teras
  • MIRACLE PRINTS
    • News >
      • PLEASURE-PASSION >
        • Ariswan Adhitama
        • M. Muhlis Lugis
        • Reno Megy Setiawan
        • Syahrizal Pahlevi
      • Archives >
        • Mini Residency >
          • Online Application
      • Home >
        • MEMBER of Miracle Prints >
          • Support
        • Gallery >
          • Merchandise
        • TERAS Management
        • TERAS PRINT DEALER
        • About
        • Links
        • Contact
  • Studio
    • Facilities
    • Editioning
    • Classes
    • History and Technique Printmaking
    • Articles on Printmaking from Art in Print
  • Printmaker Syahrizal Pahlevi
  • JIMB
  • Blog

miracle blog

mata-mata

7/14/2019

0 Comments

 
Picture
MATA-MATA
Pameran Tunggal Meuz Prast
16  – 30 Agustus 2019
Tempat: Miracle Prints, Suryodiningratan MJ. II/853, Mantrijeron, Yogyakarta 55141
Pembukaan: Jumat, 16 Agustus 2019, pukul 16.00
Dibuka oleh: Kris Budiman
Penulis: Ida Fitri
Penyelenggara: Miracle Prints & seniman
Contact Person: Ria Novitri/081539816190
Deskripsi:
Materi karya: sekitar 10-15, dengan media kanvas dan kertas berbagai ukuran.
 
CV seniman
Meuz Prast
Alamat : Mejing Kidul RT 03, RW 08, Ambarketawang , Gamping 55294, Sleman, Yogyakarta.
Email.   : meuzprast@gmail.com
Ig           : @meuzprast
Project Manager di Rumah Seni Sidoarum Yogyakarta 2014 - 2016
Solo Exhibition
2017: Face Project, Limas Art House (Kembang Jati Art House) Yk
Group Exhibition
2005 :
- Sketch group exhibition "Hitam Putih Jogja 249", Gramedia Yogyakarta.
- Lumpang group exhibition "Pemahaman Hidup" Griya Kedaulatan Rakyat Yogyakarta.
- Art Project; Paramadina Celebration, Mural competition Breaking the record 1000M.
2006 : group exhibition "Art for Jogja" , Taman Budaya Yogyakarta.
2007 : group exhibition STAN Jakarta.
- LUMPANG group exhibition "langkah menggapai imajinasi", Rumah Budaya Tembi.
2013 : 
-KRIDARO group exhibition "Byuur" Rumah Pelantjong Yogyakarta.
- Group Exhibition "Suka Pari Suka" Museum Affandi Yogyakarta.
2014: 
- Explanation KRIDARO group exhibition, Rumah Seni Sidoarum, Yogyakarta.
- Group exhibition "Seratus Persen Indonesia'' , Pondok Tingal Magelang.
-group exhibition "Nyaur Utang" Bentara Budaya Yogyakarta.
-Pararel evet artjog 14, bersama perupa kulon ringroad, Rumah Seni Sidoarum Yk.
-October Paper, Rumah Seni Sidoarum Yk
2015:
-"Oase" Pararel event ArtJog art exhibition, Rumah Seni Sidoarum Yogyakarta.
- Production manager 'Belajar Bersama Maestro" (BBM) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Rumah Seni Sidoarum Yogyakarta.
- group exhibition "Rambut Putih" Tahunmas Yogyakarta.
- Gelar Maestro di Gedung kotak Taman Pintar Yk.
- Totem Nandur Srawung team work bersama KRIDARO, Taman Budaya Yk
2016 : 
- Titi Mangsa group exhibition, Rumah Seni Sidoarum, Yogyakarta 
-group exhibition Nandur Srawung Taman Budaya Yogyakarta.
- FKY #28 Plaza Ngasem Yogyakarta.
-  "25th Prambanan World Heritage" group exhibition, Museum Prambanan.
2017 :
- One Day, Inna Garuda Hootel.
- Drawing Purba, New Miracle Prints Yogyakarta.
- Drawing Nusantara, Studio Kalahan Yogyakarta.
- Sharing Happiness, group exhibition Limas Art House Yogyakarta.
- International Artswitch Exhibition, Jogja Gallery
2018:
-  "Nyongsong, Nyingsing, Nyungsung" group exhibition KRIDARO, Omah Petroek, Pakem, Yk.
- "Luar Batas" group exhibition Kembang Jati Art House, Yk.
2019:
- " KOSEN" Bentara Budaya Yogyakarta.

Mata-mata
Meuz Prast
 
Secara kebahasaan, judul pameran “mata-mata” bisa bermakna ganda. Pertama, mata-mata menunjukkan gejala pengulangan kata atau reduplikasi, yang utuh dan tak mengubah makna dari kata aslinya, tetapi menunjukkan jumlah yang jamak. Artinya, judul ini mengantar audiens memperhatikan mata sebagai subject matter dan diperingatkan bahwa akan menemukan mata lebih dari satu. Kedua, “mata-mata” merupakan reduplikasi semu dan idiomatik. Ia memiliki makna baru, yaitu orang yang ditugasi menyelidiki secara diam-diam. Sehingga judul ini memberikan tawaran bebas kepada audiens untuk memilih jalur mana yang akan digunakan untuk membaca karya-karya Meuz. Persis seperti permainan tentukan sendiri petualanganmu. Jika anda memilih yang pertama, yaitu mata-mata sebagai pengulangan kata untuk menunjukkan jamak, maka pembacaan anda cukup di sini. Sebab anda hanya akan melihat mata di setiap lukisan, baik yang berjumlah banyak atau pun tunggal. Tetapi jika anda memilih tafsir yang kedua, maka saya mengundang anda untuk melakukan pembacaan lebih jauh terhadap karya-karya Meuz.  
 
Dalam kisah penciptaan yang dicatat dalam Kitab Kejadian 1:1 terdapat tujuh kali dikatakan Tuhan “melihat” dan dihubungkan dengan kata “baik”. Formulanya adalah “Allah melihat … (ciptaan) baik”, yang terdapat di ayat 4, 10, 12, 18, 21, 25, dan 31. Kemudian setelah manusia diciptakan –laki-laki dan perempuan, mereka memakan buah terlarang. Dalam Kitab Kejadian 3:7 disebutkan bahwa, “Maka terbukalah mata mereka berdua dan tahu menyematkan daun pohon ara serta membuat selampit.” Dalam hal ini “terbukalah mata mereka”, dikaitkan bukan saja dengan indera penglihatan tapi juga dengan kesadaran baru dan pengamatan yang jeli terhadap dunia sekitar. Demikianlah, mata dimaknai oleh Meuz dan dituangkan dalam lukisan, seperti yang ia yakini dari Alkitab.
 
Ia mereduksi karya-karya dalam pameran sebelumnya “Face Project”, di mana wajah memberikan konteks bagi mata. Kali ini, subject matter terletak pada mata yang realis di tengah sapuan warna, titik, dan garis yang abstrak. Hal ini menjelaskan bahwa mata merupakan centre of interest atau pokok persoalan yang ingin dikemukakan. Mata yang dibuat realis menimbulkan tatapan yang intimidatif kepada audiens. Efeknya ini bisa bervariasi bagi audiens, tetapi satu di antaranya adalah sensasi seperti dua orang berserobok atau ketahuan saling menatap. Mungkin tidak nyaman, karena kita merasa seperti ditatap balik.
 
Namun bagi masyarakat urban, disadari atau tidak, hal ini merupakan fenomena keseharian hidup di dua dunia, yang nyata dan yang maya. Dalam kehidupan nyata, orang Jawa mengenal wang sinawang atau memandang orang lain secara sekilas atau sebatas permukaan.  Di media sosial yang maya, kita melakukan stalking atau memata-matai orang lain, dan sebaliknya kita pun sesungguhnya sedang diamati oleh orang lain. Sistem pengamatan atau pengawasan tak setara atau sepihak yang dikenalkan oleh Foucault sebagai panopticon kini berwujud CCTV yang tersebar di mana-mana tanpa kelihatan keberadaannya merekam semua aktivitas manusia dalam jangkauan radius tertentu.
 
Sejak hidup di dua dunia, nyata dan maya di era industri 4.0, manusia memiliki tabiat baru dalam kehidupan sosialnya. Satu di antaranya adalah aktivitas meratap di media sosial. Meuz menganalogikannya dengan ritual yang dilakukan oleh masyarakat Yahudi, yaitu berdoa dan menyampaikan penyesalan atas dosa-dosa di Tembok Ratapan. Dulu, sisa dinding Bait Suci yang dibangun oleh Raja Herodes dan hancur ketika orang-orang Yahudi memberontak pada kerajaan Romawi pada abad 70 Masehi ini dikenal sebagai Tembok Barat. Mereka percaya bahwa tembok ini tidak musnah karena di situlah hadir Sang Ilahi. Sehingga berdoa di situ sama artinya berdoa pada Tuhan. Demikian pula dengan manusia modern sekarang. Bedanya, mereka meratap di dinding Facebook, Twitter, Instagram dan platform media sosial lainnya. Dalam lukisan “Tembok Ratapan”, Meuz menuliskan dengan pulpen dan spidol penggalan-penggalan di Kidung Pengadhuh yang merupakan terjemahan Alkitab berbahasa Jawa. Tulisan tangan ini menindih kolase kertas-kertas tagihan dan nota-nota pembayaran di beberapa sisinya.
 
Selain itu, di sisi bidang kanvas atau kertas yang lain, terdapat ikon-ikon dalam Alkitab, seperti hati, apel dan otak yang merupakan simbol pikiran. Dalam versi populer ketika Kristen berkembang di Eropa, apel adalah buah mitologis yang mempunyai elemen kenyataan sekaligus gambaran simbolik dengan berlapis-lapis makna. Ia menerangkan suatu kenyataan tatapi ditafsirkan dengan cara tertentu atau membawa pesan tertentu. Tempatnya di ruang keyakinan, tentang buah pengetahuan baik dan jahat, atau buah pengetahuan atas segala sesuatu. Dalam kisah kejadian buah ini dilarang untuk dimakan. Secara tradisional, hal ini merupakan tafsir agar supaya manusia mengetahui batas. Sedangkan tafsir progresifnya mengatakan bahwa manusia hendaknya tidak seperti Tuhan.
 
Membicarakan teknik, Meuz membelah dirinya menjadi pelukis abstrak sekaligus realis di waktu yang bersamaan. Ia mengartikulasikan mata dan mata-mata dengan gaya realis yang mendekati atau mirip dengan aslinya. Tetapi Ia juga memberikan latar tanwujud yang tidak menggambarkan subjek seperti aslinya. Warna dan bentuk dibuatnya non-representasional namun ekspresif bagi jiwa dan energinya. Seperti dikatakan oleh banyak orang, bahwa lukisan abstrak adalah lukisan yang tidak hendak merepresentasikan sesuatu. Namun, sesungguhnya tidak sepenuh-penuhnya demikian. Ketika melukis abstrak, Meuz merepresentasikan dirinya, memanifestasikan kontur emosinya sebagai manusia yang dinamis. Maka seabstrak apa pun sebuah lukisan, masih dapat diketahui siapa pelukisnya. Jejak-jejak yang masih bisa dikenali ini merupakan ciri yang merepresentasikan perupanya, yaitu yang membedakan Meuz dengan seniman-seniman lain.   
 
Ida Fitri
Penulis, penyunting, penerjemah bebas.
Bekerja di ICRS (Indonesian Consortium for Religious Studies).
 
Tulisan ini berhutang pengetahuan kepada Dr. Leonard C. Epafras (UKDW/ICRS)
 


e-katalog_solo_exhibition_mata_mata_by_meuz_prast
File Size: 3148 kb
File Type: e-katalog_solo exhibition_mata mata by meuz prast
Download File

0 Comments

still life with apples

7/14/2019

0 Comments

 
Picture
“STILL LIFE WITH APPLES”
 
Solo Exhibition  Syahrizal Pahlevi
23 Juli – 30 Agustus 2019
Tempat                             : NALARROEPA RUANG SENI, Karangjati Rt. 05, Rw. XI, Tamantirto Kasihan-Bantul,
  Yogyakarta 55183
Seniman              : Syahrizal Pahlevi
 
Materi pameran: Sekitar 30 karya cetak cukil kayu, cat air dan cat minyak di atas kertas, kain dan kanvas buatan tahun 2019
 
Pembukaan        : Selasa, 23 Juli 2019, pukul 16.00 – selesai
 
Dibuka oleh        :Maya Sujatmiko
 
Penulis                 : A. Sudjud Dartanto
 
Penyelenggara  : Miracle Prints dan Nalarroepa
CP                           : Ria Novitri/081529816190, Dedy Sufriadi/08112546376
 
 
Mengejar Cahaya : Cezanne, Pahlevi, dan Impresi Sains
 
Di tengah fenomena pameran seni rupa belakangan yang ‘banyak mengusahakan kebaruan ide, bentuk dan teknik’, pameran tunggal Pahlevi kali berbeda. Pahlevi melakukan apa yang sering dikatakan pengamat seni sebagai sebuah praktik ‘apropriasi’, yakni sebuah metode meminjam ide, bentuk, dan teknik dari karya yang tergolong ‘masterpiece’, atau yang menjadi ikon dalam sejarah, dalam hal ini sejarah seni. Pahlevi mengamati Paul Cezanne (1839-1906), satu ikon aliran posimpresionisme dari Barat. Konteks mengamati ini penting. Pahlevi tidak sedang/sekadar melakukan praktik membuat karya ala seniman Eropa, namun bisa diletakkan posisinya dari ‘perspektif oksidentalis’, yaitu bagaimana Pahlevi sebagai ‘orang dari Timur’ yang melihat hasil dari ‘kebudayaan Barat’ (pengetahuan posimpresionsime Paul Cezanne).
 
Dalam kajian poskolonial, persoalan perspektif tandingan ini banyak dibahas. Jika dulu, orientalisme dipakai oleh Barat dalam memproduksi pengetahuan atas timur, maka sebagai perspektif berbalik, oksidentalisme menjadi strategi untuk membaca Barat, yang pada awalnya untuk meneliti, membongkar dan memperlihat asumsi dasar ‘pengetahuan Barat’ yang keliru dalam memandang ‘kebudayaan Timur’. Percakapan mengenai itu kami lakukan di studio Pahlevi pada suatu hari dengan cahaya pagi yang hangat. Dengan semangat Pahlevi memperlihatkan karya dari beragam teknik, dari teknik cukil kayu, mokuhanga, cat air dan cat minyak dalam mengapropriasi karya-karya Paul Cezanne, terutama Ia memberi perhatian pada seri karya ‘Still Life with Apples’ Cezanne yang termahsyur itu, kemudian Ia petik sebagai tema pameran tunggalnya ini. Kalangan seni rupa tentu sangat mengenali sosok Cezanne, ia bahkan menjadi satu menu wajib dalam pelajaran sejarah seni rupa Barat, baik di sekolah, maupun di perguruan tinggi seni.
 
Sebagaimana Levi, demikian ia dipanggil, siapapun akan tergoda untuk ingin tahu, mengapa karya itu dianggap hebat, penting oleh sejarawan dan museum seni, khususnya di Barat?  Kita tahu, kebudayaan pengetahuan di Barat sangat menaruh perhatian pada berbagai temuan, termasuk dalam hal ini adalah temuan aliran seni, bahwa impresionisme ditangan Cezanne terus dipakai, terutama dalam pokok pengamatan pantulan cahaya atas benda dan ruang, walaupun Cezanne dianggap sebagai posimpresionis, Ia tetap tergila-gila pada praksis pengamatan atas pantulan cahaya terhadap objek dengan berbagai eksperimen mengubah tata aturan komposisi(set of rules). Temuan Cezanne berharga dan penting, karyanya bukan sekadar persoalan artistik (yang banyak dituduh demikian oleh orang), namun dibalik itu mengandung pengetahuan ‘binocular vision’, yaitu pengetahuan yang datang dari penglihatan tiga dimensi, meskipun bayangan yang jatuh pada kedua retina adalah bayangan dua dimensi. Inilah pokoknya. Dari eksplorasi itu Cezanne menjadi bagian dari deretan modernis Barat yang dianggap berhasil menunjukkan kerja ‘sains’ atas seni. Mengapa sains penting? Kita perlu membaca dari arah perspektif lebar, bahwa pada semangat jaman(zeigeist), kurang lebih pada abad 17, semangat renaisans (pencerahan) masih tergetar kuat, dan renaisans dalam seni adalah reaksi dari para seniman untuk mencari pengetahuan baru, ditengah dirinya dalam berelasi dengan alam dan semesta. Dasar dari pencarian itu adalah empirisisime, termasuk dalam hal ini, baik impresionisme dan posimpresionisme juga berangkat dari semacam kerja empiris, yakni membuktikan nilai cahaya atas konstruksi ruang/benda.
 
Dari uraian itu dapat kita pahami, pada gilirannya, museum-museum seni di Barat, pada awalnya, terkait dengan fungsi pemanggungan pengetahuan-pengetahuan seni yang lahir dari para ‘avant-gardis’/‘seniman jenius’, yang dianggap memiliki ciri tiga ‘O’ besar: Otentik, Otonom, Orisinal, dan Cezanne, salah satu diantaranya, yang pada awalnya sulit menembusnya. Seni rupa modern adalah seni rupa dengan watak ‘sains’ yang kuat. Di Indonesia, adalah mazhab Bandung dengan ITB sebagai pusat akademianya, yang pada awal kelahirannya menggusung formalisme, disana sama, seni adalah sebuah sebuah praktik saintifik, dan ini berbeda dengan mazhab Yogyakarta, dengan ASRI sebagai pusat akademianya,  disini adalah realisme, dimana seni adalah alat perjuangan revolusi. Dari konteks ini, kita bisa dengan gamblang membicarakan pameran Pahlevi dengan Cezanne, sebagai ilmuwan seni, tentu konteks ilmuwan ini berbeda dengan Leonardo Da Vinci yang paripurna dalam segala keilmuannya, Cezanne bukan Da Vinci, namun ia tetap menyisakan jejak saintifik dalam karya-karyanya.
 
Bagi saya, tema “Still Life with Apples” ini bermakna simbolis, ia menyatakan sebuah wacana saintifik atas pengamatan hal yang sehari-hari yaitu objek yang bisa berupa buah, atau benda-benda di atas meja. Potret objek diam ini terkenal dalam ajaran seni rupa, setiap pelajar seni diharap bisa menguasai bentuk, arah cahaya, dan sebagai sebuah laku impresionistik perlu melihat dampak cahaya atas benda, dan lebih dari itu, bagaimana volume objek itu akan tampil ketika tata aturan komposisinya diubah-ubah. Perkara “still life” ini menarik, dalam tradisi seni rupa modern di Barat, gambar “still life” dianggap sebagai bagian dari representasi seni lukis modern, diatasnya ada seni lukis lanskap, diatasnya lagi ada seni lukis tokoh/figur yang memiliki kekuasaan, entah raja, pangeran, hartawan, dan semacamnya, diatas atau sejajar dengannya adalah pengambaran injil, atau hal yang berkenaan dengan religi. Hirarki itu tanpa sadar terbangun dan menjadi refleksi atas struktur kesadaran modernisme seni di Barat. Saya kira, dititik ini Pahlevi beririsan, dan sekaligus berbeda.
 
Sepengenalan saya dengan Pahlevi, ia seperti seorang ilmuwan yang tertarik pada perkara keteknikan. Latar edukasi Levi dari studio seni lukis, namun Ia justru meminati seni grafis, dan kita tahu didalam seni grafis ada beragam teknik yang rumit untuk dipelajari. Justru kerumitan itu menjadi sebuah seni tersendiri, dengan segala efek cetaknya, dari manual hingga digital. Didalam studio ini, Levi seperti sebuah ilmuwan, Ia dikenal tekun dalam memperhatikan detil produksi, dan pada pamerannya ini, Levi mencari titik nikmat pada setiap percobaan teknik yang Ia lakukan. Kita perlu melihat semua teknik yang Ia tempuh dan mari nikmati bagaimana Cezanne disitu, sebagai tokoh, sebagai metode posimpresionis, dan dalam ruang hilir mudik pandangan dari peradaban ‘Timur’ ke ‘Barat’ dan sebaliknya. Apakah ini akan sama dengan para orientalis yang mengejar cahaya sempurna hingga ke Hindia-Belanda?
 
Yogyakarta, 22 Juli 2019
 
Sudjud Dartanto
 ....................................
 
Statemen seniman:
 
STILL LIFE WITH APPLES (dan aspek-aspeknya)
 
Ini adalah seri kedua dari proyek ‘rekonstruksi old master’ setelah seri pertama rekonstruksi berupa pengerjaan 20 karya grafis teknik woodcut reduksi dalam berbagai ukuran yang dibuat tahun 2017 – 2019. Seri pertama rekonstruksi ini sebagian  telah dipamerkan di MDTL Yogyakarta Januari 2018 yang lalu dengan judul “Dari Guanlan ke Arles” (Trilogi Reduksi I) dan sebagian sisanya dipamerkan di Kebun Buku Yogyakarta setahun kemudian pada Januari 2019 dengan judul “Bedroom in Arles” (Trilogi Reduksi II). Karya-karya seri pertama rekonstruksi berangkat dari impresi visual atas sebuah karya old master seniman Vincent Van Gogh berjudul “Bedroom in Arles” yang menggambarkan interior kamar tidurnya semasa tinggal di kota Arles, Perancis tahun 1888-1889.
 
Dalam seri kedua rekonstruksi ini saya menggeser perhatian pada karya-karya seniman old master lainnya yaitu Paul Cezanne yang mendapat gelar sebagai Bapak Seni Rupa Modern.  Dari sekian banyak objek dan periode kekaryaan Paul Cezanne, saya tertarik kepada periode still lifenya yang berobjekkan buah apel dalam berbagai komposisi dan keadaan. Judul “Still Life With Apples” adalah salah satu judul karya-karya periode still life Paul Cezanne yang saya gunakan sebagai judul pameran ini dan juga menjadi judul beberapa karya yang saya buat. Jika pada seri rekonstruksi pertama saya fokus hanya membuat karya grafis dengan teknik woodcut reduksi, dalam seri rekonstruksi kedua ini saya mencoba meluaskannya dengan merambah teknik dan media lain. Selain dengan teknik woodcut reduksi cetak di atas kertas, saya juga membuat karya woodcut satu pelat yang dicetak di atas kertas dan di atas kain polos ditambah teknik mokuhanga yang merupakan seni cukil kayu tradisional Jepang berbasis air cetak di atas kertas. Lalu ada lukisan cat air di atas kertas dan lukisan berbahan cat minyak di atas cardboard, kertas dan kanvas. Perluasan media ini selain untuk memaksimalkan berbagai potensi yang cukup lama saya tinggalkan karena tengah memfokuskan pada karya seni grafis, terutama didorong kesadaran karena ada ekspresi yang tidak dapat dicapai hanya dengan satu teknik atau satu media saja.
 
Proyek ‘rekonstruksi old master’ ini sebenarnya berangkat dari ide sederhana menggali memori masa lalu, yaitu memori atas pekerjaan sambilan saya semasa menjadi mahasiswa seni rupa di FSRD ISI Yogyakarta hampir 30 tahun lalu. Pada tahun 1990-1992 bersama beberapa teman mahasiswa seni rupa lainnya saya terlibat dalam industri reproduksi lukisan old master Eropa di sebuah galeri kecil di pusat kota Yogyakarta. Kami membuat lukisan-lukisan repro berdasar gambar di poscard dari karya-karya seniman seperti Van Gogh, Cezanne, Renoir, Gauguin, Degas dan lain-lain dalam berbagai ukuran kanvas dengan tingkat kepersisan 70-80 %. Dorongan tersebut mendapatkan momentumnya sekembali saya dari menjalani residensi di China pertengahan tahun 2017 lalu dimana saya sempat mengunjungi sebuah pusat pembuatan reproduksi lukisan karya old master terbesar di dunia bernama Dafen Artist Village yang terletak di Shenzhen, China.
 
Ide kemudian berkembang dengan menjadikan karya-karya old master Eropa yang pernah direpro dahulu menjadi titik berangkat untuk membuat karya-karya personal yang bebas. Saya menyebutnya sebagai ‘rekonsruksi’ karena ide yang berangkat dari visual karya  maupun aspek-aspek pendukungnya berupa pengetahuan mengenai objek kemudian ditelusuri, dianalisa, digubah,  dirusak dan disusun kembali menjadi bentuk-bentuk baru yang dinamis. Hasilnya sering kali menjadi tidak terduga karena proses berkarya yang dimulai dengan perencanaan seperti halnya mendisain bertemu dengan keliaran intuisi atau gerak hati dan perasaan pada saat bekerja. Pikiran bisa berkait kemana-mana; ke persoalan dalam diri dan persoalan-persoalan diluarnya. Komposisi, bentuk dan warna yang muncul kemudian adalah refleksi atas semua hal yang terasakan saat itu.
 
Syahrizal Pahlevi

Baca juga liputan Gatra.com https://www.gatra.com/detail/news/432710

 


0 Comments

koloni

7/14/2019

0 Comments

 
Picture
Press release
KOLONI
Pameran Seni Rupa Gunadi ‘Uwuh’
Objek, Hot Engraving panel etc
21 Juli – 28 Agustus 2019
Tempat: KEBUN BUKU Art, Book & Café, Jl. Minggiran 61 A, Mantrijeron, Yogyakarta
Pembukaan: Minggu, 21 Juli 2019, pukul 16.00
Dibuka oleh: Ong Hari Wahyu
Penyelenggara: Kebun Buku & Miracle Prints
Contact Person: Ria Novitri/081539816190
K  O  L  O  N  I
 
Hasil apakah yang setiap saat dan selalu berlanjut dari sejak lahir hingga kematian menjemput, kita ciptakan?

Yang tidak kita sadari, tidak kita mengerti atau bahkan tidak juga kita pedulikan.

Ya... kita menghasilkan "sesuatu"...

Benda - benda yang membantu kehidupan kita,  agar menjadi lebih mudah dan praktis. 
 
Bahkan kadang banyak dari apa yang kita hasilkan tersebut sama sekali tidak kita butuhkan,  setelah usang dan kemudian tersingkirkan.

Tapi apakah kita juga tidak sedikit saja bergeming,  apa yang kita hasilkan itu menumpuk, berkumpul seperti halnya organisme baru yang terus berkembang.

Sekumpulan organisme yang bergerombol yang pada akhirnya bukan mempermudah kehidupan kita.

Tapi menjadi masalah baru, yang berbalik menyerang dan mempersulit kita. 
 
Karena mereka kini sudah masuk ke dalam kehidupan begitu dalam, masif dan dengan banyak struktur.

Dan organisme benda tersebut adalah barang bekas pakai, tak terpakai dari kehidupan kita yang sudah berKOLONI.
 
Gunadi a.k.a Uwuh, 2019
 
 
Biografi seniman:
 
Gunadi a.k.a Uwuh lahir pada tahun 1980 di Yogyakarta, Indonesia dan saat ini masih setia untuk tinggal di kota kelahirannya.  Kota dimana dia begitu asyik untuk berproses dengan material non konvensional.  Material dari barang - barang bekas pakai di kesehariannya; dari plastik bekas,  kertas,  kayu,  kaca, logam, besi dan lain sebagainya. Yang menjadi medan jelajah untuk berkreasi dan bereksperimen dalam berkarya sebagai seorang Upcycle Artist.
Gunadi,  atau lebih akrab dipanggil Uwuh telah menunjukkan hasil kerjanya di beberapa pameran,  diantaranya pameran "Kecil Itu Indah After Edwin's #2" di  Miracle Print Artshop and Studio Yogyakarta (2018),pameran benda visual "HIP - HIP HURA - HURA" di Bentara Budaya Yogyakarta (2018) dan  pameran seni rupa "KOSEN" Bentara Budaya Yogyakarta (2019).

 
 
 


0 Comments

super print sale

7/14/2019

0 Comments

 
Picture
SUPER PRINT SALE
#maribelanjaseni
Waktu:  Tanggal-tanggal tertentu antara 19 Juli – 30 Agustus 2019
Lokasi: Yogyakarta
  • Miracle Prints (permanen)
  • Bentara Budaya Yogyakarta
  • Museum Affandi
  • Nalarroepa (permanen)
  • Komharo Studio (permanen)
  • Helutrans Artmove
Peserta: Pegrafis Yogyakarta
Bentuk acara: Bazar karya dan workshop seni grafis
Penyelenggara: TERAS Print Studio dan kantung-kantung budaya terkait.
Ketua tim/penanggung jawab: Syahrizal Pahlevi (pegrafis)
Deskripsi:
Jogja Art Weeks 2019 adalah perhelatan seni rupa sebulan penuh di bulan Juli dan Agustus 2019. Magnet utamanya adalah even Art Jog yang akan digelar tanggal 25 Juli – 25 Agustus 2019 dan diikutii even-even seni rupa lainnya berupa pameran/bazar/workshop dan lain-lain di seantero kota Yogyakarta dan sekitarnya.
Para pegrafis yang diorganisir TERAS Print Studio tidak ingin ketinggalan merayakan momen penting ini. Kami memiliki konsep lapak karya dan workshop insidental, berpindah menyesuaikan kondisi tempat dan masyarakat di lokasi yang akan ditempati. Konsep ini dinamakan #maribelanjaseni dengan tema utama SUPER PRINT SALE.
Kami akan hadir secara mendadak sedikit demonstratif di pembukaan-pembukaan dan acara-acara pameran di galeri hingga kios-kios pasar rakyat. Tujuannya untuk mendekatkan seni grafis ke masyarakat luas tidak hanya kepada para pelaku seni namun juga para pelajar, pedagang, juru parkir, satpam, ibu rumah tangga, pekerja kantor dan sebagainya. Hakekat seni grafis sebagai seni yang dapat digandakan dan bersifat sosial akan coba dimaksimalkan dengan cara-cara penyampaian secara menarik dan mengejutkan. Pasar dan aspek edukasi harus berjalan seiring dan perlu terus ditebarkan oleh seni cetak grafis.
Secara teknis di tempat-tempat tertentu atas seizin pengelola/pemilik tempat akan didatangi oleh team Super Print Sale terdiri dari minimal 2 (dua) orang pegrafis berikut barang dagangannya berupa karya-karya cetak grafis berharga jual maksimal Rp. 500.000. Barang dagangan didisplay secara fleksibel dan diusahakan tidak mengganggu kepentingan si empunya acara namun akan tetap mencolok kehadirannya. Jika memungkinkan para pegrafis akan melakukan demo berkarya dan membuat workshop mendadak yang dapat diikuti oleh para pengunjung dengan bea workshop yang ringan (diskon).


0 Comments

kecil itu indah - miracle #3

7/14/2019

0 Comments

 
Picture
Nama even      : KECIL ITU INDAH-Miracle #3
Waktu              : 19 Juli – 13 Agustus 2019
Tempat            : MIRACLE PRINTS, Suryodiningratan MJ II/853, Mantrijeron, Yogyakarta
                             55141
Pembukaan     : Jumat 19 Juli 2019, pukul 16.00
Dibuka oleh     : Yustina Neni
Peserta:
  1. Rika Ayu
  2. Nurmaria Triana
  3. Tempa Collective
  4. G. Prima Puspita Sari
  5. Mutiara Riswari
  6. Reza Pratisca Hasibuan
  7. Carolina Rika
  8. Roeayyah Diana ‘Capung’
  9. Rizal Eka Pramana
  10. Yanal Desmon Zendrato
  11. Heri Purwanto
  12. Hono Sun
  13. Bonny Setiawan
  14. Yaksa Agus
  15. Hadi Soesanto
  16. Alie Gopal
  17. Iabadiou Piko
  18. Edo Pop
  19. Robi Fathoni
  20. Made Toris Mahendra
  21. Azhar Horo
  22. Lelyana Kurniawati
  23. Slamet Riadi
Penyelenggara            : Teras Management & Miracle Prints
Contact Person: Ria Novitri/081539816190
 
KECIL ITU INDAH-Miracle (KI2M) adalah even tahunan Miracle Prints yang diselenggarakan pada bulan-bulan penyelenggaraan Artjog. KI2M adalah bentuk presentasi dan pendistribusian karya ukuran kecil kepada para pencinta seni melalui ajang pameran yang dikemas menarik. Sebelumnya dalam 2 kali penyelenggaran even ini bernama KECIL ITU INDAH AFTER EDWIN’S. Atas berbagai pertimbangan mulai penyelenggaraan ketiga ini dan seterusnya kami tidak lagi menggunakan embel-embel ‘After Edwin’s’ dan menggantinya dengan kata ‘Miracle’.
Jika pada 2 kali penyelenggaraan pameran Kecil Itu Indah sebelumnya Miracle Prints menampilkan cukup banyak perupa senior dan sedikit perupa muda, maka kali ini kami ingin mengajak lebih banyak perupa muda berbakat disamping tetap mengajak beberapa perupa senior. Kami melihat dinamika perupa muda saat ini sangat menarik. Ada semangat kompetisi dan rasa percaya diri yang kuat dalam setiap penampilan mereka.
Kami membatasi ukuran karya tiap peserta agar tidak melebihi ukuran 30 cm x 30 cm untuk 2 dimensi dan 30 cm x 30 cm x 30 cm untuk 3 dimensi. Namun ada saja peserta yang menawar mengirimkan karya melebihi ukuran yang kami minta. Terpaksa kami memberi toleransi tidak lebih 10 cm kelebihannya. Ukuran kali ini setidaknya lebih kecil 10 cm dari ukuran ratarata karya pada pameran serupa tahuin lalu.
Karya berukuran kecil selayaknya mengusik perupa dengan memberi perhatian yang maksimal melalui keterbatasan ukurannya. Karya berukuran kecil bukan lagi sekedar memindahkan objek dari kanvas berukuran besar dan kini menjadi kecil ukurannya, atau memperkecil ukuran patung raksasa sehingga menjadi mini. Ia bisa lebih dari itu. Dengan ukuran yang terbatas perupa dapat suntuk dengan permainan tekniknya dan fokus melalui pemadatan temanya. Seni rupa ini memerlukan ‘jeda’ dan ruang bernafas untuk merefleksikan hal apa saja yang telah kita capai. Karya berukuran kecil dengan segala aspek ekonomis-praktisnya sekiranya akan mampu menyumbang kebutuhan para apresian saat ini.
Miracle Prints

Baca juga
https://www.gatra.com/detail/news/431223
 



0 Comments

    Author

    Write something about yourself. No need to be fancy, just an overview.

    Archives

    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    August 2021
    June 2021
    May 2021
    April 2021
    March 2021
    January 2021
    December 2020
    November 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018

    Categories

    All

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.