Press Release ‘MIRACLE at Jogja Gallery’ Arti kata:
MIRACLE PRINTS biasa disebut MP atau MIRACLE saja adalah sebuah galeri merangkap artshop dan studio seni cetak grafis di Yogyakarta. MIRACLE berdiri sejak tahun 2015 dan telah tiga kali berpindah tempat. Terakhir sejak 2018 MIRACLE menempati sebuah rumah kontrakan di tengah kampung Suryodiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta. Sejak berdiri MIRACLE telah aktif menyelenggarakan kegiatan berupa pameran baik seni grafis maupun seni rupa umumnya dan menyelenggarakan workshop seni grafis. Pameran tersebut tidak hanya berskala lokal dan nasional, namun juga internasional dengan melibatkan karya-karya seniman luar negeri, terutama karya-karya seni grafisnya. Mengusung konsep galeri, artshop dan studio, MIRACLE harus membagi ruangan dari bangunan yang dikontraknya untuk ketiga unsur kegiatan tersebut agar dapat berjalan bersama. Umumnya karya-karya yang dipamerkan/ditampilkan di MIRACLE berukuran kecil yang mungkin menyesuaikan dengan kondisi ruang pamer/galeri dan artshop dan juga studio yang berukuran kecil. Hingga lama-kelamaan publik melihat dan menandai bahwa MIRACLE identik dengan pameran dan presentasi karya-karya berukuran kecil. Sesuatu yang tidak dapat/perlu disanggah karena demikian adanya. Nama Miracle Prints dapat diartikan sebagai cetakan-cetakan grafis yang ajaib. Dalam kenyataan dalam konstelasi seni rupa Indonesia seni grafis hidup dengan berbagai keajaiban. Ia ada namun seperti tidak terlihat. Baru beberapa tahun belakangan ini saja seni grafis di Indonesia mulai diperhatikan. Selama lebih kurang sepuluh hari di bulan Juni 2022, MIRACLE sejenak akan berpindah tempat ke sebuah ruang pameran yang luas dan termasuk besar ukurannya yaitu Jogja Gallery. ‘Kepindahan sejenak’ ini bukan hanya memindahkan ruang pameran namun juga dengan membawa semua aspek dan dinamika yang menjadi energi dan semangat MIRACLE selama ini, yaitu adanya program pameran, artshop, studio dan workshop cetak grafis. MIRACLE at Jogja Gallery akan diisi dengan beberapa program pameran, workshop dan art talk. Pameran utama oleh 19 seniman dengan karya-karya seni rupa berbagai media dan ukuran, Sementara pameran/aktifitas pendamping berupa: Pameran Keliling 4th Jogja International Miniprint Biennale (JIMB) yang merupakan pameran keliling karya-karya finalis dan pemenang even tersebut. Lalu ada pameran ‘Kecil Itu Indah-MIRACLE #5’ yang akan diikuti perupa dari seluruh Indonesia dengan karya-karya 2 dimensi dan 3 dimensi berukuran sisi maksimal 30 cm, mini arshop MIRACLE’ARTS yang akan menjual karya seni rupa dan merchandise perupa berukuran kecil dan masih ditambah dengan workshop seni cetak grafis yang dapat diikuti oleh umum, mahasiswa, pelajar dan anak-anak. Di penutupan pameran akan diadakan art talk sebagai ruang kritik dan evaluasi. Harapannya MIRACLE at Jogja Gallery dapat menjadi ruang kritis pertemuan antara karya seni dengan seniman, pencinta seni, pengamat, kritikus dan masyarakat umum dan semakin membuka pengetahuan masyarakat tentang keberadaan MIRACLE PRINTS selama ini. Acara ini merupakan kerjasama MIRACLE PRINTS dengan Jogja Gallery. Pembiayaan dilakukan secara gotong royong oleh para seniman peserta. Waktu pameran: 11 – 23 JUNI 2022 JOGJA GALLERY, jl. Pekapalan 7, Alun-Alun Utara, Prawirodirjan, Gondomanan, Yogyakarta 55121 Pembukaan: Sabtu, 11 Juni 2022, pukul 16.00 - selesai Dibuka oleh: Amir Sidharta (Sidharta Auctioner) Penulis: Alex Luthfi R, Aa. Nurjaman, Jauhar Al Hakimi, Syahrizal Pahlevi, Yuswantoro Adi Penampil: Ralung feat Gilang Sangsaka Jati MC I: Grace Meliala, MC II: Ampun Sutrisno Waktu pameran: 11 – 23 Juni 2022. Pukul 10.00 – 18.00. Buka setiap hari kecuali libur hari Senin. Art Talk: Selasa, 21 Juni 2022 pukul 14.00 Nara hubung: Ria Novitri: 081539816190 Syahrizal Pahlevi: 085704110928 Meuz Prast: 085643504007 MIRACLE at Jogja Gallery: Pameran 19 Perupa, Traveling Exhibition 4th JIMB, Pameran Kecil Itu Indah-Miracle #5, Workshop seni grafis, Art Talk dan Mini Artshop ‘Miracle Art’s’. Penulis: Alex Luthfi R, Jauhar Al Hakimi Program:
Karya seni rupa dalam berbagai media dan ukuran dan tanpa tema tertentu. Karya-karya buatan tahun 2021 – 2022. Pameran ini adalah penampil utama dari MIRACLE at Jogja Gallery yang merepresentasikan keberadaan sebuah ruang kecil yang berfungsi sebagai galeri di MIRACLE PRINTS. Selama ini galeri tersebut memamerkan karya-karya seni rupa berupa seni grafis, lukisan, sketsa, drawing, patung, objek, keramik hingga instalasi dari seniman Yogyakarta hingga berbagai kota di Indonesia, termasuk juga karya-karya dari seniman manca negara. Ada yang berupa pameran tunggal, pameran berdua dan lebih sering berupa pameran bersama. Jika galeri di MIRACLE PRINTS hanya mampu menampung karya-karya berukuran kecil dan maksimal sedang, maka kinilah saatnya para perupa dapat menampilkan karya-karya relatif berukuran lebih besar di ruang pamer Jogja Gallery. Kebetulan ke 19 seniman yang dipilih sebagai peserta pameran ini separuhnya pernah merasakan berpameran tunggal dan sisanya terlibat dalam pameran bersama di galeri MIRACLE PRINTS.. Sehingga perbedaan ruang ini menjadi pengalaman dan tantangan tersendiri buat mereka. Seniman:
Pameran keliling 4th Jogja International Miniprint Biennale (JIMB) berupa karya-karya grafis ukuran mini dengan ukuran matriks tidak lebih dari 20x20 cm. Even JIMB adalah even rutin dua tahunan pameran dan kompetisi seni cetak grafis dari MIRACLE PRINTS. Bersama dengan TERAS Print Studio (studio seni cetak grafis di dalam MIRACLE PRINTS ) yang telah menggagas even ini sejak tahun 2014, JIMB telah menjadi ikon tersendiri bagi MIRACLE PRINTS dalam hal pemgembangan seni cetak grafis. 4th JIMB mengambil tema Trans Pandemic’ sebagai upaya menyelaraskan dengan perkembangan yang terjadi di kehidupan di Indonesia dan dunia yang tengah dilanda pandemi Covid 19.. Pameran 4th JIMB telah dilakukan pada bulan Juli 2021 lalu bertemapt di MIRACLE PRINTS Yogyakarta. Pameran tersebut menampilkan 121 karya miniprint dari 85 seniman asal 34 negara yang lolos sebagai finalis. Ada 7 pemenang yaitu 1st Prize diraih pegrafis India, kemudian 2nd Prize oleh pegrafis Polandia dan 3rd Prize oleh pegrafis Taiwan. Lalu ada 3 pemenang unggulan Excellent Prize yang diraih oleh pegrafis Bangladesh, Belgia dan Italia. Masih ditambah eorang pemenang National Emerging Printmaker yang diraih pegrafis dari kota Yogyakarta. Dalam pameran tersebut ditampilkan juga karya peserta tamu dari kelompok Future Print China yang menampilkan 39 karya miniprint. Berbagai teknik konvensional dan teknik digital ditampilkan oleh karya-karya finalis dan peserta tamu dalam pameran tersebut. Pameran keliling 4th JIMB rencana dilakukan di beberapa kota. Yang pertama telah berlangsung bulan Desember tahun lalu di Galeri Rakuti, kampus STKW Surabaya. Pameran di Jogja Gallery ini merupakan pameran keliling 4th JIMB kedua dan terakhir dengan materi yang sama. Dalam pameran keliling ini juga akan ditampilkan sejumlah 42 karya miniprint dari kelompok pegrafis China yang merupakan peserta tamu even 4th JIMB.
Kecil Itu Indah-MIRACLE (KIIM)adalah program pameran MIRACLE PRINTS yang telah dilaksanakan sejak tahun 2017. Awalnya pameran ini bernama Kecil Itu Indah After Edwin’s (KIIAE) dikarenakan gagasan membuat pameran karya-karya seni rupa berukuran kecil didapat dari pameran Kecil Itu Indah yang rutin diselenggarakan oleh Edwin’s Gallery Jakarta sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu. MIRACLE PRINTS sengaja mengadopsi semangat yang dirintis oleh Edwin’s Gallery tersebut guna menyiasati ruang galeri MIRACLE yang memang relatif kecil agar dapat menampung banyak peserta. Namun MIRACLE menambahkan tujuan lain yang tidak dilakukan oleh Edwin’s Gallery yaitu memberi kesempatan buat para pendatang baru dan para seniman lama yang tertunda aktifitasnya untuk menunjukkan karyanya.. Nama KIIAE sempat digunakan dua kali pada pameran pertama 2017 dan pameran kedua 2018. Sejak pameran ketiga tahun 2019 dan untuk seterusnya nama even berubah menjadi Kecil Itu Indah-Miracle (KIIM). Pada tahun 2019 juga, bekerjasama dengan Visma Gallery Surabaya, konsep dan karya yang sama (dengan beberapa penambahan karya baru) dibawa ke Surabaya namun memakai brand pameran berbeda yaitu ‘Small Thing High Value’. Even ini pada tahun 2020 ditiadakan akibat pandemi Covid 19 yang masih hangat-hangatnya pada waktu itu. Pada tahun 2021 KIIM diadakan lagi dengan mengusung tema ‘Vaksin’. Pameran KIIM di Jogja Galleri ini menjadi pelaksanaan yang ke 5 dihitung sejak masih bernama KIIAE. Semangat mengusung karya-karya seni rupa berukuran kecil tetap dipertahankan. Pameran ini menampilkan karya-karya seni rupa 2 Dimensi dan 3 Dimensi dalam ukuran maksimal sisi terpanjang 30 cm (termasuk pigura). Para peserta merupakan hasil seleksi dari pendaftaran terbuka kepada seluruh perupa di Indonesia yang dilakukan beberapa bulan sebelumnya. Tidak ada tema khusus dalam pameran ini selain wacana karya kecil dan mungil dan tidak mengandung isu SARA. Tercatat 200an nama perupa yang akan mengikuti pameran ini, mulai dari seniman senior hingga pendatang baru atau yunior yang datang dari kota-kota Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Bali, Tangerang, Bekasi, Padang, Medan, Surakarta, Magelang, Malang, Surabaya, Madura dan lain-lain. Nama-nama peserta antara lain: Laksmi Sitharesmi, Heri Purwanto, Syam Terajana, Endang Lestari, Carolina Rika, Arif Hanung, Tini Jameen, Arwin Hidayat, Dodi Irwandi, Edi Maesar, Oko Suprihadi, Vy Patiah, Tito Trymei, William Robert, Ananta O’Edan dan lain-lain.
TPS sendiri berdiri sejak tahun 2009. Selain menjadi studio kerja pribadi dan juga studio terbuka, TPS aktif menyelenggarakan pameran seni grafis baik tingkat lokal hingga internasional. Pada tahun 2013 TPS melalui TERAS Management menyelengggarakan Jogja International Mini Print Festival (JIMPF) bertempat di Galeri Katamsi ISI Yogyakarta. JIMPF ini juga menjadi acara Pra Bienal Dalam MIRACLE at Jogja Gallery, di ruang pameran akan diadakan workshop seni grafis dalam hari-hari tertentu selama pameran berlangsung. Workshop terbuka untuk umum/pelajar/mahasiswa dan anak-anak. Teknik: Woodcut, Linocut, Collagraph, Stamp Print dan Drypoint Waktu: 15, 16, 17, 18 dan 19 Juni 2022, mulai pukul 14.00 – 17.00 (3 jam) Fasilitas: Alat dan bahan disediakan oleh panitia + snack. Peserta membawa pulang karya yang dibuatnya. Dapat membawa bahan sendiri untuk dicetak seperti kaos, scarf dll (kecuali untuk teknik drypoint). Biaya: Rp. 75.000 per workshop/peserta Kuota: 20 peserta/workshop Instruktur: Reno Megy Setiawan, Ariswan Adhitama, Windi Delta, Fakhri Syahrani, Agung Pekik Pendaftaran workshop melalui WA panitia 081539816190 atau pihak Jogja Gallery. Pembayaran selambatnya 1 hari menjelang workshop langsung ke panitia atau via transfer rekening BCA, no. 0372432827, an. RIA NOVITRI N. Tanda bukti transfer wajib dikirim ke WA panitia. Tentang teknik. Woodcut: Adalah teknik cetak tinggi dalam seni grafis. Pelat acuan cetak yang digunakan adalah papan kayu, MDF, multipleks atau plywood. Pertama dibuat sketsa terbalik diatas pelat kayu menggunakan pensil atau pena. Lalu permukaan yang tidak ingin terkena warna dicukil menggunakan pisau cukil khusus. Selanjutnya permukaan yang tidak tercukil diolesi tinta cetak menggunakan bantuan rol karet secara merata. Selembar kertas diletakkan diatasnya dan ditekan atau digosok bagian belakangnya menggunakan benda tumpul agar tinta yang ada di papan menempel rata ke permukaan kertas. Hasil cetakan di kertas tersebut adalah karya grafis. Teknik ini dapat mencetak lebih dari satu edisi dengan hasil gambar yang sama/konstans. Dalam workshop ini peserta akan membawa hasil cetaknya diatas kertas yang disediakan panitia dan dapat juga mencetak diatas kaos/scarf yang dibawanya sendiri. Waktu: 15 Juni 2022. Pukul 14.00 – 17.00 (3 jam). Linocut: Prosesnya sama dengan woodcut, hanya saja acuan cetak yang digunakan adalah jenis karet yang lebih lunak dan mudah dicukil. Untuk melakukan eksperimen cetak juga lebih mudah karena acuan cetak dapat dipotong-potong sekehendak hati pembuatnya. Juga dapat dicetak lebih dari satu edisi dengan hasil gambar yang sama. Dalam workshop ini peserta akan membawa hasil cetaknya diatas kertas yang disediakan panitia dan dapat juga mencetak diatas kaos/scarf yang dibawanya sendiri. Waktu: 16 Juni 2022. Pukul 14.00 – 17.00 (3 jam). Collagraph: Juga termasuk dalam cetak tinggi. Hanya saja pelat acuan cetak tidak dicukil. Pelat dapat berupa kayu/MDF/multipleks/plywood/katon keras yang permukaannya ditempel dengan benda-benda tertentu (dibuat khusus ataupun memanfaatkan benda temuan untuk membentuk disain. Kemudian permukaan benda-benda tersebut diolesi tinta cetak dan kemudian dicetakkan keatas slembar kertas. Bagian belakang kertas juga perlu ditekan/digosok agar tinta menempel dengan baik. Collagraph dapat mencetak lebih dari satu edisi tetapi biasanya hasilnya tidak sekonstan jika menggunakan teknik woodcut atau linocut. Dalam workshop ini peserta akan membawa hasil cetaknya diatas kertas yang disediakan panitia dan dapat juga mencetak diatas kaos/scarf yang dibawanya sendiri. Waktu: 17 Juni 2022. Pukul 14.00 – 17.00 (3 jam). Stamp Print: Termasuk teknik cetak tinggi. Mirip dengan woodcut dan linocut dalam membuat pelat acuan cetaknya, namun sedikit berbeda dalam mencetakkan di kertas. Dalam teknik ini acuan cetak tang telah diberi tinta hanya perlu di’cap’kan di atas kertas atau kain yang ingin dicetakkan. Dalam workshop ini peserta akan membuat karya dari karet/gabus yang diukir permukaannya sesuai keinginan pembuatnya. Pencetakan selain di kertas juga dapat dilakukan di kain atau kaos yang dibawa sendiri. Waktu: 18 Juni 2022. Pukul 14.00 – 17.00 (3 jam). Drypoint: Adalah teknik cetak dalam. Biasa disebut juga teknik kering. Acuan cetak menggunakan tembaga/aluminium/mika tebal yang permukaannya digores menggunakan jarum/paku/benda runcing. Tujuannya menghasilkan parit-parit dalam pada permukaan pelat yang membentuk gambar yang diinginkan. Kemudian permukaan pelat yang telah digores tersebut diolesi tinta cetak secara merata dan bagian yang tidak tergores dibersihkan menggunakan kertas atau kain hingga bersih. Lalu selembar kertas yang telah dilembabkan dengan air diletakkan diatasnya dan bagian belakang kertas dipress menggunakan mesin press agar tinta yang tertinggal dalam pelat berpindah ke kertas. Teknik ini dapat menghasilkan karya lebih dari satu edisi dengan hasil sama/konstan. Dalam workshop ini peserta akan membuat karya drypoint menggunakan bahan alternatif seperti plastik tebal ataupun CD bekas. Waktu: 19 Juni 2022. Pukul 14.00 – 17.00 (3 jam).
Artshop adalah salah satu ‘nyawa’ bagi MIRACLE PRINTS dalam mempertahankan hidupnya. Disini para seniman menitipkan karya dan merchandise untuk didistribusikan kepada pengunjung dan pencinta seni yang tertarik membeli/ mengoleksinya. Sejak pandemi Covid 19 muncul, keberadaan artshop ini sempat mengalami guncangan dan harus beradaptasi mengikuti perubahan zaman yang mulai banyak beralih ke system online. Namun keberadaan artshop ini masih dipertahankan secara fisik. Dalam MIRACLE atJogja Gallery ada sebuah sudut ruangan yang difungsikan sebagai mini artshop. Pengunjung pameran dapat menikmati/membeli karya-karya dan merchandise di mini artshop ini sembari duduk-duduk bersantai. VI. Art Talk Waktu: Selasa, 21 Juni 2022, mulai pukul 14.00 - selesai Pembicara: (info menyusul) Moderator: (info menyusul) Susunan panitia: Pelindung/Penasehat: Jogja Gallery Ketua pameran/Penanggung Jawab: Syahrizal Pahlevi Koordinator lapangan dan Bendahara: Ria Novitri Disain dan workshop cetak grafis : Reno Megy Setiawan Koordinator pameran ‘19 Seniman’ dan ‘art talk’: Meuz Prast Koordinator pameran ‘Kecil Itu Indah-MIRACLE #5’: Ria Novitri Koordinator pameran keliling ‘4th JIMB’: Syahrizal Pahlevi Koordinator Artshop: Tina Wahyuningsih Koordinator acara: Agus Sandiko Display dan artistik: Alie Gopal, Jon Paul Irwan Cover gedung: Didi Kasi, Faisal Hamidy, Aziz Nurtox Publikasi dan Dokumentasi: Deva Oktavia, Alif Salman Support System: Tiang Senja & team Perlengkapan: Faisal Hamidy, Aziz Nurtox Transportasi: Bonny Setiawan Penerima tamu: Ananta O’Edan Koordinator volunteer: Grace Meliala ******* Profil MIRACLE PRINTS* Miracle Prints disingkat MP adalah sebuah ruang alternatif yang menggabungkan konsep art shop, galeri dan studio. MP didirikan oleh Teras Management/Ria Novitri pada tanggal 8 Desember 2015. Sejak mulai berdiri sampai bulan Juli 2016 MP menumpang pada studio dan art shop milik pegrafis Reno Megy Setiawan di jl. Gamelan Kidul No. 1 A, Mantrigawen, Yogyakarta. Sejak itu MP telah berpindah tempat 3 kali dan sekarang menempati sebuah rumah kontrakan di kampung Suryodiningratan MJ. II/853, Mantrijeron, Yogyakarta 55141. Galeri MP memamerkan tidak hanya seni grafis tapi juga berbagai jenis seni rupa lainnya. Karya-karya yang dipamerkan biasanya berukuran kecil menyesuaikan ruang galeri yang tidak terlalu besar. Setidaknya ada 50an pameran baik tunggal maupun bersama yang telah digelar di galeri Miracle. Belum lagi beberapa pameran kerjasama yang dilaksanakan diluar galeri Miracle. Artshop MP mengutamakan koleksi karya seni rupa dan merchandise dalam ukuran kecil dan medium dimana sebagian besar adalah karya seni grafis dari pegrafis lokal dan internasional. Sebagian koleksi lainnya adalah karya-karya lukisan, drawing dan patung dari seniman Yogyakarta. Studio cetak grafis melayani workshop dan kelas seni grafis terutama teknik woodcut dan mokuhanga. Alamat: Suryodiningratan MJ. II/853, Mantrijeron, Yogyakarta 55141 Email : [email protected] Web : www.terasprintstudio.com Ig: miracle.prints Fb: Miracle Art’s Kontak: Ria Novitri/ 081539816190 *MIRACLE PRINTS telah berbadan hukum dengan nama ‘Perkumpulan Seni Grafis Mini Jogja (SGMJ)’ dengan SK. Kemenkumham nomor AHU-0015807.AH.01.07.TAHUN 2021. Aktifitas: 2015 (Alamat: Jl. Gamelan Kidul No. 1 A, Mantrigawen, Yogyakarta):
2016 (Alamat: Jl. Gamelan Kidul No. 1 A, Mantrigawen, Yogyakarta dan jl. Suryodiningratan 34, Mantrijeron, Yogyakarta 55141). Kegiatan kebanyakan berupa workshop seni grafis dan bazar print. Sempat melakukan dua pameran memanfaatkan dinding kosong di sela-sela artshop, namun belum secara resmi menyatakan sebagai Galeri:
2017 (Alamat: Jl. Suryodiningratan 34, Mantrijeron, Yogyakarta 55141):
2018 (Alamat: Jl. Suryodiningratan 34 dan mulai 15 Maret 2018 sampai sekarang pindah ke Suryodininggratan MJ. II/853, Mantrijeron, Yogyakarta 55141):
2019 (Alamat: Suryodininggratan MJ. II/853, Mantrijeron, Yogyakarta 55141):
2020:
2021:
2022:
: MIRACLE At Jogja Gallery Menuju Ruang Kreatif Dan Menjadi Pilar Industri Kreatif Oleh: Alex Luthfie R. Pengantar Globalisasi, sebagai suatu proses integrasi internasional, terjadinya karena pertukaran pandangan dunia dalam berbagai sektor. Pergerakan globalisasi telah berhasil membangun suatu sistem informasi yang mampu mempengaruhi perkembangan budaya, ekonomi dan produk-produk kreatif (seni). Selo Soemardjan menyebutnya sebagai sebuah proses terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah tertentu yang sama. Kemudian Lodge memandang globalisasi pada perilaku dan kualitas individu yang mampu menjangkau satu dengan yang lain atau saling berhubungan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi, maupun lingkungan hidup. Di Indonesia gelombang globalisasi sudah bergerak lebih dari 25 tahun, tumbuh dan berkembangnya memberikan pengaruh terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dengan semua atribut budayanya. Akibat nyata dari dampaknya adalah membawa perubahan yang sangat cepat dengan berbagai persoalannya, dan ini menjadi tantangan sekaligus dapat menjadi suatu proses menuju pada kemajuan bagi negara yang sesungguhnya sangat kuat dengan memiliki banyak beragam suku dan budaya dengan produk-produk kreatifnya. Oleh karena itu ketika globalisasi dengan niscaya masuk, telah menghantarkan negara ini (Indonesia), terlibat ke dalam satu sistem yang mendunia dan konsekuensinya harus diciptakan etos kerja yang tinggi dengan pola berfikir yang baik, berdisiplin dalam memajukan ipteks, yaitu ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Membicarakan tentang perihal globalisasi ekonomi di Indonesia sebagai fenomena perdagangan bebas, dewasa ini telah sampai pada keberhasilan meluaskan kawasan perdagangan antar negara dan terintegrasi tanpa hambatan. Sehingga produk dalam negeri hasil dari kerja kreatif anak bangsa, dapat bersaing dalam skala pasar internasional serta berpotensi sebagai sumber ekonomi kreatif. Di bidang ekonomi, globalisasi memiliki dampak yang cukup besar bagi perubahan pada sistem atau model usaha dengan produk kreatif yang harus tetap dijaga kualitas dan jenisnya. Banyak para pakar ekonomi berpendapat bahwa pengaruh globalisasi membawa berkah sekaligus juga masalah, apalagi sistem pengelolaan pasarnya dengan kebijakan ekonomi di negeri ini selalu berubah-ubah mengikuti kebijakan pimpinan pada saat itu. Kemudian yang terjadi adalah hilangnya identitas konsep ekonomi kreatif kita dengan menuduh arus globalisasi telah membawa pada situasi ambivalensi yaitu berada pada kebingungan, karena ingin mengejar produktifitas tinggi dengan mengesampingkan aspek kualitas dan estetika. Permasalahan ini tentunya akan membuat Indonesia pada situasi krisis moral atau hilangnya jati diri sebagai bangsa yang dikenal kreatif dengan produk seninya. Kebijakan selanjutnya ketika pemerintah berusaha merespon problematika nasional ini sebagai masalah serius yang harus dilakukan tindakan nyata, kemudian dilakukan langkah tepat yaitu menyikapi pengaruh globalisasi dengan melakukan perubahan besar dan menempatkan produk seni sebagai salah satu pilar dari industri kreatif yang diharapkan dapat menjadi model usaha untuk pengembangan ekonomi kreatif. Hasilnya adalah, dibeberapa kota besar di Jawa dan Bali bermunculan galeri seni milik swasta maupun pemerintah yang mampu mengakomodasi, mengapresiasi produk seni kreatif karya anak bangsa. Bidang pendidikan, lembaga kependidikan di Indonesia sudah menggulirkan konsep kurikulum nasional yang berbasis pada pendidikan vokasi dan menejemen seni. Karakteristik dari sistem pendidikan tersebut, dengan harapan dapat melahirkan seniman-seniman dengan gelar sarjana yang terampil, kreatif dan berwawasan menejerial. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar tumbuh sebagai seorang pribadi dan menjadi bagian dari sebuah bangsa. Pemikiran di atas sejalan dengan Undang-Undang Sisdiknas bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas, 2003, pasal 3). Era industri kreatif yang digulirkan oleh pemerintah melalui Menteri Perdagangan RI waktu itu masih dijabat oleh Dr. Mari Elka Pangestu sejak tahun 2011, telah memberikan peluang seluas-luasnya bagi pekerja seni, galeri dan pendidikan seni agar dapat berfungsi sebagai pilar bagi pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia. Ketegasan dan tekad pemerintah menangani industri kreatif yang berbasis pada kreatifitas pekerja seni dan galeri seni tercermin melalui gerakan membangun relasi seni yaitu meningkatkan peran agen-agen pemasaran seni, akademisi dan masyarakat pecinta seni (kolektor). Maka sehubungan dengan upaya meningkatkan perkembangan ekonomi dan peningkatan kualitas produk seni, perlu membangun “kekuatan relasi” antara pengambil kebijakan (pemerintah), pekerja seni, dan pemodal, guna membangun sistem pasar dan menggalang kepercayaan publik pencinta seni. MIRACLE Prints Art Shop & Studio MIRACLE Prints berdiri sejak tahun 2015. Diusianya yang sudah 7 tahun ini, masih konsisten dengan visi misinya dalam mengembangkan dan mengapresiasi karya seni grafis serta seni visual lainnya yang beredar di jagat kesenian Indonesia dan luar negeri. Kemudian dalam kurun waktu 7 tahun, banyak sekali program serta kegiatan yang telah dijalankan. Mulai dari workshop seni grafis, pameran seni visual, Jogja International Miniprint Biennale dan diskusi tentang tata kelola seni. Selain itu MIRACLE Prints berhasil melakukan kerjasama dengan banyak pihak, diantaranya dinas Kebudayaan DIY, dan para stakeholder atau owner dalam negeri maupun luar negeri sebagai pemangku kepentingan dibidang seni visual. Eksistensi MIRACLE Prints Art Shop & Studio dalam pengamatan saya, saat ini sudah cukup establish walaupun masih perlu pembenahan khususnya untuk management development agar fungsi manajer bisa lebih berkembang dan sistematis, sehingga dapat menciptakan pola kerja yang terstruktur guna mencapai tujuannya. Dan sejauh ini semua program yang meliputi aktivitas berkesenian serta penjualan karya seni masih terjaga dengan sangat baik, situasi ini berkat kepercayaan serta kerjasama antara manajer dengan seniman, stakeholder dan owner pemangku kepentingan. Lalu, tidak kalah penting untuk diketahui bahwa para seniman dan dunia usaha bidang seni visual menilai MIRACLE Prints telah berhasil membuktikan betapa pentingnya fungsi studio seni atau galeri sebagai infrastruktur untuk aktivitas berkesenian dan pertumbuhan industri kreatif menuju peningkatan ekonomi kreatif. Kembali kepada konsep pengembangan ekonomi kreatif berbasis karya seni, galeri seni menempati posisi yang sangat strategis di dalam ikut mengembangkan karya seni sebagai aset ekonomi yang potensial. Karya seni diciptakan oleh seniman selain untuk aktivitas berkesenian dan ekspresi personal dengan gagasan-gagasan yang ideal, diharapkan dapat bernilai ekonomi. Tentu masih hangat dalam ingatan kita ketika terjadi Boom Seni Lukis Indonesia pada tahun 1987. Kemudian pada masa itu juga, pertumbuhan ekonomi mulai bergerak dan berkembang dengan sangat baik. Dampaknya, para pakar bidang industti kreatif menempatkan karya seni sebagai salah satu pilar bagi pengembangan ekonomi kreatif. Bahkan para pengamat ekonomi berpendapat ada sisi penting yang harus disikapi dengan positif dari Boom Seni Lukis Indonesia yaitu mampu menginspirasi para pencinta seni serta pemilik modal untuk mendirikan galeri seni dan menginvestasikan kekayaannya dalam bentuk karya seni. Membuka Ruang Kreatif. MIRACLE at Jogja Gallery oleh Syahrizal Palevi sengaja dipilih menjadi judul pameran. Program pameran ini merupakan wujud dan bukti kerinduannya terhadap karya-karya kreatif dari para seniman yang pernah tampil di ruang pamer Miracle Prints. Progresitivas kreatif mereka itu dinilai begitu signifikan dan sudah saatnya ditampilkan kembali untuk dihadirkan kepada masyarakat pencinta seni. Maka dengan memilih tempat di Jogja Gallery, Syahrizal Palevi memberikan ruang kreatif seluas-luasnya kepada para perupa dan ini akan menjadi tantangan yang harus dijawab! Syahrizal Palevi menyiapkan program pameran ini sudah cukup lama. Di dalam perbincangan dengan saya di Miracle Prints awal tahun 2022, diceritakan telah melakukan proses kurasi untuk mendapatkan nama-nama perupa yang potensial dan bisa diikutkan dalam pameran. Selanjutnya ditentukan sejumlah nama pelukis, pematung, penggrafis, intstalator art, digital art, eksperimental art dan performance art, yang kesemuanya itu diharapkan dapat tampil dengan maksimal. Dan nama-nama yang terpilih ikut pameran adalah; Aziz Nur Totox (lukis), Dedy sufriadi (lukis), Koniherawati ( mixed media di kanvas), Agung 'Tato' Suryanti (lukis), Hanh (objek 3 dimensi), Syahrizal Pahlevi (grafis mixed, instalasi dan performance), Ariswan Adhitama (lukis, AOC dan grafis woodcut on fabric), Meuz Prast (lukis), Angga Sukma Permana (lukis mix grafis), Tina Wahyuningsih (objek 2 dimensi), Adi Gunawan (Patung ), Bonny Setiawan (lukis), Dona Prawita Arissuta (lukis, stoneware, glaze, oxide, acrilic on board ), Komroden Haro (patung), Reno Megy Setiawan (grafis silk screen), Faisal Hamidy (lukis), Alie Gopal (print digital, lukis), Didi Kasi (patung), Agung 'Pekik' Hanafi (grafis woodcut). Mencermati nama-nama perupa ini, kita akan sepakat bahwa mereka itu kreatif dan rajin bereksperimen mendalami teknik serta media yang digunakan untuk mengembangkan ide-ide dan tema karya seninya agar tidak mengalami stagnasi. Hasilnya, mereka sukses menciptakan karya seni alternatif yang artistik dan estetis dengan gagasan-gagasan yang ideal sebagai wujud dari optimalisasi kerja kreatifnya. Ruang pameran di Jogja Gallery telah berubah menjadi ruang kreatif, karena sarat dengan karya seni visual yang spektakuler. Dua minggu sebelum pembukaan pameran, saya dengan Syahrizal Palevi mengamati dari dekat karya seni para perupa di studionya, sempat terhenyak sebab mereka berkarya dengan cerdas dan cerdik. Ketika saya berdiskusi dengan Palevi, situasi itu disebabkan oleh tiadanya tema, batasan media dan teknik yang katanya bisa berdampak tidak baik bagi pengembangan kreativitas perupanya. Kebebasan dalam berkarya oleh peserta pameran telah dimanfaatkan dengan maksimal untuk bisa menghasilkan karya seni yang spektakuler, terbebas dari kurungan tema pameran yang justru seringkali menjerat gerak kreatif perupa dan gagasannya menjadi tidak bisa berkembang. Figur perupa yang terpilih di dalam pameran ini sesungguhnya sudah famous dan teruji dedikasinya. Untuk itu karya seni dari 19 perupa pantas menempati ruang utama dan menjadi andalan dari perhelatan ini. Melengkapi program pameran MIRACLE at Jogja Gallery, pameran pendamping; Keliling 4th Jogja International Miniprint Biennale (JIMB), Kecil Itu Indah-MIRACLE #5’, dan disiapkan Mini Artshop MIRACLE’ARTS yang menyediakan pernak-pernik merchandise dan karya seni rupa berukuran kecil siap ditenteng untuk penghias ruang. Miracle Prints juga fokus dibidang edukasi seni, maka di dalam perhelatan ini juga ada workshop seni cetak grafis yang bisa diikuti oleh masyarakat umum, mahasiswa, pelajar dan anak-anak. Kemudian pada akhir perhelatan diadakan forum art talk sebagai ruang diskusi perupa bersama apresiator. Penutup Miracle Prints Yogyakarta telah berhasil menjawab tantangan arus globalisasi dengan membangun relasi seni bersama banyak stakeholder dan owner khususnya pemangku kepentingan bisnis seni. Oleh sebab itu eksistensinya harus terus dijaga untuk memberikan daya hidup bagi keberlangsungan kesenian di negeri ini. Galeri dan karya seni telah ditetapkan menjadi salah satu pilar industri kreatif, maka dari itu sudah selayaknya apabila mendapat dukungan dari pemangku kepentingan, yaitu bersinerginya antara pekerja seni, pemerintah dan masyarakat pencinta seni (kolektor), dengan pemilik galeri. Miracle Prints Yogyakarta bersama para perupa dan simpatisannya, dalam kurun waktu 7 tahun telah sukses berkerja sama menyelenggarakan kegiatam kesenian. Dan pada kali ini, telah berhasil bekerja sama dengan Jogja Gallery menyelenggarakan perhelatan seni visual yang monumental. Kedepannya tentu akan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar tetap tumbuh dan berkembang sebagai galeri seni yang mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan ekonomi kreatif di negeri ini. Selamat berpameran dan jalan menuju sukses sudah terbentang luas. Saung Banon Arts Yogyakarta, 1 Juni 2022. Miracle at Jogja Gallery, sebuah ruang perayaan untuk para kolega Ada saatnya ruang-ruang “kecil” berkesenian berubah menjadi tidak kecil lagi manakala peristiwa demi peristiwa ataupun potongannya dirangkum menjadi satu dalam sebuah peristiwa atau dalam ruang yang lebih “besar”. Sejak pindah ke kawasan Suryodiningratan Yogyakarta pada tahun 2016, Miracle Prints-artshop dengan ruang (space) yang tidak terlalu besar terus mempresentasikan -untuk tidak menyebut produksi-reproduksi- peristiwa seni rupa dalam skala yang tidak terlalu besar pula menyesuaikan kapasitas ruang yang dimiliki. Diluar itu, untuk acara-peristiwa yang lebih besar, Miracle “meminjam” atau berkolaborasi dengan ruang-ruang yang lebih besar dan lebih representatif agar bisa terakses lebih luas bagi publik. Diantaranya Jogja International Miniprint Biennale (JIMB) yang telah digelar sejak 2014. Ruang “kecil” tersebut justru mampu membangun keintiman lain antara seniman, karya seni, dan audiens-nya. Kuncinya adalah konsistensi. Menarik ketika Miracle Prints-artshop merangkum hampir seluruh peristiwa yang pernah berangkat dari ruang kecilnya dan memindahkan ke ruang yang lebih besar Jogja Gallery. Pembacaannya bisa beragam mulai dari sekedar presentasi bersama, jeda sejenak dari bingkai ruang kecil, hingga art fair berikut pasar yang menyertainya. Semua sah adanya. Dalam bingkai rangkuman tersebut Miracle menghadirkan galeri, artshop, dan studio dalam sebuah ruang perayaan. Ruang perayaan tersebut ditandai dengan mengundang langsung (invitation) sembilan belas seniman-perupa oleh manajemen Miracle, presentasi JIMB #4 berikut workshop seni grafis, serta open application presentasi karya-karya berukuran kecil untuk memberikan kesempatan luas pada seniman dan publik untuk turut berpartisipasi dalam Miracle at Jogja Gallery. Membangun dialog dalam keterbatasan ruang presentasi-apresiasi Di seputaran Jalan Suryodiningratan, hingga tahun 2022 Miracle sempat dua kali pindah tempat dengan dua karakter tempat yang sangat berbeda. Tempat pertama berada persis di pinggir jalan. Dengan seluruh keramaian dan aktivitas lalu lintas jalan, Miracle lebih banyak menjadi perlintasan ide kreatif: studio, ruang bincang santai, dan art shop. Sementara ruang presentasi-apresiasi belum begitu intens dihelat meskipun sebenarnya Miracle membuka seluas-luasnya untuk itu. Studio seni grafis justru lebih mengemuka dan terbuka bagi umum dalam bentuk workshop ataupun berproses bersama. Di tempat ini, sebagai pemilik Syahrizal Pahlevi lebih banyak berproses kreatif seni grafis cetak tinggi (relief print) dan salah satunya dipresentasikannya saat mengikuti residensi di China Guanlan Original Printmaking Base (CGOPB), sebuah studio grafis yang berada di Shenzen, China selama 2 bulan (23 Mei-23 Juli 2017). Karya hasil residensi tersebut disertakan dalam 2nd Silk Road International Cultural Expo (SRICE) pada September 2017 di Shenzen, Cina. SRICE sendiri cukup strategis dalam membangun dialog budaya bagi negara-negara yang dilalui jalur sutra (Silk Road). Pertengahan tahun 2018 Miracle pindah tempat. Meskipun tidak terlalu strategis karena berada di sebuah gang, Miracle justru menemukan momentumnya sebagai ikhtiar membuka ruang presentasi-apresiasi karya seni. Di tempat kedua ini tidak kurang 50-an presentasi karya tunggal-bersama telah dihelat Miracle. Bukan jumlah yang sedikit untuk ukuran manajemen Miracle yang tidak terlalu besar, dan tentunya keterbatasan ruang yang ada. Dengan banyaknya menggelar acara presentasi-apresiasi tersebut membuka pintu lain bertemunya seniman-perupa, penulis, pecinta seni (art lover), dan juga kolektor dalam sebuah perbincangan yang lebih cair. Ruang dialog inilah yang menjadi salah satu kekuatan Miracle. Ada baiknya Miracle membuat buku peristiwa seni di ruangnya sebagai ikhtiar merangkai peristiwa seni rupa yang pernah terjadi di Miracle. Dan tidak sekedar berhenti sebagai arsip-dokumentasi. Meskipun untuk itu tentu memerlukan energi lebih. Jogja International Miniprint Biennale (JIMB), realitas jalan terjal seni grafis Indonesia Setelah berjalan dua kali perhelatan, JIMB #3-2018 sempat terancam divakumkan oleh salah satu penggagasnya. Dana dan pembiayaan menjadi alasan klasik. Disadari atau tidak, JIMB memiliki peran yang cukup penting dalam perkembangan seni grafis konvensional di Indonesia dimana dalam tiga dasa warsa seni cetak mengalami perkembangan yang luar biasa dengan hadirnya teknologi cetak digital (digital printing). Belum lagi realitas bahwa hingga akhir tahun 2000-an, seni grafis masih “dianggap” sebagai seni kelas dua, seni pinggiran, dimana problematika tersebut lahir dari berbagai aspek yang saling mengakumulasi. Ketika seni grafis adalah hal yang berkaitan dengan proses yang bersifat teknis, keterbatasan dan kelangkaan alat dan mesin cetak dikambinghitamkan oleh para seniman grafis yang dengan terpaksa mesti ‘melacur’ ke cabang seni lainnya, atau bahkan menggeluti bidang yang amat jauh dari kajian seni grafis, meskipun tidak jarang pula justru memunculkan kreativitas dari seniman grafis dengan keterbatasan tersebut. “Dianggap” sebagai seni kelas dua, seni pinggiran, kerap berawal dari karya seni grafis jumlahnya yang banyak, dan tidak tunggal, sehingga eksistensi karya grafis di pasar tidaklah sesignifikan karya lukisan atau patung yang sifatnya tunggal yang kemudian membawa nilai eksklusifitas di dalamnya., terlebih ketika material dan medium cetak menggunakan kertas seadanya yang dianggap tidak se-eksklusif dan seawet kanvas ataupun medium lain. Sialnya, stigma tersebut bahkan tidak jarang diamini oleh seniman grafis sendiri. “Pasar” dengan alasan eksklusifitas telah turut membentuk dan memposisikan seni grafis dalam wilayah yang abu-abu dan marjinal. Bahkan perkembangan teknologi cetak yang seharusnya menjadi sparing partner seolah menjadi kompetitor bagi seni grafis konvensional (printmaking) dengan lahirnya teknologi digital printing yang perkembangannya bahkan sudah melewati seni grafis konvensional dalam hal efisiensi, akurasi, keterbatasan dalam hal-hal yang terkait dengan segala hal yang berbau teknis. Dengan teknologi, karya grafis digital seolah menjadi begitu mudah dihasilkan. Jika ukurannya adalah efektivitas dan efisiensi, seni grafis konvensional harus berlari lebih kencang lagi mengejar perkembangan seni cetak digital (digital printing). Beruntung masih ada pihak-pihak seperti Bentara Budaya yang selalu memberikan ruang apresiasi-presentasi karya grafis bagi seniman grafis. Bagaimanapun, Bentara maupun Kompas adalah institusi yang dibesarkan dari perkembangan seni grafis-cetak paling sederhana hingga perkembangan teknologi digital yang hari-hari ini telah memakan anaknya sendiri: seni grafis konvensional. Posisi penting JIMB setidaknya bisa menjadi penjembatan ingatan tentang seni grafis konvensional di tengah perkembangan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mendorong perubahan cara pandang dan cara baca masyarakat dari analog menuju dunia teknologi digital yang paperless, terlebih ketika dunia sudah terhubung dalam jaringan internet yang telah memangkas bahkan menghilangkan batas-batas fisik dan jarak hubungan antar manusia. Pertama kali digelar pada tahun 2014, JIMB berangkat dari perbincangan diantara seniman grafis Yogyakarta di ruang kecil Miracle. Levi yang dalam satu dasa warsa terakhir menjadikan seni grafis cetak tinggi (relief print) sebagai medium dan proses karyanya menjadi salah satu sosok penting lahirnya JIMB. Setelah JIMB #1-2014 digelar di Museum Bank Indonesia Yogyakarta dengan beberapa paralel event di tempat lain, Pelaksanaan penyelenggaraan JIMB #2-2016 digelar 24 Mei - 10 Juni 2016 di Sangkring Art Project jalan Nitiprayan No. 88 RT/RW 01/20 Kasihan-Bantul. Pada penyelenggaraan JIMB kedua ini mengangkat tema "Homo Habilis". Pada penyelenggaraan yang ketiga tahun 2018, JIMB mengangkat tema “Messages from the Matrix” sebagai tema utama. Keseluruhan acara digelar di Museum dan Tanah Liat (MDTL) dengan paralel dan pra-bienal event digelar di Miracle Prints. Dalam penyelenggaraan 3rd JIMB 2018 diikuti 178 seniman terdiri dari 149 seniman yang mendaftar sebagai peserta seleksi dan 29 seniman yang berpartisipasi sebagai seniman tamu dimana karya mereka tidak mengikuti seleksi dan kompetisi. Dibanding peserta dari Indonesia, antusiasme peserta luar negeri begitu luar biasa. Tercatat 136 seniman internasional dari 32 negara yang berpartisipasi, meningkat hampir 200 % dari bienal 2016 yang diikuti 77 seniman internasional. Sementara seniman Indonesia diwakili hanya oleh 42 seniman atau menurun 60% dari angka 99 peserta di bienal 2016 lalu. Pada JIMB #4 yang seharusnya dihelat pada tahun 2020, karena pandemi COVID-19 yang melanda dunia sehingga penyelenggaraannya diundur setahun kemudian dengan mengangkat tema “Trans Pandemic” yang digelar di Galeri RJ Katamsi ISI Yogyakarta. JIMB #4 meloloskan finalis terdiri dari 73 seniman internasional dari 33 negara selebihnya 12 finalis dari dalam negeri diwakili seniman 4 kota yakni Yogyakarta, Bandung, Bali, dan Jakarta. Animo seniman grafis Indonesia pada kompetisi seni grafis yang ada sedikit banyak menjadi gambaran bagaimana mereka kehilangan semangat berseni grafis. Indikator paling gampang adalah pengiriman karya yang sengaja mendekati tengat waktu menjadi gambaran bagaimana sebuah karya disiapkan hanya untuk sebuah kompetisi dalam waktu yang singkat, dan bukan dari sebuah proses kontemplasi/perenungan/permikiran untuk lahirnya sebuah karya seni grafis. Ini menjadi salah satu tantangan JIMB dan juga kompetisi seni grafis Indonesia di masa datang. Dengan kiprahnya tersebut, suka tidak suka pada akhirnya Miracle identik dengan printmaking, seni grafis, dan juga JIMB, meskipun aktivitas yang terjadi di sana sesungguhnya mencakup seluruh cabang-disiplin seni rupa. Jeda sejenak dalam karya-karya kecil. Diksi Kecil itu Indah yang dipakai oleh Edwin’s Gallery – Jakarta dan berlangsung hingga pameran terakhirnya pada edisi ke-14 kalinya tahun 2016 cukup menarik dalam dunia seni rupa. Dalam benak saya frase tersebut mengacu pada sebuah buku karya E.F. Schumacher “Small is Beautiful”. Namun saat frase tersebut dikait-pautkan dengan karya seni rupa perspektif pembacaan saya jadi sedikit berubah: karya dalam ukuran kecil, mudah dibawa, mudah didisplay ulang dalam keterbatasan ruang-tempat, tanpa meninggalkan artistik-estetikanya. Setelah Edwin’s Gallery tidak menggelar pameran Kecil itu Indah (KII), setahun kemudian Miracle menggelar pameran Kecil itu Indah after Edwin’s. Diakui oleh Levi selaku pemilik Miracle, pameran tersebut terinspirasi dari KII-nya Edwin’s Gallery namun bukan merupakan kelanjutan dari pameran sebelumnya. Levi lebih mengambil aspek dimensi karya sebagai upaya untuk jeda sejenak dari kelaziman karya seni rupa baik dua matra maupun tiga matra yang berukuran diatas 50 cm. Konsep KII adalah para perupa “tertentu” diminta membuat karya dalam ukuran kecil/mini untuk pameran sehingga karya-karya seniman.perupa dapat terjangkau oleh beragam kolektor yang memiliki beragam latar belakang dan tujuan dalam mengapresiasi karya seni rupa. Tujuan lain karya dalam ukuran kecil dapat menjadi “jeda dan alternatif” bagi perupa, penonton dan peminat seni rupa sekaligus galeri merekomendasikan bahwa ukuran yang kecil tidak mengurangi kualitas dan muatan sebuah karya. Bagaimana dengan proses kreatif yang terjadi? Karya berukuran kecil tentu bukanlah sekedar memindahkan objek dari medium berukuran besar dan menjadi kecil ukurannya, atau memperkecil dimensi karya tiga matra sehingga menjadi mini. Dengan ukuran yang terbatas seniman-perupa justru bisa mendapat tantangan baru dengan permainan tekniknya dan segala proses kreatif yang menyertainya, serta fokus melalui pemadatan temanya. Ini bisa menjadi reflektif-eksploratif capaian seni rupa dengan segala aspek ekonomis-artistitik-estetiknya. Bagaimana dengan keintiman karya? Jika melihat dari perspektif seniman, karya berdimensi kecil justru kerap memunculkan keintiman tersendiri bagi senimannya. Salah satu kisah sukses tersebut pada Januari 2022 seniman Reno Megy Setiawan mempresentasikan 51 karya grafisnya di Miracle. Sebanyak 31 karya grafis cetak dalam (intaglio-aquatint) serta 20 karya grafis cetak tinggi (wood engraving) yang masing-masing memiliki dimensi terpanjang tidak lebih dari 5 cm terpajang di ruang pamer Miracle art print-shop. Sementara ukuran terpendek karya adalah 2,5 cm. Keseluruhan karya dalam detail yang mengagumkan. Bisa Anda bayangkan bagaimana saat Reno membuat karya tersebut yang untuk melihat detailnya harus dibantu dengan kaca pembesar? Dalam proses kreatifnya itulah Reno banyak menemukan dan mengalami ekstase demi ekstase keintiman dengan karyanya. Dari perspektif apresian tentu akan beragam. Namun dalam perspektif umum, pemadatan tema dalam ukuran yang lebih kecil dalam sebuah karya seni sesungguhnya bentuk keintiman lain dari seniman tidak sekedar penaklukan atas dimensi medium yang ada. Setidaknya dengan dimensi karya yang tidak terlalu besar, energi untuk mengintimi sebuah karya bisa lebih fokus dan detail. Masalah seberapa besar energi yang tercurah, itu hal lain lagi. Dalam hal apresiasi, peluang pasar karya seni dalam ukuran kecil (mini) cukup terbuka. Pertimbangannya mudah dibawa saat membeli serta pemajangannya bisa diletakkan pada satu dinding atau ruang yang sama untuk beberapa karya. Satu hal yang pasti dalam pembacaan saya, pameran Kecil Itu Indah tidak dalam frame untuk menghadapkan dua sisi yang berbeda artistik vs estetik, besar vs kecil, seni vs pasar, dan seterusnya sebagaimana sosialisme vs kapitalisme dalam Small is Beautiful-nya Schumacher. Pengalaman estetik bisa dihadirkan dalam bentuk apapun dalam lingkungan terdekat kita, termasuk karya-karya berukuran kecil. Dalam Kecil itu Indah, Miracle dengan keterbatasan ruangnya kembali menemukan relevansinya. Meskipun berawal dari sekedar “meneruskan”, setelah dihelat untuk keempat kalinya tahun 2021 dengan tema “Vaksin”, Kecil itu Indah telah pula menjadi warna lain Miracle hari ini. Kembali pada Miracle at Jogja Gallery, satu hal yang menarik bahwa seniman-perupa yang terlibat dalam rangkuman program tersebut tidaklah serta-merta berada dibawah manajemen Miracle. Mereka disatukan dalam semangat pernah dan masih terus berinteraksi dengan dan di Miracle. Positioning ini menjadi penting dimana relasi yang terbangun memungkinkan untuk saling bersinergi, berkolaborasi, memperbincangkan apapun secara setara, bermartabat, dan berkesinambungan. Dalam bahasa sederhana Miracle at Jogja Gallery menjadi sebuah ruang persembahan Miracle bagi para koleganya. Dan tentunya bagi dunia seni rupa.*** Ambarketawang, Awal Mei 2022 Moh. Jauhar al-Hakimi/dokumenter amatir Analisis Wacana Kritis Even Pameran Miracle Prints di Jogja Gallery Aa Nurjaman Karya dari 19 perupa antara lain: Adi Gunawan, Agung ‘Pekik’ Hanafi, Agung ‘Tato’ Suryanto, Alie Gopal, Angga Sukma Permana, Ariswan Adhitama, Aziz Nurtotox, Bonny Setiawan, Dedy Sufriadi, Didi Kasi, Dona Prawita Arissuta, Faisal Hamidy, Hanh, Komroden Haro, Koni Herawati, Meuz Prast, Reno Megy Setiawan, Syahrizal Pahlevi dan Tina Wahyuningsih terpajang di ruang utama Jogja Gallery dalam perhelatan Pameran Miracle Prints pada tanggal 11 – 23 Juni 2022. Karya-karya tersebut terdiri dari lukisan, patung, grafis murni, digital print dan instalasi. Kesembilan belas perupa ini kerap mengikuti perhelatan seni rupa di Miracle, baik pameran tunggal maupun pameran bersama dengan menghelat karya-karya kecil mereka. Melalui karya-karya kecil mereka, Miracle Prints justru sedang membangun wacana besar berupa wacana kritis. Apa yang membuat Syahrizal Pahlevi begitu konsisten menekuni grafis murni sebagai seni provokatif? Dan kenapa wacana grafis murni kadang muncul, kadang menghilang? Salah satu jawabannya, bahwa karya-karya grafis murni ketika dipamerkan tidak menampilkan ciri utamanya yaitu menampilkan karya grafis murni berikut hasil penggandaannya dalam even-even pameran. Grafis murni yang bisa digandakan dengan jaminan keaslian sebagai karya seni, adalah salah satu keunggulan yang tidak dimiliki seni lukis maupun seni gambar. Hal ini bertujuan membangun kesadaran kepada publik bahwa karya grafis murni adalah karya yang membangun wacana kritis. Hal yang selama ini diperjuangkan oleh Syahrizal Pahlevi melalui Miracle Prints. Analisis Wacana Kritis Miracle Prints Analisis yang saya gunakan dalam membongkar karya-karya dalam even pameran Miracle Prints di Jogja Gallery adalah ‘analisis wacana kritis’ (critical discoure analisis). Seni grafis murni merupakan seni yang mengangkat ‘wacana kritis’. Hal itu bisa kita lihat dari latar belakang pembentukan seni grafis murni di Indonesia. Seni grafis murni dibentuk di masa perang kemerdekaan Republik Indonesia sebagai seni rupa propaganda yang paling efisien, karena proses penggandaan karya-karyanya melalui teknik cetak. Ciri khas dari seni propaganda adalah karya seni yang terbentuk dengan sistem masal, yang kemudian ditempel di dinding gedung-gedung dan rumah-rumah penduduk kota sebagai seruan perjuangan. Suromo dan Mochtar Apin adalah beberapa seniman grafis murni yang tercatat dalam sejarah seni modern Indonesia sebagai seniman propaganda yang menggunakan grafis murni. Sistem propaganda tidak bisa dipungkiri termasuk dalam sistem wacana kritis. Maka analisis yang paling mungkin untuk menganalisis kegiatan pameran Miracle Prints di Jogja Gallery, saya menggunakan sistem ‘analisis wacana kritis’. ‘Wacana kritis’ yang dibangun Miracle Prints menurut saya adalah wacana kritis terhadap perubahan sosial, yang sistem analisisnya dikembangkan oleh Norman Fairclough. Dalam pendekatan analisis yang saya susun, ‘wacana kritis’ dipandang sebagai praktik sosial yang ada hubungannya antara praktik diskursif dengan identitas dan relasi sosial. Fairclough menggunakan wacana untuk menunjukkan bahasa sebagai praktik sosial. Dengan demikian wacana merupakan suatu bentuk tindakan di mana seseorang menggunakan bahasa sebagai suatu tindakan pada dunia, khususnya sebagai bentuk representasi ketika menghadapi realitas. Perjalanan Wacana Kritis Miracle Prints Miracle Print yang didirikan dan dimotori Syahrizal Pahlevi dan Ria Novitri sejak tahun 2015 adalah sebuah ruang seni yang menyelenggarakan perhelatan beragam karya seni rupa berukuran kecil antara lain pameran seni rupa, workshop printmaking, dan artshop karya-karya seni rupa termasuk grafis murni. Ketiga kegiatan Miracle Prints sudah berjalan efektif sekitar 4 tahun semenjak berdomisili di dusun Suryodiningratan, Yogyakarta. Dan kegiatan tersebut kini dipindahkan di Jogja Gallery selama 12 hari. Pemindahan kegiatan tersebut bukan lagi sebuah even pameran dari studio Miracle Prints, melainkan suatu pembentukan suatu ‘wacana kritis’. Pengertian wacana antara lain: cara ide atau objek yang berhasil diperbincangkan kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas (Alex Sobur, 2006: 11). Objek yang saya maksud adalah Miracle Prints, sementara karya-karya seni rupa lainnya yang terpajang di ruang Jogja Gallery menjadi bagian dari terbentuknya wacana kritis terhadap ‘seni grafis murni’. Maka kegiatan Miracle Prints di Jogja Gallery apabila dianalisis akan menimbulkan analisis wacana kritis. Pembentukan wacana kritis bisa dilihat dari peran Syahrizal Pahlevi yang kerap bertindak sebagai kurator pameran, baik pameran lukisan, patung, drawing, ilustrasi dan terutama grafis murni. Selain pameran, Miracle Prints juga getol menyelenggarakan workshop grafis murni. Hasil dari perjuangan wacana yang dibangunnya bisa kita telaah, bahwa grafis murni kini mencapai bentuknya yang cukup beragam, antara lain: printmaking, grafis murni konvensional, grafis murni digital dan grafis murni digital print. Kepedulian Miracle Prints terhadap grafis murni ini tidak serta merta membuat Miracle Prints bersikap fanatik terhadap satu jenis karya, yaitu grafis murni, tetapi justru menjadikan sikap familiar terhadap karya-karya seni rupa lainnya, seperti seni lukis, patung dan drawing untuk maju bersama dalam ranah seni rupa Indonesia. Terbukti dengan diselenggarakannya pameran seni rupa secara berkala, baik tunggal maupun bersama di ruang pajang Miracle Prints. Namun demikian terdapat even khusus misalnya Jogja International Miniprint Biennale (JIMB) yang mengangkat karya-karya mini print (grafis murni) internasional dan workshop grafis murni. Analisis Wacana Kritis dalam Tindakan Realitas Bersandingnya karya-karya grafis murni dengan karya-karya seni rupa lainnya dalam pameran-pameran yang biasa diselenggarakan oleh Miracle Prints adalah suatu bahasa metafor kritis. Pada even ini kita bisa melihat perbedaan ungkapan ekspresi antara seni lukis dan seni patung dengan grafis murni. Seni lukis dan seni patung lebih mengungkapkan estetika kejiwaan, sementara grafis murni lebih kepada estetika sosial. Kita bisa melihat karya patung Adi Gunawan, karya keramik Dona Prawita Arisuta, karya lukisan Bonny Setiawan, Dedy Sufriadi, Didi Kasi, Meuz Prast, Tina Wahyuningsih dan yang lainnya yang menampilkan bahasa estetika kejiwaan dengan karya-karya grafis yang menampilkan estetika sosial. Gabungan dua bahasa estetika dalam even ini sama-sama membangun wacana kritis. Karya Tina Wahyuningsih, sebagai amsal: karya 2D object on board, diameter 122 cm, berjudul “The Glory is in Your Hand” (2022), menampilkan warna merah muda dan warna emas. Warna merah muda populer dengan sebutan warna pink. Yang saya analisis dari karya Tina, justru tampilan warna pink yang dikategorikan sebagai warna kitsch. Kitsch berakar dari bahasa Jerman verkistchen (membuat jadi murahan) dan kitschen, yang secara literal memungut sampah dari jalan. Kitsch sering ditafsirkan sebagai budaya pop yang berselera rendah (bad teste) (Rika Ristinawati, http://lib.ui.ac.id). Elemen-elemen kitsch antara lain: sensualitas, vulgaritas, provokasi adalah beragam doktrin yang biasa dilontarkan kepada masyarakat kelas bawah melalui iklan (Wildan Hanif, Yasraf Amir Piliang, 2016: 328). Pendapat Widan Hanif dan Yasraf Amir Piliang didasarkan budaya rakyat folk Culture. istilah folk culture adalah budaya rakyat zaman feodalisme, suatu kasta paling rendah zaman kerajaan yaitu petani dan nelayan (Agus Maladi, 2017: 95). Tetapi warna kitsch dewasa ini menjadi salah satu warna yang paling menonjol dalam seni kontemporer setelah diadopsi oleh seniman Pop Art Andi Warholdan Jeff Koons dalam karya-karyanya, antara lain: Andi warhol “Coca-Cola 3” (1962) dan Jeff Koons “Ballon Dog” (1994). Konsepsi kejayaan pop art didasarkan pada pandangan, bahwa budaya popdipahami sebagai kultur yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, serta semua hal yang disukai rakyat. Karya Reno Megy Setiawan sebagai amsal karya grafis murni yang membangun wacana propaganda, seperti pernah diwacanakan dalam pameran tunggalnya bertajuk “Abu” di Miracle Prints, yang mengungkap propaganda Covid 19. Pada pameran kali ini, ia menampilkan 15 sampai 20 karya grafis murni berukuran kecil sekitar (3 cm x 3 cm) yang diberi judul “Kucing-kucingan” yang merupakan kelanjutan dari konsepsi pameran “Abu”nya. Sedangkan Syahrizal Pahlevi pada pameran ini menampilkan karya monotype, collage,hand painted on paper sebanyak 3 buah karya berjudul “Portrait of Toko Shinoda #1 – 3, menampilkan potret seorang tokoh pelukis-penggrafis yang berkarya sampai akhir hayatnya. Karya grafis monotype Pahlevi yang dibuat berulang mengingatkan saya pada pameran tunggalnya yang bertajuk “Badroom in Arles” pada tahun 2018. Ia menampilkan objek kamar tidur Vincen van Gogh yang digambarkan berulang-ulang dari bentuk realis hingga abstrak. Tampilan karya berulang-ulang itulah yang menjadi ciri khas seni grafis murni. Dalam even ini, Pahlevi juga menampilkan instalasi studio miniprint tempat ia berpraktik workshop di Miracle Prints dan sekarang dilakukannya di Jogja Gallery. Pada titik inilah, Miracle Prints sedang melakukan proses wacana yang menjadi penanda ‘analisis wacana kritis’ yaitu suatu wacana yang mampu mempengaruhi publik. Wacana yang dibangun Miracle Prints semacam wacana perubahan sosial pada seni rupa terutama wacana grafis murni. Lama-kelamaan usahanya berhasil, paling tidak kini karya-karya grafis murni kerap muncul atau turut serta dalam beragam pameran seni rupa. Kini Miracle Prints berpindah kegiatannya ke Jogja Gallery. Dan segala tek-tek bengek kegiatannya dilakukan di ruang-ruang Jogja Gallery yang memang lebih besar, dalam arti Jogja Gallery dibikin sebagai duplikat Miracle Prints. Karya-karya seni rupa yang tampil di ruang tengah rata-rata berukuran besar, sementara di beberapa ruang lainnya seperti lazimnya pameran di ruang Miracle Prints yaitu ditampilkannya karya-karya seni rupa berukuran kecil. Dalam analisis saya, kegiatan Miracle Prints di Jogja Gallery kali ini bukan lagi sebagai galeri tempat pameran seni rupa, workshop dan artshop, tetapi sudah menjadi sebuah bangunan wacana kritis, antara lain: Miracle Prints sebagai inisiator lahirnya Jogja International Miniprint Biennale (JIMB), Miracle Prints yang rutin menyeleggarakan workshop grafis murni, Miracle Print yang selalu menyertakan karya-karya grafis murni dalam pameran seni rupa “Kecil Itu Indah” yang dikelolanya, dan Miracle Prins juga yang menjual karya-karya merchandise grafis murni di antara merchandise karya seni rupa lainnya. Wacana kritis yang dibangun Miracle Prints dalam bentuk bahasa rupa yang lazim disebut metafor yang tentu saja erat dengan perubahan sosial yang terjadi akhir-akhir ini. Industri metafor digital dan metafor digital print sangat dekat dengan konsep kegiatannya. Bahasa rupa yang disampaikan kepada khalayak dalam beragam kegiatan Miracle Prints, bisa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu beserta strategi-strategi di dalamnya. Jadi analisis wacana kritis digunakan untuk membongkar kuasa bahasa rupa metaforis dengan menggunakan persfektif kritis (Eriyanto,2006:6). ‘Wacana kritis’ Miracle Prints dengan memindahkan kegiatannya ke Jogja Gallery bisa dipahami sebagai sebuah wacana tindakan, atau wacana interaksi. Suatu wacana kritis yang bertujuan untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, supaya publik mulai mengerti akan arti pentingna karya grafis murni. Saya simpulkan bahwa salah satu kekuatan eksistensi Miracle Prints adalah membangun ‘wacana kritis seni grafis murni’ agar menyeruak ke permukaan dalam ranah seni rupa lokal maupun global. Babaran Segaragunung, 31 Mei 2022 Pustaka Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, Lkis, Yogyakarta,2006 Fairclough, Norman, Critical Discourse Analysis, The Critical of Language,Longman, London and New York,1995 Hanif, Wildan dan Piliang, Y, Amir. “Kitsch dalam Iklan TV Komersial. Panggung. Vol. 26 No. 3. September 2016: 323-335. Maladi, Agus. “Kesenian Tradisional sebagai Setrategi Kebudayaan di Era Kontemporer”, Nusa, Vol. 12. No. 1 Februari 2017: 94-98. Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya. Internet: Rika Ristinawati, Loc. Cit. http://lib.ui.ac.id › file › file=digital › 20160972-RB08Y312b-Budaya populer-Rika Ristinawati, FB, UI, 2009, Traveling Exhibition 4th JIMB 20/21 (Ruang atas) Penulis: Syahrizal Pahlevi Pameran keliling 4th Jogja International Miniprint Biennale (JIMB) berupa karya-karya grafis ukuran mini dengan ukuran matriks tidak lebih dari 20x20 cm. Even JIMB adalah even rutin dua tahunan pameran dan kompetisi seni cetak grafis dari MIRACLE PRINTS. Bersama dengan TERAS Print Studio (studio seni cetak grafis di dalam MIRACLE PRINTS ) yang telah menggagas even ini sejak tahun 2014, JIMB telah menjadi ikon tersendiri bagi MIRACLE PRINTS dalam hal pemgembangan seni cetak grafis. 4th JIMB mengambil tema Trans Pandemic’ sebagai upaya menyelaraskan dengan perkembangan yang terjadi di kehidupan di Indonesia dan dunia yang tengah dilanda pandemi Covid 19.. Pameran 4th JIMB telah dilakukan pada bulan Juli 2021 lalu bertemapt di MIRACLE PRINTS Yogyakarta. Pameran tersebut menampilkan 121 karya miniprint dari 85 seniman asal 34 negara yang lolos sebagai finalis. Ada 7 pemenang yaitu 1st Prize diraih pegrafis India, kemudian 2nd Prize oleh pegrafis Polandia dan 3rd Prize oleh pegrafis Taiwan. Lalu ada 3 pemenang unggulan Excellent Prize yang diraih oleh pegrafis Bangladesh, Belgia dan Italia. Masih ditambah eorang pemenang National Emerging Printmaker yang diraih pegrafis dari kota Yogyakarta. Dalam pameran tersebut ditampilkan juga karya peserta tamu dari kelompok Future Print China yang menampilkan 39 karya miniprint. Berbagai teknik konvensional dan teknik digital ditampilkan oleh karya-karya finalis dan peserta tamu dalam pameran tersebut. Pameran keliling 4th JIMB rencana dilakukan di beberapa kota. Yang pertama telah berlangsung bulan Desember tahun lalu di Galeri Rakuti, kampus STKW Surabaya. Pameran di Jogja Gallery ini merupakan pameran keliling 4th JIMB kedua dengan materi yang sama. Dalam pameran keliling ini juga akan ditampilkan sejumlah 42 karya miniprint dari kelompok pegrafis China yang merupakan peserta tamu even 4th JIMB. *Kecil Itu Ajaib* Sangat bisa jadi frasa "Kecil itu indah" bersumber dari sebuah buku "Small is Beautiful: A Study of Economics As if People Mattered" karangan Ernst Friedrich 'Fritz' Schumacher (1909-1994) yang terbit pertama kali tahun 1973. Ia adalah buku tentang ekonomi yang mempermasalahkan ukuran. Secara umum buku ini tidak naif menolak 'kebesaran' sebuah (organisasi) ekonomi, melainkan menawarkan akan efektifnya jika ia kecil dan tidak merepotkan. Ada sebuah kutipan menarik dari buku tersebut; orang akan susah menerima perintah dari atasan yang dapat perintah dari atasannya (lagi). Pun sebaliknya orang akan menolak tanggung jawab akan sebuah hal (kesalahan) dengan berapologi, "bukan saya yang menerapkan, saya hanya menjalankan perintah" (Mohon maaf, saya menuliskan kutipan ini menggunakan diksi pilihan saya, bukan copy-paste dari kalimat tertulis di buku) Nah, adakah pameran yang dihelat kali ini di Jogja Gallery (JG), juga pameran "Kecil Itu Indah" versi Edwin's Gallery sebelumnya --menjadi rujukan awal untuk diteruskan dan diperbaharui oleh Miracle-- cukup menerapkan prinsip dasar buku teori ekonomi tersebut? Sebelum menjawab pertanyaan itu, ijinkanlah saya untuk terlebih dahulu sedikit membedah anatomi Pameran Kecil Itu Indah-Miracle (KIIM) juga tentang Miracle Prints, si penyelenggaranya. KIIM hari ini adalah penyelenggaran kali kelima. Dimulai sejak tahun 2017. Absen sekali pas pandemi 2020. Artinya ini pameran berkala, setahun sekali. Masih menggunakan aturan sama terhadap pembatasan karya dan harga tentu saja. Ukuran maksimalnya hanyalah 30 cm saja. Yang menarik jumlah pesertanya relatif tidak dibatasi. Dengan seleksi ketat masih dapat diterima lebih dari 200 nama perupa fari berbagai daerah sebagai pesertanya. Angka yang jelas sekali tidak kecil. Padahal pameran KIIM #5 bukan satu-satunya acara dalam rangkaian kegiatan "Miracle at Jogja Gallery". Ada pameran lain yang diikuti 20 perupa terpilih, termasuk Jogja International Miniprints Biennale (JIMB) yang ke 4, serta workshop seni cetak grafis, art talk dan artshopnya tetap akan buka. Jadi sebetulnya "pindah sejenak" Miracle ke JG ini adalah acara besar. Pada mulanya Miracle Prints yang berdiri sejak 2015 memang punya banyak aktivitas sebagai galeri, artshop dan studio seni cetak grafis sekaligus. Sebuah tekad dan cita-cita yang sungguh mulia. Namun hingga sekarang ruang yang mereka miliki tak kunjung besar (ukurannya). Maka mereka bersiasat dengan cerdas; *_size does matter_*. Lihatlah di ruang mereka, betapa materi pameran, karya rupa yang dijual di artshop, juga JIMBnya selalu memilih ukuran kecil-kecil saja. Kecerdasan inilah yang membawa Miracle Prints ke posisi lumayan besar dalam konstelasi Seni Rupa Yogyakarta, bahkan Indonesia, bahkan dunia. Kembali ke pameran KIIM #5. Kembali ke buku karangan E F Schumacher. Keduanya menampilkan dan mementingkan ukuran. Namun KIIM sedikit lebih unggul, atau setidaknya berbeda, karena tiga hal. Pertama; sebuah pameran (apalagi seni rupa) dituntut untuk menampilkan karya rupa yang indah. Dan saya bersaksi pameran ini setia mementingkan estetika itu. Maka proses seleksi sebagaimana disebut di atas menjadi titik pentingya. Dan bukan kebetulan selektor telah melakukan tugasnya dengan baik. Kedua; Nilai ekonomi kesenian sangat ditentukan oleh kualitas kesenian itu sendiri. Bahwa di luar sana ada "penggorengan" atau praktik kotor lainnya, itu hal yang lain. Dengan ukuran kecil pecinta seni dapat mengkoleksi karya dengan harga kecil pula. Sejatinya harga terbilang tetap bagus namun jadi lebih terjangkau, menjadi tampak tidak mahal, karena ukurannya yang tidak besar. Saya tegaskan pameran ini sama sekali bukan kecil itu murah. Ketiga; Di dalam jagad kesenian tidak dikenal _vocabulary_ "perintah", bahkan dalam sebuah order atau _comission work_ sekali pun bukanlah perintah yang kaku. Selalu ada ruang merdeka dan terbuka bagi setiap seniman. Beberapa berani menyebutnya sebagai ibadah. Dan kalau sudah begini, serta merta terhindar dari apologi, "maaf saya hanya melaksanakan tugas" Meskipun tajuk pameran ini menunjuk kata kecil, sebenarnya ini adalah pameran besar. Aneh ya, kecil kok besar? Senantiasa tercipta keanehan bahkan keajaiban manakala kita bicara soal kesenian. Memang begitulah fakta keras yang terdapat di dalamnya. Penutup, ijinkan kembali saya untuk menggeser kata. Kecil Itu Indah adalah pameran yang diselenggarakan Miracle, bisa jadi bersumber dari buku Small is Beautiful menjadi satu kalimat saja: *SMALL IS MIRACLE*. Tolong jangan dibalik susunannya. Yogyakarta, 24 Mei 2022 *Yuswantoro Adi* _Pelukis yang Menulis Seni Rupa_ Workshop Seni Cetak Grafis Di MIRACLE PRINTS terdapat sebuah ruangan yang berfungsi sebagai studio cetak grafis. Studio ini bernama TERAS Print Studio (TPS) yang merupakan ruang kerja pegrafis Syahrizal Pahlevi untuk memproduksi karya-karya grafisnya. Sesekali studio ini dibuka untuk umum dengan memberikan workshop kepada masyarakat umum termasuk seniman/pelajar/mahasiswa dan anak-anak yang tertarik belajar seni grafis. TPS sendiri berdiri sejak tahun 2009. Selain menjadi studio kerja pribadi dan juga studio terbuka, TPS aktif menyelenggarakan pameran seni grafis baik tingkat lokal hingga internasional. Pada tahun 2013 TPS melalui TERAS Management menyelengggarakan Jogja International Mini Print Festival (JIMPF) bertempat di Galeri Katamsi ISI Yogyakarta. JIMPF ini juga menjadi acara Pra Bienal Dalam MIRACLE at Jogja Gallery, di ruang pameran akan diadakan workshop seni grafis dalam hari-hari tertentu selama pameran berlangsung. Workshop terbuka untuk umum/pelajar/mahasiswa dan anak-anak. Teknik: Woodcut, Linocut, Collagraph, Stamp Print dan Drypoint Waktu: 15, 16, 17, 18 dan 19 Juni 2022, mulai pukul 14.00 – 17.00 (3 jam) Fasilitas: Alat dan bahan disediakan oleh panitia + snack. Peserta membawa pulang karya yang dibuatnya. Dapat membawa bahan sendiri untuk dicetak seperti kaos, scarf dll (kecuali untuk teknik drypoint). Biaya: Rp. 75.000 per workshop/peserta Kuota: 20 peserta/workshop Instruktur: Reno Megy Setiawan, Ariswan Adhitama, Windi Delta, Fakhri Syahrani, Agung Pekik Pendaftaran workshop melalui WA panitia 081539816190 atau pihak Jogja Gallery. Pembayaran selambatnya 1 hari menjelang workshop langsung ke panitia atau via transfer rekening BCA, no. 0372432827, an. RIA NOVITRI N. Tanda bukti transfer wajib dikirim ke WA panitia. Tentang teknik. Woodcut: Adalah teknik cetak tinggi dalam seni grafis. Pelat acuan cetak yang digunakan adalah papan kayu, MDF, multipleks atau plywood. Pertama dibuat sketsa terbalik diatas pelat kayu menggunakan pensil atau pena. Lalu permukaan yang tidak ingin terkena warna dicukil menggunakan pisau cukil khusus. Selanjutnya permukaan yang tidak tercukil diolesi tinta cetak menggunakan bantuan rol karet secara merata. Selembar kertas diletakkan diatasnya dan ditekan atau digosok bagian belakangnya menggunakan benda tumpul agar tinta yang ada di papan menempel rata ke permukaan kertas. Hasil cetakan di kertas tersebut adalah karya grafis. Teknik ini dapat mencetak lebih dari satu edisi dengan hasil gambar yang sama/konstans. Dalam workshop ini peserta akan membawa hasil cetaknya diatas kertas yang disediakan panitia dan dapat juga mencetak diatas kaos/scarf yang dibawanya sendiri. Waktu: 15 Juni 2022. Pukul 14.00 – 17.00 (3 jam). Linocut: Prosesnya sama dengan woodcut, hanya saja acuan cetak yang digunakan adalah jenis karet yang lebih lunak dan mudah dicukil. Untuk melakukan eksperimen cetak juga lebih mudah karena acuan cetak dapat dipotong-potong sekehendak hati pembuatnya. Juga dapat dicetak lebih dari satu edisi dengan hasil gambar yang sama. Dalam workshop ini peserta akan membawa hasil cetaknya diatas kertas yang disediakan panitia dan dapat juga mencetak diatas kaos/scarf yang dibawanya sendiri. Waktu: 16 Juni 2022. Pukul 14.00 – 17.00 (3 jam). Collagraph: Juga termasuk dalam cetak tinggi. Hanya saja pelat acuan cetak tidak dicukil. Pelat dapat berupa kayu/MDF/multipleks/plywood/katon keras yang permukaannya ditempel dengan benda-benda tertentu (dibuat khusus ataupun memanfaatkan benda temuan untuk membentuk disain. Kemudian permukaan benda-benda tersebut diolesi tinta cetak dan kemudian dicetakkan keatas slembar kertas. Bagian belakang kertas juga perlu ditekan/digosok agar tinta menempel dengan baik. Collagraph dapat mencetak lebih dari satu edisi tetapi biasanya hasilnya tidak sekonstan jika menggunakan teknik woodcut atau linocut. Dalam workshop ini peserta akan membawa hasil cetaknya diatas kertas yang disediakan panitia dan dapat juga mencetak diatas kaos/scarf yang dibawanya sendiri. Waktu: 17 Juni 2022. Pukul 14.00 – 17.00 (3 jam). Stamp Print: Termasuk teknik cetak tinggi. Mirip dengan woodcut dan linocut dalam membuat pelat acuan cetaknya, namun sedikit berbeda dalam mencetakkan di kertas. Dalam teknik ini acuan cetak tang telah diberi tinta hanya perlu di’cap’kan di atas kertas atau kain yang ingin dicetakkan. Dalam workshop ini peserta akan membuat karya dari karet/gabus yang diukir permukaannya sesuai keinginan pembuatnya. Pencetakan selain di kertas juga dapat dilakukan di kain atau kaos yang dibawa sendiri. Waktu: 18 Juni 2022. Pukul 14.00 – 17.00 (3 jam). Drypoint: Adalah teknik cetak dalam. Biasa disebut juga teknik kering. Acuan cetak menggunakan tembaga/aluminium/mika tebal yang permukaannya digores menggunakan jarum/paku/benda runcing. Tujuannya menghasilkan parit-parit dalam pada permukaan pelat yang membentuk gambar yang diinginkan. Kemudian permukaan pelat yang telah digores tersebut diolesi tinta cetak secara merata dan bagian yang tidak tergores dibersihkan menggunakan kertas atau kain hingga bersih. Lalu selembar kertas yang telah dilembabkan dengan air diletakkan diatasnya dan bagian belakang kertas dipress menggunakan mesin press agar tinta yang tertinggal dalam pelat berpindah ke kertas. Teknik ini dapat menghasilkan karya lebih dari satu edisi dengan hasil sama/konstan. Dalam workshop ini peserta akan membuat karya drypoint menggunakan bahan alternatif seperti plastik tebal ataupun CD bekas. Waktu: 19 Juni 2022. Pukul 14.00 – 17.00 (3 jam). |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
June 2022
Categories |