Menggambar itu mengasyikkan. Membuat lupa segala. Peralatannyapun bisa sangat seadanya.
Coba, hanya dengan sebatang pensil/pena/spidol dan sepotong kertas seseorang bisa tenggelam dalam larutan imajinasinya, dengan segala keasyikannya.
Diluar soal ide, menggambar tidak butuh persiapan banyak sebagaimana persiapan melukis misalnya. Jika melukis kita harus menyiapkan kanvas, mendasarinya, merentangnya pada spanraam, lalu menyiapkan kuas bersih, palet, tube-tube cat, pembersih kuas, kain lap dan sebagainya, maka menggambar tidak demikian.
Persiapan menggambar ringkas saja. Jika tidak ada pensil, ambil saja pena. Atau pakai spidol, charcoal atau tinta. Jika ingin, dapat saja menggabungkan berbagai media tersebut.
Kertasnya? Rasanya tidak ada yang akan protes jika kita menggunakan kertas buku tulis atau kertas untuk foto copy yang mudah ditemukan. Atau justru menggunakan kertas bekas dan kertas-kertas yang dianggap tidak berguna lagi sangat menantang jadinya
Intinya kertas apa saja dapat digunakan walau tentu saja buat profesional disarankan menggunakan kertas ganbar yang baik kwalitasnya. Inipun hanya saran sifatnya.
****
Menggambar itu mengkreasi bentuk. Ada visualnya.
Apapun yang digambar, bagaimapun cara mewujudkannya dan apapun hasil gambarnya tetaplah ia membentuk sesuatu, sesuatu yang bisa dilihat indera mata.
Mungkin representatif, seperti bentuk-bentuk yang realis atau mengacu realis. Ini bentuk yang jelas perbedaan gelap terang/volume/persfektif, anatomi dan lain-lain karena gambar representatif tujuannya ingin mewakili bentuk-bentuk yang dikenali atau bentuk-bentuk yang yang terdapat di alam. Dalam ganbar representatif bentuk yang dihadirkan tidak atau belum mengalami deformasi dari bentuk-bentuk asalnya yang ada di alam.
Atau mungkin nonrepresentatif, seperti bentuk-bentuk abstrak atau menuju abstrak. Ini bentuk yang tidak memperhitungkan gelap-terangnya/ volume dan perspektifnya karena gambar nonrepresentatif memang tidak bertujuan mewakili bentuk-bentuk yang dikenali ataupun bentuk-bentuk yang terdapat di alam. Gambar nonrepresentatif bentuknya telah mengalami deformasi sedemikian rupa sehingga tidak atau sulit dikenali dari bentuk-bentuk asalnya di alam.
****
Berbagai keterbatasan dalam masa pandemi Covid-19 yang berlarut ini juga sangat berdampak buat seorang Ipung Purnomo. Sebagaimana juga dialami oleh banyak orang lain, ia yang sebelumnya terbiasa dengan sebuah situasi tertentu yang terkendali baik hubungannya dengan pekerjaan ataupun kegiatan sehari-hari, karena pandemi ini harus merelakan kehilangan atau berubahnya kebiasaan-kebiasaannya.
Akibat kondisi ini, ada orang yang dapat beradaptasi dengan cepat namun banyak juga yang terus dilanda situasi kebingungan, sulit menerima dan keputusasaan.
Beruntunglah mereka yang dapat menerima situasi yang baru ini dan menyibukkan diri dengan melakukan banyak hal yang mengasyikkan. Salah satunya menggambar.
Ipung bersuntuk menggambar untuk membuang rasa suntuk dan gundah gulana perasaannya terhadap apa yang tengah terjadi di sekitarnya. Di kehidupan sehari-hari dan koneksitasnya dengan teknologi internet dan media sosial. Menggambar juga buatnya sebagai wahana menampung kekaguman dan perasaan senangnya terhadap sesuatu.
Bentuk-bentuknya tergolong nonrepresentatif, terjadi pemiuhan dan deformasi yang tertata.
Ada wajah (potret diri ?) yang digambar berulang-ulang, pohon, ranting, binatang kucing, meja kursi, tangan yang menggapai, kaki menjuntai, latar belakang yang kusut dan sebagainya. Kesemuanya dibuat dengan garis-garis yang tegas dan warna-warna mencorong, menerjang mata.
Lewat karya-karyanya yang berbau fauvis, Ipung merajut kenangan, mimpi dan harapannya dalam gambar-gambar yang bersemangat dan menggebu-gebu. Saking asyiknya seakan ia tidak ingin melepaskan sedetikpun momen indah yang berkelebat di hadapannya.
Disinilah gambar-gambar Ipung Purnomo menemukan maknanya. Ia hadir bukan saja sebagai hobbi yang telah lama ia kerjakan. Tetapi gambar-gambarnya menjadi katarsis dirinya untuk keluar dari situasi serba membatasi dan serba mencemaskan saat ini.
*****
Catatan: Ipung Purnomo (48 tahun) adalah perupa kelahiran Kediri yang berprofesi sebagai pengajar bahasa Inggris. Ia belajar seni rupa secara otodidak.
Lulusan S1 Universitas Jember ini pernah 9 tahun tinggal di Papua mengajar privat bahasa Inggris disana sembari mengasah pengalaman berkarya seni rupa. Sejak dua tahun lalu ia kembali ke kampung halamannya di Kediri bekerja dan berkarya disana.
Ini pameran tunggalnya yang pertama di galeri. Sebelumnya ia pernah menbuat pajang karya di sebuah kios yang kosong di Kediri dan di teras rumahnya juga di kota Kediri. Ada sekitar 40an karya drawing di atas kertas dan 5 lukisan di kanvas dalam ukuran bidang A5 sampai A3.
2019, sebelum pandemi ia mengikuti residensi 3 bulan di Kersan Art Studio Yogyakarta.
******
Syahrizal Pahlevi
17 Maret 2022