“Meraki” {may–rah–kee}—bahasa Yunani—berarti hal yang dilakukan dengan kreativitas dan cinta hingga sebagian dari jiwa mewujud di dalamnya. Kata itu mampu merepresentasikan kerja seniman yang bekerja mencipta dengan daya pikir melalui olah bentuk dan rasa. Menurut konsep seni S.Sudjojono, seni adalah jiwa ketok, jiwa seniman yang terlihat dalam karya-karyanya. Konsep ini tidak merujuk pada penilaian atau standar teknik tertentu, namun menekankan pada proses penciptaan karya, bagaimana seniman mengolah cita, rasa dan karsa dalam diri lalu mewujudkan itu ke dalam bentuk karya yang mampu mewakili dirinya. Proses ini seperti menelusuri pengalaman sadar dan bawah sadar seniman dengan membebaskan eksplorasinya, sehingga ia meninggalkan simbol-simbol personal sebagai bahasa yang menyatakan pemikirannya yang lebih mengacu pada jati dirinya.
Di masa pandemi Covid-19 yang melanda dunia, keterbatasan gerak semestinya tidak menjadi persoalan bagi seniman. Masa berbulan-bulan “dirumahkan” ibarat digiring kembali ke studio guna melakukan perenungan kembali, mencipta karya dan mengurangi aktivitas di luar rumah.
Kemajuan teknologi telah mempermudah penyajian presentasi hasil karya seni. Pada pameran “Meraki” ini, hadir karya-karya Harindarvati, Sumbul Pranov dan Meuz Prast yang mereka cipta selama masa pandemi. Karya-karya tersebut akan diunjukkan melalui pameran virtual, live streaming dan ragam media online lainnya. Hingga perjumpaan antara karya dan penikmatnya tetap ada.
Karya mereka sangat beragam. Karya-karya yang merepresentasikan jiwa kreatornya, karena sebagian dari diri mereka tergambar di sana. Sumbul Pranov, misalnya, ia terinspirasi oleh gumpalan awan dengan objek seorang perempuan yang sedang memikirkan sesuatu, yang menarasikan cita-cita tinggi, dan beberapa objek anjing yang menarasikan kesetiaan melebihi kesetiaan manusia sekali pun. Citra tersebut menggambarkan sebagian dari diri Sumbul sebagai seniman patung, yang kini kian berkurang, karena banyak pematung beralih melukis dan jarang membuat karya patung.
“Meraki” dalam bahasa Jawa berarti nyedhaki atau mendekati. Mendekati dalam konteks ini menjadi sebuah proses penggalian dalam mengenali diri, hingga karya-karya yang terlahir dari perenungan tersebut merupakan cerminan sebagian dari jiwa senimannya. Karya-karya Harindarvati mengeksplorasi sosok perempuan misterius dengan narasi surealis dan bermain warna kulit. Ia menemukan keasyikan sekaligus kemisteriusan dalam tubuh perempuan lain yang dilihatnya yang juga merupakan representasi dari dirinya yang paling dalam. Lain halnya dalam karya-karya Meuz Prast yang menghadirkan banyak citra mata. Ia lebih banyak melihat pun dilihat daripada berbicara dan mengidentifikasi peristiwa yang terjadi yang dibuatnya menjadi materi dalam karya-karyanya yang dihadirkan dalam pameran ini.
Pameran virtual “Meraki” berlangsung pada 24 Juli sampai 6 Agustus 2020 di Miracle Galeri Suryodiningratan, Yogyakarta. Hal ini sebagai upaya menyikapi kondisi pandemi yang sedang terjadi, sekaligus tetap menyambung nafas berkesenian melalui dunia virtual. “Kerja, kreativitas, dan jiwa!” itulah yang disuguhkan dalam “Meraki”.
katalog_meraki_1_-compressed.pdf |