PRESS RELEASE
KADO (Partron)
Pameran Seni Rupa
Tempat : Miracle Prints, Suryodiningratan MJ II/853, Mntrijeron, Yogyakarta 55141
Waktu : 23 Maret – 23April 2019
Pembukaan : Sabtu, 23 Maret 2019, pukul 19.00
CP (WA) : Ria Novitri/087739315969
Deskripsi : Pameran ini berusaha mempertemukan potongan-potongan ingatan antara seniman dan patronnya. Kontribusi apa saja yang telah diterima dan diberikan, dialog apa saja yang telah terjadi. Pameran diinisiasi oleh beberapa seniman dan sahabat yang merasa memiliki kedekatan personal dengan seorang patron seni rupa Lie Chi Sing atau akrab dipanggil Sing-Sing, lebih dari sekedar hubungan seniman dan patronnya. Beberapa seniman dan sahabat tersebut ingin memberi ucapan terima kasih atas peran dan kontribusi Sing-Sing dalam karir kesenian dan pekerjaan mereka. Rasa terima kasih akan diwujudkan dalam sebuah pameran sekaligus sebagai “kado” untuk peringatan Ulang Tahunnya ke 58 pada tanggal 27 Maret 2019 yang akan datang.
…………………
Kuratorial
‘KADO (Partron)’
Posisi patron dalam dunia seni rupa merupakan posisi penting. Tanpa peran patron dunia seni rupa tidak akan berjalan sebagaimana saat ini. Produksi dan distribusi karya akan terganggu dan karir seorang seniman bisa tersendat.
Menurut Dr. Agus Priyatno, M.Sn, patron adalah orang yang memberi dukungan dana kepada seseorang. Di bidang seni, dana diberikan kepada seniman untuk memberi dukungan finansial. Tujuannya agar kehidupan para seniman sejahtera, sehingga mereka dapat berkreasi seni secara berkelanjutan (“Patron Lukisan”, Dr. Agus Priyatno, M.Sn, Harian Analisa Medan 2016).
Sosok patron bisa berupa perorangan atau lembaga, baik lembaga pemerintah maupun swasta. Mereka bisa datang dari kalangan pengusaha, karyawan, atau lembaga bank, kantor, departemen tertentu di pemerintahan Biasanya perorangan atau lembaga tersebut membeli karya seniman baik secara langsung, melalui art dealer, galeri atau balai lelang. Namun dukungan patron sebenarnya tidak hanya berupa finansial dengan membeli karya saja. Kesempatan berpameran, sponsor kegiatan, beasiswa, dana hibah, hadiah kompetisi dapat dimasukkan kedalam wilayah yang menjadi domain patron.
Sebagaimana halnya yang dilakukan kolektor, galeri termasuk art dealer, melalui tangan dingin para para patron inilah bibt-bibit baru seniman banyak bertumbuh, dan nama-nama besar seniman semakin berkibar. Mereka membeli, memamerkan dan memperjual belikan karya-karya seniman. Dengan adanya peran tersebut seniman dapat hidup sebagai profesional dari hasil karya dan kerja mereka sendiri. Publik dan perspun terbantukan oleh peran para patron seni. Pameran-pameran karya seniman dapat ditonton rutin. Koleksi-koleksi para kolektorpun dapat diakses melalui museum pribadi mereka yang belakangan ini mulai dibuka untuk disaksikan umum.
Tentu ada patron yang baik dan ada patron yang kurang baik, sebagaimana dalam setiap sisi kehidupan masyarakat. Patron yang baik tidak hanya memikirkan keuntungannya pribadi, mereka paham apa yang dibutuhkan seniman dan memberi rasa nyaman melalui hubungan saling menguntungkan. Sementara patron yang kurang baik tidak paham dengan kebutuhan seniman dan hanya mementingkan keuntungannya sendiri. Seniman yang bekerjasama dengan patron begini kehilangan rasa nyaman dan akan merasa tengah dieksploitasi. Patron yang baik akan dikenang dan dicintai para seniman yang terkait dengannya, baik mereka yang terkait di masa lalu ketika mereka baru memulai karir kesenimannya ataupun terkait dalam jangka waktu yang panjang sejak seniman tersebut baru tumbuh hingga menjadi besar. Patron yang kurang baik akan berusaha dilupakan sekalipun pernah berjasa menumbuh-besarkan seorang seniman.
Sebegitu berpengaruhnya peran patron ini dapat dilihat pada masa bertumbuhnya abstrak ekspresionisme dan pop art di Amerika, Leo Castely (1904 – 1999) dengan Leo Castely Gallerynya adalah patron penting bagi perkembangan aliran tersebut. Hampir semua nama-nama terkenal dan penting kedua aliran tersebut berada dalam jangkauan Leo Castely seperti: Willem de Kooning, Robert Rauschenberg, Franz Kline, Frank Stella, Larry Poons, Lee Bontecou, James Rosenquist, Roy Lichtenstein, Andy Warhol, Robert Morris, Donald Judd, Dan Flavin, Cy Twombly, Ronald Davis, Ed Ruscha, Salvatore Scarpitta, Richard Serra, Bruce Nauman, Lawrence Weiner and Joseph Kosuth. Melalui perannya dunia dapat menyaksikan proses berkembangnya dua aliran seni rupa yang fenomenal ini. Untuk menyebut sebagai contoh, di dalam negeri, tokoh-tokoh semacam Raka Sumichan, dan Ciputra adalah patron-patron yang turut membesarkan karir seorang Affandi dan Hendra Gunawan. Sementara Ir. Soekarno adalah patron penting buat beberapa seniman pada waktu itu dikarenakan kegemaran presiden pertama RI tersebut membeli lukisan dari para pelukis kesayangannya.
Adalah Lie Chie Sing atau biasa dipanggil Sing-Sing, pria paruh baya yang hangat dan humoris yang tidak suka mempublikasikan dirinya. Ia lebih senang berada di belakang layar di balik berbagai peristiwa pameran dan distribusi karya para seniman yang didukung dan diorganisirnya. lewat bendera KOONG Gallery sejak tahun 90an hingga saat ini. Pola kemitraan yang dibangunnya dengan seniman begitu cair yang terkadang mengaburkan batas antara seniman dengan seorang pemilik galeri, merangkap art dealer dan kolektor sekaligus. Beberapa tahun terakhir, dikarenakan sesuatu hal aktivitasnya dalam mensupport seniman melalui kegiatan pameran dan distribusi karya cukup berkurang. Namun bukan berarti ia berhenti sama sekali dan terputus hubungan dengan seniman dan dunia seni rupa.
Pameran berjudul “KADO (Partron)” ini berusaha mempertemukan potongan-potongan ingatan antara seniman dan patronnya. Kontribusi apa saja yang telah diterima dan diberikan, dialog apa saja yang telah terjadi. Pameran ini diinisiasi oleh beberapa seniman dan sahabat yang merasa memiliki kedekatan personal dengan Sing-Sing, lebih dari sekedar hubungan seniman dan patronnya. Beberapa seniman dan sahabat tersebut ingin memberi ucapan terima kasih atas peran dan kontribusi Sing-Sing dalam karir kesenian dan pekerjaan mereka. Rasa terima kasih akan diwujudkan dalam sebuah pameran sekaligus sebagai “kado” untuk peringatan Ulang Tahunnya ke 58 pada tanggal 27 Maret 2019 yang akan datang.
Syahrizal Pahlevi
Peserta pameran:
- Wahyu Gunawan
- Joko ‘Gundul’ Sulistiono
- Edo Pillu
- Yani Halim
- Rudi ST. Darma
- Dwi Satya ‘Acong’
- Syahrizal Pahlevi
- Lugas Syllabus
- Ronald Apriyan
- Erzane NE
- Edi Maesar
- Indra Dodi
- Handra ‘Ahong’
- Setyo
- Erizal
- Tina Wahyuningsih
- Kasih Hartono
- Farhan Siki
- Sugiri Willim
- Franziska Fennert
Testimoni:
Sing-sing panggilan akrab dari Lie Chi Sing, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari senirupa Indonesia. Kiprahnya dengan dilandasi kecintaan terhadap seni dan keberpihakan pada perupa muda menjadi rujukan penting dalam medan seni, terutama dengan galeri Koong-nya, yang walau saat ini mati suri, banyak memunculkan karya, seniman, event yang memperkaya kancah senirupa kontemporer Indonesia ditingkat nasional.
Sing-sing menjadi sebangsa system yang mengakomodir banyak seniman muda untuk manggung dan tumbuh sekaligus menawarkan nilai yang mempunyai relevansi antara wacana dan realitas pasar.
Rudi ST. Darma
………………………
Teman dan mentor yang 'gila' banyak membantu dan mengajari tentang art...dan sering ditransfer duit :
Terima kasih atas supportnya selama ini.. Selamat ulang tahun untuk Sing2..semoga senantiasa sehat dan bahagia selalu.
Handra ‘Ahong’
…………………………….
Pak Sing-Sing itu orangnya care dan luwes bicaranya, dia support sama seniman karna kecintaannya pada kemajuan seni Indonesia. Pak Sing-sing itu “biru”.
Ronald Apriyan
…………………….
Sekelumit tentang LCS Sing Sing yang ku kangeni selalu.
_____________
Dekade 2000an awal , menjumpai Lie Chi Sing (LCS), seorang pecinta elemen interior, khususnya lukisan.
LCS dengan segenap pengetahuannya tentang lukisan yang harmony dengan ruang. Kadang menekankan soal warna sebagai hal utama dan komposisi.
LCS sangat faham persoalan jiwa hasrat mengkoleksi karya seni rupa, apa yg diinginkan atau apa yang tidak diinginkan, karena pengalaman panjang menjadi kolektor benda seni dan dinamika arus perpindahan benda seni, transaksi dari tangan ke tangan.
Ada hal luar biasa yang LCS lakukan, LCS seperti petani yang tekun, membesarkan tanaman, memupuki, menyirami, menjadikan tanaman yang awalnya tak berdaya, menjadi berdaya dan berbuah. LCS merawat membesarkan pekerja seni hingga berbuah lebat dan kadang tanpa turut mengunyah rasa manis buah itu sendiri. Ada pemandangan yang sangat manusiawi, penuh kebapakan, seorang yang diam-diam sangat religius, bahkan membunuh nyamukpun LCS enggan. Kedekatan dengan seniman bukan relasi yg biasa, ini seringkali nampak sebagai praktik spiritual menyantuni yang total, hal yang sangat saya hormati dengan mendalam, ada sisi TAOisme yang kuat.
Style LCS yang santai dan penuh gelak tawa, namun tajam memberikan masukan berbagai hal tentang seni lukis dari point of view seorang pengkoleksi karya, seringkali membukakan cakrawala pemikiran yang lain.
Seringkali jiwa urakan seniman diberikan cara pandang menata presentasi sebuah pameran yang layak saji, atau coaching yang terkesan santai namun penting.
KOONG gallery dan Lie Chi Sing, plus dan minusnya adalah sebuah kebanggaan senirupa Indonesia.
Edo Pillu
.......................
Sing Sing orang baik.
Joko 'Gundul' Sulistiono
......................
Teruntuk Pak Sing-Sing yang menyukai warna biru..
Karyaku yang pertama kali terkoleksi olehmu menjadi modalku untuk terus maju..
Omelanmu di masa dulu turut membangun mentalku...
Masa itu kadang akupun merindu...
Salam hormat dan terima kasihku untukmu...
Semoga sehat dan sukses selalu
Lugas Syllabus 2019