans dalam seni adalah reaksi dari para seniman untuk mencari pengetahuan baru, ditengah dirinya dalam berelasi dengan alam dan semesta. Dasar dari pencarian itu adalah empirisisime, termasuk dalam hal ini, baik impresionisme dan posimpresionisme juga berangkat dari semacam kerja empiris, yakni membuktikan nilai cahaya atas konstruksi ruang/benda.
 
Dari uraian itu dapat kita pahami, pada gilirannya, museum-museum seni di Barat, pada awalnya, terkait dengan fungsi pemanggungan pengetahuan-pengetahuan seni yang lahir dari para ‘avant-gardis’/‘seniman jenius’, yang dianggap memiliki ciri tiga ‘O’ besar: Otentik, Otonom, Orisinal, dan Cezanne, salah satu diantaranya, yang pada awalnya sulit menembusnya. Seni rupa modern adalah seni rupa dengan watak ‘sains’ yang kuat. Di Indonesia, adalah mazhab Bandung dengan ITB sebagai pusat akademianya, yang pada awal kelahirannya menggusung formalisme, disana sama, seni adalah sebuah sebuah praktik saintifik, dan ini berbeda dengan mazhab Yogyakarta, dengan ASRI sebagai pusat akademianya,  disini adalah realisme, dimana seni adalah alat perjuangan revolusi. Dari konteks ini, kita bisa dengan gamblang membicarakan pameran Pahlevi dengan Cezanne, sebagai ilmuwan seni, tentu konteks ilmuwan ini berbeda dengan Leonardo Da Vinci yang paripurna dalam segala keilmuannya, Cezanne bukan Da Vinci, namun ia tetap menyisakan jejak saintifik dalam karya-karyanya.
 
Bagi saya, tema “Still Life with Apples” ini bermakna simbolis, ia menyatakan sebuah wacana saintifik atas pengamatan hal yang sehari-hari yaitu objek yang bisa berupa buah, atau benda-benda di atas meja. Potret objek diam ini terkenal dalam ajaran seni rupa, setiap pelajar seni diharap bisa menguasai bentuk, arah cahaya, dan sebagai sebuah laku impresionistik perlu melihat dampak cahaya atas benda, dan lebih dari itu, bagaimana volume objek itu akan tampil ketika tata aturan komposisinya diubah-ubah. Perkara “still life” ini menarik, dalam tradisi seni rupa modern di Barat, gambar “still life” dianggap sebagai bagian dari representasi seni lukis modern, diatasnya ada seni lukis lanskap, diatasnya lagi ada seni lukis tokoh/figur yang memiliki kekuasaan, entah raja, pangeran, hartawan, dan semacamnya, diatas atau sejajar dengannya adalah pengambaran injil, atau hal yang berkenaan dengan religi. Hirarki itu tanpa sadar terbangun dan menjadi refleksi atas struktur kesadaran modernisme seni di Barat. Saya kira, dititik ini Pahlevi beririsan, dan sekaligus berbeda.
 
Sepengenalan saya dengan Pahlevi, ia seperti seorang ilmuwan yang tertarik pada perkara keteknikan. Latar edukasi Levi dari studio seni lukis, namun Ia justru meminati seni grafis, dan kita tahu didalam seni grafis ada beragam teknik yang rumit untuk dipelajari. Justru kerumitan itu menjadi sebuah seni tersendiri, dengan segala efek cetaknya, dari manual hingga digital. Didalam studio ini, Levi seperti sebuah ilmuwan, Ia dikenal tekun dalam memperhatikan detil produksi, dan pada pamerannya ini, Levi mencari titik nikmat pada setiap percobaan teknik yang Ia lakukan. Kita perlu melihat semua teknik yang Ia tempuh dan mari nikmati bagaimana Cezanne disitu, sebagai tokoh, sebagai metode posimpresionis, dan dalam ruang hilir mudik pandangan dari peradaban ‘Timur’ ke ‘Barat’ dan sebaliknya. Apakah ini akan sama dengan para orientalis yang mengejar cahaya sempurna hingga ke Hindia-Belanda?
 
Yogyakarta, 22 Juli 2019
 
Sudjud Dartanto
 ....................................
 
Statemen seniman:
 
STILL LIFE WITH APPLES (dan aspek-aspeknya)
 
Ini adalah seri kedua dari proyek ‘rekonstruksi old master’ setelah seri pertama rekonstruksi berupa pengerjaan 20 karya grafis teknik woodcut reduksi dalam berbagai ukuran yang dibuat tahun 2017 – 2019. Seri pertama rekonstruksi ini sebagian  telah dipamerkan di MDTL Yogyakarta Januari 2018 yang lalu dengan judul “Dari Guanlan ke Arles” (Trilogi Reduksi I) dan sebagian sisanya dipamerkan di Kebun Buku Yogyakarta setahun kemudian pada Januari 2019 dengan judul “Bedroom in Arles” (Trilogi Reduksi II). Karya-karya seri pertama rekonstruksi berangkat dari impresi visual atas sebuah karya old master seniman Vincent Van Gogh berjudul “Bedroom in Arles” yang menggambarkan interior kamar tidurnya semasa tinggal di kota Arles, Perancis tahun 1888-1889.
 
Dalam seri kedua rekonstruksi ini saya menggeser perhatian pada karya-karya seniman old master lainnya yaitu Paul Cezanne yang mendapat gelar sebagai Bapak Seni Rupa Modern.  Dari sekian banyak objek dan periode kekaryaan Paul Cezanne, saya tertarik kepada periode still lifenya yang berobjekkan buah apel dalam berbagai komposisi dan keadaan. Judul “Still Life With Apples” adalah salah satu judul karya-karya periode still life Paul Cezanne yang saya gunakan sebagai judul pameran ini dan juga menjadi judul beberapa karya yang saya buat. Jika pada seri rekonstruksi pertama saya fokus hanya membuat karya grafis dengan teknik woodcut reduksi, dalam seri rekonstruksi kedua ini saya mencoba meluaskannya dengan merambah teknik dan media lain. Selain dengan teknik woodcut reduksi cetak di atas kertas, saya juga membuat karya woodcut satu pelat yang dicetak di atas kertas dan di atas kain polos ditambah teknik mokuhanga yang merupakan seni cukil kayu tradisional Jepang berbasis air cetak di atas kertas. Lalu ada lukisan cat air di atas kertas dan lukisan berbahan cat minyak di atas cardboard, kertas dan kanvas. Perluasan media ini selain untuk memaksimalkan berbagai potensi yang cukup lama saya tinggalkan karena tengah memfokuskan pada karya seni grafis, terutama didorong kesadaran karena ada ekspresi yang tidak dapat dicapai hanya dengan satu teknik atau satu media saja.
 
Proyek ‘rekonstruksi old master’ ini sebenarnya berangkat dari ide sederhana menggali memori masa lalu, yaitu memori atas pekerjaan sambilan saya semasa menjadi mahasiswa seni rupa di FSRD ISI Yogyakarta hampir 30 tahun lalu. Pada tahun 1990-1992 bersama beberapa teman mahasiswa seni rupa lainnya saya terlibat dalam industri reproduksi lukisan old master Eropa di sebuah galeri kecil di pusat kota Yogyakarta. Kami membuat lukisan-lukisan repro berdasar gambar di poscard dari karya-karya seniman seperti Van Gogh, Cezanne, Renoir, Gauguin, Degas dan lain-lain dalam berbagai ukuran kanvas dengan tingkat kepersisan 70-80 %. Dorongan tersebut mendapatkan momentumnya sekembali saya dari menjalani residensi di China pertengahan tahun 2017 lalu dimana saya sempat mengunjungi sebuah pusat pembuatan reproduksi lukisan karya old master terbesar di dunia bernama Dafen Artist Village yang terletak di Shenzhen, China.
 
Ide kemudian berkembang dengan menjadikan karya-karya old master Eropa yang pernah direpro dahulu menjadi titik berangkat untuk membuat karya-karya personal yang bebas. Saya menyebutnya sebagai ‘rekonsruksi’ karena ide yang berangkat dari visual karya  maupun aspek-aspek pendukungnya berupa pengetahuan mengenai objek kemudian ditelusuri, dianalisa, digubah,  dirusak dan disusun kembali menjadi bentuk-bentuk baru yang dinamis. Hasilnya sering kali menjadi tidak terduga karena proses berkarya yang dimulai dengan perencanaan seperti halnya mendisain bertemu dengan keliaran intuisi atau gerak hati dan perasaan pada saat bekerja. Pikiran bisa berkait kemana-mana; ke persoalan dalam diri dan persoalan-persoalan diluarnya. Komposisi, bentuk dan warna yang muncul kemudian adalah refleksi atas semua hal yang terasakan saat itu.
 
Syahrizal Pahlevi

Baca juga liputan Gatra.com https://www.gatra.com/detail/news/432710

 


0 Comments

koloni

7/14/2019

0 Comments

 
Picture
Press release
KOLONI
Pameran Seni Rupa Gunadi ‘Uwuh’
Objek, Hot Engraving panel etc
21 Juli – 28 Agustus 2019
Tempat: KEBUN BUKU Art, Book & Café, Jl. Minggiran 61 A, Mantrijeron, Yogyakarta
Pembukaan: Minggu, 21 Juli 2019, pukul 16.00
Dibuka oleh: Ong Hari Wahyu
Penyelenggara: Kebun Buku & Miracle Prints
Contact Person: Ria Novitri/081539816190
K  O  L  O  N  I
 
Hasil apakah yang setiap saat dan selalu berlanjut dari sejak lahir hingga kematian menjemput, kita ciptakan?

Yang tidak kita sadari, tidak kita mengerti atau bahkan tidak juga kita pedulikan.

Ya... kita menghasilkan "sesuatu"...

Benda - benda yang membantu kehidupan kita,  agar menjadi lebih mudah dan praktis. 
 
Bahkan kadang banyak dari apa yang kita hasilkan tersebut sama sekali tidak kita butuhkan,  setelah usang dan kemudian tersingkirkan.

Tapi apakah kita juga tidak sedikit saja bergeming,  apa yang kita hasilkan itu menumpuk, berkumpul seperti halnya organisme baru yang terus berkembang.

Sekumpulan organisme yang bergerombol yang pada akhirnya bukan mempermudah kehidupan kita.

Tapi menjadi masalah baru, yang berbalik menyerang dan mempersulit kita. 
 
Karena mereka kini sudah masuk ke dalam kehidupan begitu dalam, masif dan dengan banyak struktur.

Dan organisme benda tersebut adalah barang bekas pakai, tak terpakai dari kehidupan kita yang sudah berKOLONI.
 
Gunadi a.k.a Uwuh, 2019
 
 
Biografi seniman:
 
Gunadi a.k.a Uwuh lahir pada tahun 1980 di Yogyakarta, Indonesia dan saat ini masih setia untuk tinggal di kota kelahirannya.  Kota dimana dia begitu asyik untuk berproses dengan material non konvensional.  Material dari barang - barang bekas pakai di kesehariannya; dari plastik bekas,  kertas,  kayu,  kaca, logam, besi dan lain sebagainya. Yang menjadi medan jelajah untuk berkreasi dan bereksperimen dalam berkarya sebagai seorang Upcycle Artist.
Gunadi,  atau lebih akrab dipanggil Uwuh telah menunjukkan hasil kerjanya di beberapa pameran,  diantaranya pameran "Kecil Itu Indah After Edwin's #2" di  Miracle Print Artshop and Studio Yogyakarta (2018),pameran benda visual "HIP - HIP HURA - HURA" di Bentara Budaya Yogyakarta (2018) dan  pameran seni rupa "KOSEN" Bentara Budaya Yogyakarta (2019).

 
 
 


0 Comments

super print sale

7/14/2019

0 Comments

 
Picture
SUPER PRINT SALE
#maribelanjaseni
Waktu:  Tanggal-tanggal tertentu antara 19 Juli – 30 Agustus 2019
Lokasi: Yogyakarta
  • Miracle Prints (permanen)
  • Bentara Budaya Yogyakarta
  • Museum Affandi
  • Nalarroepa (permanen)
  • Komharo Studio (permanen)
  • Helutrans Artmove
Peserta: Pegrafis Yogyakarta
Bentuk acara: Bazar karya dan workshop seni grafis
Penyelenggara: TERAS Print Studio dan kantung-kantung budaya terkait.
Ketua tim/penanggung jawab: Syahrizal Pahlevi (pegrafis)
Deskripsi:
Jogja Art Weeks 2019 adalah perhelatan seni rupa sebulan penuh di bulan Juli dan Agustus 2019. Magnet utamanya adalah even Art Jog yang akan digelar tanggal 25 Juli – 25 Agustus 2019 dan diikutii even-even seni rupa lainnya berupa pameran/bazar/workshop dan lain-lain di seantero kota Yogyakarta dan sekitarnya.
Para pegrafis yang diorganisir TERAS Print Studio tidak ingin ketinggalan merayakan momen penting ini. Kami memiliki konsep lapak karya dan workshop insidental, berpindah menyesuaikan kondisi tempat dan masyarakat di lokasi yang akan ditempati. Konsep ini dinamakan #maribelanjaseni dengan tema utama SUPER PRINT SALE.
Kami akan hadir secara mendadak sedikit demonstratif di pembukaan-pembukaan dan acara-acara pameran di galeri hingga kios-kios pasar rakyat. Tujuannya untuk mendekatkan seni grafis ke masyarakat luas tidak hanya kepada para pelaku seni namun juga para pelajar, pedagang, juru parkir, satpam, ibu rumah tangga, pekerja kantor dan sebagainya. Hakekat seni grafis sebagai seni yang dapat digandakan dan bersifat sosial akan coba dimaksimalkan dengan cara-cara penyampaian secara menarik dan mengejutkan. Pasar dan aspek edukasi harus berjalan seiring dan perlu terus ditebarkan oleh seni cetak grafis.
Secara teknis di tempat-tempat tertentu atas seizin pengelola/pemilik tempat akan didatangi oleh team Super Print Sale terdiri dari minimal 2 (dua) orang pegrafis berikut barang dagangannya berupa karya-karya cetak grafis berharga jual maksimal Rp. 500.000. Barang dagangan didisplay secara fleksibel dan diusahakan tidak mengganggu kepentingan si empunya acara namun akan tetap mencolok kehadirannya. Jika memungkinkan para pegrafis akan melakukan demo berkarya dan membuat workshop mendadak yang dapat diikuti oleh para pengunjung dengan bea workshop yang ringan (diskon).


0 Comments

kecil itu indah - miracle #3

7/14/2019

0 Comments

 
Picture
Nama even      : KECIL ITU INDAH-Miracle #3
Waktu              : 19 Juli – 13 Agustus 2019
Tempat            : MIRACLE PRINTS, Suryodiningratan MJ II/853, Mantrijeron, Yogyakarta
                             55141
Pembukaan     : Jumat 19 Juli 2019, pukul 16.00
Dibuka oleh     : Yustina Neni
Peserta:
  1. Rika Ayu
  2. Nurmaria Triana
  3. Tempa Collective
  4. G. Prima Puspita Sari
  5. Mutiara Riswari
  6. Reza Pratisca Hasibuan
  7. Carolina Rika
  8. Roeayyah Diana ‘Capung’
  9. Rizal Eka Pramana
  10. Yanal Desmon Zendrato
  11. Heri Purwanto
  12. Hono Sun
  13. Bonny Setiawan
  14. Yaksa Agus
  15. Hadi Soesanto
  16. Alie Gopal
  17. Iabadiou Piko
  18. Edo Pop
  19. Robi Fathoni
  20. Made Toris Mahendra
  21. Azhar Horo
  22. Lelyana Kurniawati
  23. Slamet Riadi
Penyelenggara            : Teras Management & Miracle Prints
Contact Person: Ria Novitri/081539816190
 
KECIL ITU INDAH-Miracle (KI2M) adalah even tahunan Miracle Prints yang diselenggarakan pada bulan-bulan penyelenggaraan Artjog. KI2M adalah bentuk presentasi dan pendistribusian karya ukuran kecil kepada para pencinta seni melalui ajang pameran yang dikemas menarik. Sebelumnya dalam 2 kali penyelenggaran even ini bernama KECIL ITU INDAH AFTER EDWIN’S. Atas berbagai pertimbangan mulai penyelenggaraan ketiga ini dan seterusnya kami tidak lagi menggunakan embel-embel ‘After Edwin’s’ dan menggantinya dengan kata ‘Miracle’.
Jika pada 2 kali penyelenggaraan pameran Kecil Itu Indah sebelumnya Miracle Prints menampilkan cukup banyak perupa senior dan sedikit perupa muda, maka kali ini kami ingin mengajak lebih banyak perupa muda berbakat disamping tetap mengajak beberapa perupa senior. Kami melihat dinamika perupa muda saat ini sangat menarik. Ada semangat kompetisi dan rasa percaya diri yang kuat dalam setiap penampilan mereka.
Kami membatasi ukuran karya tiap peserta agar tidak melebihi ukuran 30 cm x 30 cm untuk 2 dimensi dan 30 cm x 30 cm x 30 cm untuk 3 dimensi. Namun ada saja peserta yang menawar mengirimkan karya melebihi ukuran yang kami minta. Terpaksa kami memberi toleransi tidak lebih 10 cm kelebihannya. Ukuran kali ini setidaknya lebih kecil 10 cm dari ukuran ratarata karya pada pameran serupa tahuin lalu.
Karya berukuran kecil selayaknya mengusik perupa dengan memberi perhatian yang maksimal melalui keterbatasan ukurannya. Karya berukuran kecil bukan lagi sekedar memindahkan objek dari kanvas berukuran besar dan kini menjadi kecil ukurannya, atau memperkecil ukuran patung raksasa sehingga menjadi mini. Ia bisa lebih dari itu. Dengan ukuran yang terbatas perupa dapat suntuk dengan permainan tekniknya dan fokus melalui pemadatan temanya. Seni rupa ini memerlukan ‘jeda’ dan ruang bernafas untuk merefleksikan hal apa saja yang telah kita capai. Karya berukuran kecil dengan segala aspek ekonomis-praktisnya sekiranya akan mampu menyumbang kebutuhan para apresian saat ini.
Miracle Prints

Baca juga
https://www.gatra.com/detail/news/431223
 



0 Comments

persona non gatra

6/24/2019

0 Comments

 
Picture
Press Release
PERSONA NON GATRA
Pameran cetak kayu dan cetak lino AB. RAHARJA
28  Juni – 12 juli 2019
Tempat:
MIRACLE PRINTS, Suryodiningratan MJ. II/853, Mantrijeron, Yogyakarta 55141
Pembukaan:
Jumat, 28 Juni 2019, pukul 17.00
Dibuka oleh Agung Kurniawan (perupa)
CP: Ria Novitri/081539816190
Deskripsi:
Pameran 10 karya cetak cukil lino dan cukil kayu bikinan tahun 2018-2019 dalam berbagai ukuran dari seniman yang belakangan ini sangat suntuk dengan teknik cukil dan bahasan-bahasan sejarah dan filsafat kemanusiaan. Cukilannya ritmis, pendek-pendek, tegas mengangkat kisah-kisah sejarah peradaban manusia dari berbagai sumber bacaan yang diminatinya.

Ia bukan tipe 'seniman kemaren sore' yang masih coba-coba mencari gaya dan melihat berbagai peluang di seni rupa. Ia memiliki karakter kuat dalam teknik cukilnya dan tema-tema yang diangkatnya.
Statemennya belum lama ini "Mencukil adalah hidupku" dan "Aku mencukil maka aku ada" seakan ingin menegaskan betapa mendalam dan seriusnya ia dengan media ini.
Miracle Prints
………………..
Statemen seniman:
Persona Non Gatra secara harafiah berarti orang atau sekelompok orang yang tidak diinginkan atau ditolak kehadirannya dalam sebuah negara atau pemerintahan, karena merek dianggap berbahaya dan memiliki bentuk pemikiran yang berbeda dengan kebanyakan orang/ masyarakat awam. Contohnya saja sekolah-sekolah misreri yang muncul di abad Pertengahan, Perkumpulan Rahasia dan para Mistikus dengan berbagai ajaran terlarangnya. Dengan menggunakan samaran, topeng sampai bergerak dibawah tanah ajaran mereka terus berkembang seperti halnya Alkimia yang menyamar dalam Gnostisisme juga dalam seni (lukisan yang penuh simbol mistik). Tradisi mistik sebenarnya ada dalam semua agama yakni Sufisme dalam Islam, Kabbala Yahudi, Mistisisme Kristen, Samadhi dalam Buddha juga Yoga dalam Hindu.
Pameran kali ini akan lebih menekankan pada simbolisme mistik kristen dan tradisi Drama Bertopeng di Yunani. Sebuah dunia yang lebih luas, lebih asing, lebih kaya terbentang di bawah permukaan; di balik selubung dari Topeng. Selain untuk menyamarkan, untuk menyembunyikan sesuatu -jangan lupa bahwa kata Topeng dalam bahasa Latin yaitu 'persona' yang berarti untuk menyuarakan, mengatakan atau mengkomunikasikan secara lebih keras: pengalaman yang dialami. Sedangkan dalam bahasa Yunani, istilah 'prosophon' (Topeng) sering dipakai dalam drama-drama Yunani dan dimaksudkan seperti mikropon -supaya penonton yang jauh bisa mendengar suara sang Aktor dengan lebih jelas.
AB. Raharja

0 Comments

freedom of creation

6/12/2019

0 Comments

 
Picture

catalog_freedom_of_creation
File Size: 8263 kb
File Type: catalog_freedom of creation
Download File

0 Comments

BLOCK!

5/13/2019

0 Comments

 
Picture
PRESS RELEASE
BLOCK!
(B/W Woodblock/Linoblock Printing)
Pameran karya cukil kayu dan lino hitam-putih
Tempat                                : Miracle Prints, Suryodiningratan MJ II/853, Mantrijeron, Yogyakarta 55141
Waktu                                  : 17 - 30 Mei 2019
Peserta pameran             : M. Muhlis Lugis, AB. Raharja, Windi Delta, Reno Megy Setiawan, Rizal Eka Pramana,
                  Angga Sukma Permana, Syahrizal Pahlevi, Ariswan Adhitama, Carolyn  mcKenzie  
                  Craig/Australia dan Olesya Dhzuraeva/Ukraina
Acara   : Live Carving Performance
CP (WA)                              : Ria Novitri/081539816190
 
BLOCK!
Cukilan B/W
Block yang berarti ‘bidang’ diambil dari penggalan kata Woodblock atau Linoblock Printing. Ini adalah teknik seni grafis yang tua, ditemukan sejak abad ke 5 di China untuk kebutuhan mencetak huruf di kain dan kertas pada waktu itu. Teknik ini termasuk teknik sederhana yang tidak menggunakan bahan kimia dibanding beberapa teknik seni grafis lainnya yang membutuhkan tahapan dengan bahan kimiawi yang cukup rumit. Namun di tangan pegrafis berpengalaman kesederhanaan teknik ini justru menghasilkan karya-karya yang tidak sederhana dan mampu mengatasi ketuaan asal-usulnya dalam berhadapan dengan situasi masa kini.
Woodblock atau linoblock printing  atau biasa juga dikenal sebagai woodcut atau linocut dalam bahasa Indonesianya diartikan sebagai cukilan kayu atau cukilan lino. Teknik ini termasuk dalam kategori teknik relief print atau cetak tinggi dalam seni grafis. Prinsip teknik ini sejatinya adalah memanfaatkan bidang-bidang tinggi atau blok yang tersisa dari hasil cukilan pegrafis dengan pisau cukil khusus pada permukaan papan kayu atau lembaran linoleum. Oleh seniman yang terlatih, blok-blok tersisa itu setelah diolesi tinta dan dicetakkan di kertas atau media datar lainnya menjadi bahasa penyampai ide-ide mereka
Teknik ini memiliki varian dan mengalami perkembangannya seiring perubahan zaman. Kita mengenal woodblock/linoblock printing single plate-single color, single plate-mix color, single plate-multi color atau reduction, multi plate-multicolor. Umumnya teknik ini berbasis minyak atau menggunakan tinta cetak berbasis minyak untuk mencetakkan imagenya. Khusus pada Traditional Japanese Woodblock Printing atau biasa disebut Moku Hanga atau Ukiyo-E , tinta yang digunakan berbasis air seperti cat air dan tinta china. Untuk pelat, bahan yang dipakai juga bermacam seperti linoleum, rubber, stone, wood, plywood, hardboard, multipleks, MDF, artificial board. Alat untuk mencukil juga berkembang dari menggunalkan  pisau cukil konvensional hingga dapat memanfaatkan teknologi laser yang berkembang di era digital kini.
Pameran BLOCK! ini hanya akan memamerkan karya-karya teknik cukilan kayu dan lino yang dicetak hitam-putih. Dengan dicetak hanya menggunakan satu warna (tinta hitam di atas kertas  atau bidang putih lainnya) maka kekuatan dan kekhasan teknik cukilan akan tampil secara gamblang.
Pameran BLOCK! akan dibuat berlanjut di masa depan dalam skala nasional hingga internasional dengan melibatkan lebih banyak lagi seniman mengingat teknik ini akan terus dikerjakan pegrafis selama seni cetak grafis masih dibutuhkan. Jika kita masih percaya tentunya di masa mendatang akan terus lahir pegrafis-pegrafis baru dengan berbagai pembaharuan dan terobosan. Sementara harapannya pegrafis-pegrafis lama tetap bertahan dan semakin matang dengan tekniknya tersebut.
Apakah kesederhanaan dan ketuaan sebuah teknik seni grafis masih mampu bersaing dengan dinamika kehidupan kontemporer ini? Karya-karya cukilan seniman yang akan menjawabnya.
Miracle Prints
 


0 Comments

30 hari mencari alam

4/18/2019

0 Comments

 
Picture
Cahaya Novan adalah seniman muda  kelahiran Yogyakarta 21 November 1987 yang  bersemangat. Baru-baru ini ia menggelar pameran berdua rekannya Arif Hanung di Kiniko Art Management, Yogyakarta. Sebelumnya beberapa pameran tunggal ia gelar diantaranya 2017, pameran tunggal “RUMONGSO, RUMANGSANONO, RUMANGSANI  di Tirana Art & Kitchen, Yogyakarta dan ‘OWAH’ 2016 di Indische Coffee, Benteng Vredeburg Yogyakarta.
Dalam pameran tunggalnya di Miracle Prints ini ia membawakan judul ’30 Hari Mencari Alam’.  Novan akan menyajikan sebuah seni rupa sebagai hasil 3o harinya menjalani ‘laku puasa’ untuk membicarakan berbagai fenomena alam yang ia temui menyangkut pola hubungan manusia dan alam termasuk efek-efeknya.
Pameran akan dibuka oleh Bp. Soeatmadji, seorang sesepuh pencinta alam Yogyakarta pada hari Jumat, 26 April 2019 mulai pukul 16.00. Esay ditulis oleh Arif Hanung.
Pameran berlangsung sampai 13 Mei 2019, jam buka galeri pukul 10.00 – 17.00. Hari Minggu tutup.
Miracle Prints
 
 
30 HARI MENCARI ALAM
 
Fenomena alam memanglah sangat banyak dan mudah sekali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dari mulai yang kecil hingga yang bersifat global. Cahaya Novan turut memperhatikan hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Novan yang sudah tinggal di bantaran sungai kalibayem sejak 2003-an silam tentu sudah banyak menyaksikan fenomena alam di lingkungannya. Ketika musim penghujan tiba misalnya, volume air sungai meluap sehingga membuat beberapa rumah tetangganya kebanjiran. Pun ketika ia melihat berita tentang bencana alam, atas kepekaannya, terkadang ia dengan spontan menggoreskan perasaannya ke dalam karya, baik itu kertas ataupun kanvas. Seketika itu, Novan menganggap ritual itu merupakan bentuk cara pandang ketidakterimaanya terhadap pola perilaku manusia, yang menurut Novan menjadi titik berakibatnya bencana (horizontal). Tidak berhenti disitu, Novan seolah mengadukan ketidakterimaan tersebut kepada Sang Pencipta (vertical).
Dengan tema 30 HARI MENCARI ALAM, Novan meminjam istilah “sebulan penuh berpuasa_yang jumlahnya pun 30 hari_”. Novan berusaha mendokumentasikan proses ritualnya (dalam kepercayaannya) tersebut. Gagasan atas fenomena-fenomena yang ia temukan, khususnya akhir-akhir ini. Bagaimana ia membicarakan tentang hujan, air, tanah, udara, pepohonan, bebatuan dan unsur alam lainnya, serta hubungan pola perilaku manusia dengan alam, dan atau bagaimana efeknya terhadap alam (Arif Hanung).
………………………..
Name                                    : Cahaya Novan
Place, Date of Birth        : Yogyakarta, 21 November 1987
Address                                     : Sumberan RT.04, DS II, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul,      Yogyakarta.
Email                                        : ovan.cahaya@gmail.com
HP                                              : +62 878 7654 9822
 
SOLO EXHIBITIONS
2017
“RUMONGSO, RUMANGSANONO, RUMANGSANI”, Tirana Art house and Kitchen, Yogyakarta
2016
“OWAH”, Indische Koffie, Benteng Vredeburg, Yogyakarta
2015
“ROH KESEPIAN”, Rumah Seni Sidoarum, Yogyakarta
2013
“OJO DUMEH”, Miracle Art Space.Yogyakarta
“SUMSUMAN”, Asdrafi Art Space.Yogyakarta
 
 
DUO EXHIBITIONS
2019
“TAG TEAM”. Kiniko Art Management, Yogyakarta
 
 
GROUP EXHIBITIONS
 
2018
“HASTAG MAGER”, Kiniko Art Management, Yogyakarta
“KEEP CALM AND…”, Tirana Art House and Kitchen, Yogyakarta
2017
“Jogja VW Festival”, Jogja Expo Center, Yogyakarta
“HASTAG KAZETEL”, Bentara Budaya Yogyakarta, Yogyakarta
2016
“BREAKAWAY”, Indiecology Café, Yogyakarta
“LAA #4 (Lempuyangan Art Award)”, SD Lempuyangan, Yogyakarta
“Borobudur Today Art And Emotion”, Gallery SMSR, Yogyakarta
2015
“ARTLANTIS”, Ludens ArtSpace, Yogyakarta
Apeman “Ruwatan Sampah Cokro Manggilingan”, Malioboro
“Rambut Putih”, Tahun Mas, Yogyakarta
2014
“TAK MEMBIDIK TITIK”, Gendis resto, Yogyakarta
“TATTO MERDEKA”, Jogja Nasional Museum, Yogyakarta
“SAY PEACE WITH COLOUR”, Lempuyangan.Yogyakarta
“BERSAMA SANGGAR KALPIKA”. Taman Sari.Yogyakarta
“OCTOBER ART PAPER”, Rumah Seni Sidoarum,Yogyakarta
“ART INTROSPECTION”, Pawon Art Space.Borobudur, Magelang
2013
”BABARAN”Asdrafi Art Space, Yogyakarta
“LEMPUYANGAN ART AWARD”, Yogyakarta
“ANDEROCK 21-21”, Asdrafi Art Space, Yogyakarta
“ULTAH ASDRAFI 58th”, Asdrafi Art Space.Yogyakarta
“APEMAN”, Dari Malioboro Untuk Indonesia”, Malioboro,Yogyakarta
“ART FRESH, Agraris”, Sanggar Semud, Sleman, Yogyakarta
“MENGEJA DOA-DOA”, Kersan studio, Yogyakarta
“MALIOBORO PEDULI”, Jogja Galllery, Yogyakarta
2012
“TATTO UNTUK SEMUA”, Gerobak A(rt), Semarang
“DIANTARA DUA RUANG”, Asdrafi Art Space, Yogyakarta
“SUMPAH PEMUDA”, Situs Kriya JNM, Yogyakarta
“MIGUNANI TUMRAPING LIYAN”, XT square, Yogyakarta
“MUBAL GENERATION”, LIR Art Space, Yogyakarta
“JUST BECAUSE I LOVE YOU”, Via-Via Traveler's Café, Yogyakarta
 
 
PERFORMANCE ART
 
2018
Komunitas VW, Babad Alas Mentaok, Pasar Seni Gabusan, Yogyakarta
2015
Performance Art, VW anniversary, Omah Serut, Yogyakarta
 


0 Comments

SUPER PRINT SALE

4/6/2019

0 Comments

 
Picture
PRESS RELEASE
SUPER PRINT SALE
Diskonan karya dan workshop grafis
Tempat                : Miracle Prints, Suryodiningratan MJ II/853, Mantrijeron, Yogyakarta 55141
Waktu                  : 12, 13 dan 14 April 2019 dari pukul 10.00 sampai 17.00
Pembukaan       : 12 April 2019, pukul 10.00
CP (WA)              : Ria Novitri/087739315969
Deskripsi            : Harian Tribun Jogja, Sabtu 9 Maret 2019 di halaman 1 memuat berita mengenai pemerintah yang akan menaikkan gaji PNS plus rapel gaji 13 dan 14 pada awal bulan April 2019. Ini tentunya sebuah berkah yang perlu disyukuri para PNS dan keluarganya  terlepas adanya kecurigaan kenaikan ini berkaitan dengan kepentingan pilpres 17 April 2019.
Tentulah kenaikan gaji PNS akan sangat membantu keuangan masing-masing penerimanaya. Untuk belanja kebutuhan sehari-hari, anak sekolah, tabungan, cicilan rumah, cicilan kendaraan, modal usaha sampingan dan lain-lain yang semuanya adalah pemenuhan kebutuhan positif. Menjadi tidak efektif jika gaji digunakan hanya buat kebutuhan konsumtif seperti belanja pakaian berlebihan, membeli hp baru dan foya-foya. Alangkah lebih baiknya jika dana yang ada digunakan buat hal-hal positif diantaranya buat investasi budaya.
Atas dasar tersebut kami Miracle Prints Art Shop & Studio yang berlokasi di Suryodiningratan MJ. II/853, Mantrijeron, Yogyakarta 55141 mengadakan acara diskonan barang seni dan workshop bernama SUPER PRINT SALE.  Mengusung tagline #maribelanjaseni  acara ini awalnya diselenggarakan untuk menyasar para PNS yang mendapat berkah kenaikan gaji namun dapat direspon oleh semua kalangan. Ketimbang belanja yang tidak perlu dan konsumtif, mengapa tidak mencoba belanja (barang-barang) seni saja? Ada diskon besar lagi, diskon mulai 30 % sampai 70 %. Diskon ini hanya berlaku 3 hari, yakni tanggal 12, 13 dan 14 April 2019. Lewat tanggal tersebut harga kembali normal. Jadi tunggu apa lagi? Ayo para PNS dan siapa saja mari belanja (karya) seni di SUPER PRINT SALE 2019.
Miracle Prints
…………………..
Diskon karya & merchandise grafis:
  • Rizal Eka Pramana
  • Windi Delta
  • Reno Megy Setiawan
  • Dodi Irwandi
  • Ariswan Adhitama
  • Angga Sukma Permana
  • Syahrizal Pahlevi
  • Dan lain-lain
 
Diskonan Workshop:
Jumat, 12 April 2019, pukul 14.00 – 16.30: Monotype untuk anak. Instruktur: Syahrizal Pahlevi
Sabtu, 13 April 2019, pukul 14.00 – 16.30: Drypoint untuk remaja. Instruktur: Reno Megy Setiawan
Minggu, 14 April 2019, pukul 14.00 – 16.30: Cetak tinggi untuk anak dan remaja. Instruktur: Windi Delta
Biaya per worshop Rp. 40.000. Bahan dan alat disediakan panitia. Peserta membawa pulang plat dan karyanya.
 

0 Comments

kado (partron)

3/5/2019

0 Comments

 
Picture

PRESS RELEASE
KADO (Partron)
Pameran Seni Rupa
Tempat                : Miracle Prints, Suryodiningratan MJ II/853, Mntrijeron, Yogyakarta 55141
Waktu                  : 23 Maret – 23April 2019
Pembukaan       : Sabtu, 23 Maret 2019, pukul 19.00
CP (WA)              : Ria Novitri/087739315969
Deskripsi            : Pameran ini berusaha mempertemukan potongan-potongan ingatan antara seniman dan patronnya. Kontribusi apa saja yang telah diterima dan diberikan, dialog apa saja yang telah terjadi. Pameran  diinisiasi oleh beberapa seniman dan sahabat yang merasa memiliki kedekatan personal dengan seorang patron seni rupa Lie Chi Sing atau akrab dipanggil Sing-Sing, lebih dari sekedar hubungan seniman dan patronnya. Beberapa seniman dan sahabat tersebut ingin memberi ucapan terima kasih atas peran dan kontribusi Sing-Sing dalam karir kesenian dan pekerjaan mereka. Rasa terima kasih akan diwujudkan dalam sebuah pameran sekaligus sebagai “kado” untuk peringatan Ulang Tahunnya ke 58 pada tanggal 27 Maret 2019 yang akan datang.
…………………
Kuratorial
‘KADO (Partron)’
Posisi patron dalam dunia seni rupa merupakan posisi penting. Tanpa peran patron dunia seni rupa tidak akan berjalan sebagaimana saat ini. Produksi dan distribusi karya akan terganggu dan karir seorang seniman bisa tersendat.

Menurut Dr. Agus Priyatno, M.Sn, patron adalah orang yang mem­beri dukungan dana kepada se­seorang. Di bidang se­ni, dana di­berikan kepada se­niman untuk mem­beri duku­ngan finansial. Tu­juannya  agar kehidupan para se­ni­man se­jahtera, sehingga mereka da­pat berkreasi seni secara ber­ke­lan­jutan (“Patron Lukisan”, Dr. Agus Priyatno, M.Sn, Harian Analisa Medan 2016).

Sosok patron bisa berupa perorangan atau lembaga, baik lembaga pemerintah maupun swasta. Mereka bisa datang dari kalangan pengusaha,  karyawan, atau lembaga bank, kantor, departemen tertentu di pemerintahan Biasanya perorangan atau lembaga tersebut membeli karya seniman baik secara langsung, melalui art dealer, galeri atau balai lelang. Namun dukungan patron sebenarnya tidak hanya berupa finansial dengan membeli karya saja. Kesempatan berpameran, sponsor kegiatan, beasiswa, dana hibah, hadiah kompetisi dapat dimasukkan kedalam wilayah yang menjadi domain patron.

Sebagaimana halnya yang dilakukan kolektor, galeri termasuk art dealer, melalui  tangan dingin para para patron inilah bibt-bibit baru seniman banyak bertumbuh, dan nama-nama besar seniman semakin berkibar. Mereka membeli, memamerkan dan memperjual belikan karya-karya seniman. Dengan adanya peran tersebut seniman dapat hidup sebagai profesional dari hasil karya dan kerja mereka sendiri. Publik dan perspun terbantukan oleh peran para patron seni. Pameran-pameran karya seniman dapat ditonton rutin. Koleksi-koleksi para kolektorpun dapat diakses melalui museum pribadi mereka yang belakangan ini mulai dibuka untuk disaksikan umum.

Tentu ada patron yang baik dan ada patron yang kurang baik, sebagaimana dalam setiap sisi kehidupan masyarakat. Patron yang baik tidak hanya memikirkan keuntungannya pribadi, mereka paham apa yang dibutuhkan seniman dan memberi rasa nyaman  melalui  hubungan saling menguntungkan. Sementara patron yang kurang baik tidak paham dengan kebutuhan seniman dan hanya mementingkan keuntungannya sendiri. Seniman yang bekerjasama dengan patron begini kehilangan rasa nyaman dan akan merasa tengah dieksploitasi. Patron yang baik akan dikenang dan dicintai para seniman yang terkait dengannya, baik mereka yang terkait di masa lalu ketika mereka baru memulai karir kesenimannya ataupun terkait dalam jangka waktu yang panjang sejak seniman tersebut baru tumbuh hingga menjadi besar. Patron yang kurang baik akan berusaha dilupakan sekalipun pernah berjasa menumbuh-besarkan seorang seniman.

Sebegitu berpengaruhnya peran patron ini dapat dilihat pada masa bertumbuhnya abstrak ekspresionisme dan pop art di Amerika, Leo Castely (1904 – 1999) dengan Leo Castely Gallerynya adalah patron penting bagi perkembangan aliran tersebut.  Hampir semua  nama-nama terkenal dan penting kedua aliran tersebut berada dalam jangkauan Leo Castely seperti: Willem de Kooning, Robert Rauschenberg, Franz Kline, Frank Stella, Larry Poons, Lee Bontecou, James Rosenquist, Roy Lichtenstein, Andy Warhol, Robert Morris, Donald Judd, Dan Flavin, Cy Twombly, Ronald Davis, Ed Ruscha, Salvatore Scarpitta, Richard Serra, Bruce Nauman, Lawrence Weiner and Joseph Kosuth. Melalui perannya dunia dapat menyaksikan proses berkembangnya dua aliran seni rupa yang fenomenal ini. Untuk menyebut sebagai contoh, di dalam negeri, tokoh-tokoh semacam Raka Sumichan, dan Ciputra adalah patron-patron yang turut membesarkan karir seorang Affandi dan Hendra Gunawan. Sementara Ir. Soekarno adalah patron penting buat beberapa seniman pada waktu itu dikarenakan kegemaran presiden pertama RI tersebut membeli lukisan dari para pelukis kesayangannya.

Adalah Lie Chie Sing atau biasa dipanggil Sing-Sing, pria paruh baya yang hangat dan humoris yang tidak suka mempublikasikan dirinya. Ia lebih senang berada di belakang layar di balik berbagai peristiwa pameran dan distribusi karya para seniman  yang didukung dan diorganisirnya. lewat bendera KOONG Gallery sejak tahun 90an hingga saat ini. Pola kemitraan yang dibangunnya dengan seniman begitu cair yang terkadang mengaburkan batas antara seniman dengan seorang pemilik galeri, merangkap art dealer dan kolektor sekaligus. Beberapa tahun terakhir, dikarenakan sesuatu hal aktivitasnya dalam mensupport seniman melalui kegiatan pameran dan distribusi karya cukup berkurang. Namun bukan berarti ia berhenti sama sekali dan terputus hubungan dengan seniman dan dunia seni rupa.

Pameran berjudul “KADO (Partron)” ini berusaha mempertemukan potongan-potongan ingatan antara seniman dan patronnya. Kontribusi apa saja yang telah diterima dan diberikan, dialog apa saja yang telah terjadi. Pameran ini diinisiasi oleh beberapa seniman dan sahabat yang merasa memiliki kedekatan personal dengan Sing-Sing, lebih dari sekedar hubungan seniman dan patronnya. Beberapa seniman dan sahabat tersebut ingin memberi ucapan terima kasih atas peran dan kontribusi Sing-Sing dalam karir kesenian dan pekerjaan mereka. Rasa terima kasih akan diwujudkan dalam sebuah pameran sekaligus sebagai “kado” untuk peringatan Ulang Tahunnya ke 58 pada tanggal 27 Maret 2019 yang akan datang.


Syahrizal Pahlevi
 
Peserta pameran:
  • Wahyu Gunawan
  • Joko ‘Gundul’ Sulistiono
  • Edo Pillu
  • Yani Halim
  • Rudi ST. Darma
  • Dwi Satya ‘Acong’
  • Syahrizal Pahlevi
  • Lugas Syllabus
  • Ronald Apriyan
  • Erzane NE
  • Edi Maesar
  • Indra Dodi
  • Handra ‘Ahong’
  • Setyo
  • Erizal
  • Tina Wahyuningsih
  • Kasih Hartono
  • Farhan Siki
  • Sugiri Willim
  • Franziska Fennert
 
Testimoni:
Sing-sing panggilan akrab dari Lie Chi Sing, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari senirupa Indonesia. Kiprahnya dengan dilandasi kecintaan terhadap seni dan keberpihakan pada perupa muda menjadi rujukan penting dalam medan seni, terutama dengan galeri Koong-nya, yang walau saat ini mati suri, banyak memunculkan karya, seniman, event yang memperkaya kancah senirupa kontemporer Indonesia ditingkat nasional.
Sing-sing menjadi sebangsa system yang mengakomodir banyak seniman muda untuk manggung dan tumbuh sekaligus menawarkan nilai yang mempunyai relevansi antara wacana dan realitas pasar.
Rudi ST. Darma
………………………

Teman dan mentor yang 'gila' banyak membantu dan mengajari tentang art...dan sering ditransfer duit :
 
Terima kasih atas supportnya selama ini.. Selamat ulang tahun untuk Sing2..semoga senantiasa sehat dan bahagia selalu.
Handra ‘Ahong’
…………………………….

Pak Sing-Sing itu orangnya care dan luwes bicaranya, dia support sama seniman karna kecintaannya pada kemajuan seni Indonesia. Pak Sing-sing itu “biru”.
Ronald Apriyan
…………………….

Sekelumit tentang LCS Sing Sing yang ku kangeni selalu.
_____________

Dekade 2000an awal , menjumpai Lie Chi Sing (LCS), seorang pecinta elemen interior, khususnya lukisan.

LCS dengan segenap pengetahuannya tentang lukisan yang harmony dengan ruang. Kadang menekankan soal warna sebagai hal utama dan komposisi.

LCS sangat faham persoalan jiwa hasrat mengkoleksi karya seni rupa, apa yg diinginkan atau apa yang tidak diinginkan, karena pengalaman panjang menjadi kolektor benda seni dan dinamika arus perpindahan benda seni, transaksi dari tangan ke tangan.

Ada hal luar biasa yang LCS lakukan, LCS seperti petani yang tekun, membesarkan tanaman, memupuki, menyirami, menjadikan tanaman yang awalnya tak berdaya, menjadi berdaya dan berbuah. LCS merawat membesarkan pekerja seni hingga berbuah lebat  dan kadang tanpa turut mengunyah rasa manis buah itu sendiri. Ada pemandangan yang sangat manusiawi, penuh kebapakan, seorang yang diam-diam sangat religius, bahkan membunuh nyamukpun LCS enggan.  Kedekatan dengan seniman bukan relasi yg biasa, ini seringkali nampak sebagai praktik spiritual menyantuni yang total, hal yang sangat saya hormati dengan mendalam, ada sisi TAOisme yang kuat.

Style LCS yang santai dan penuh gelak tawa, namun tajam memberikan masukan berbagai hal tentang seni lukis dari point of view seorang pengkoleksi karya, seringkali membukakan cakrawala pemikiran yang lain.
Seringkali jiwa urakan seniman diberikan cara pandang menata presentasi sebuah pameran yang layak saji, atau coaching yang terkesan santai namun penting.

KOONG gallery dan Lie Chi Sing, plus dan minusnya adalah sebuah kebanggaan senirupa Indonesia.

 
Edo Pillu
 
.......................
Sing Sing orang baik.
Joko 'Gundul' Sulistiono
......................

Teruntuk Pak Sing-Sing yang menyukai warna biru..
Karyaku yang pertama kali terkoleksi olehmu menjadi modalku untuk terus maju..
Omelanmu di masa dulu turut membangun mentalku...
Masa itu kadang akupun merindu...
Salam hormat dan terima kasihku untukmu...
Semoga sehat dan sukses selalu


Lugas Syllabus 2019

 


0 Comments
<<Previous
Forward>>

    Author

    Write something about yourself. No need to be fancy, just an overview.

    Archives

    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018

    Categories

    All

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.