teras
  • MIRACLE PRINTS
    • News >
      • PLEASURE-PASSION >
        • Ariswan Adhitama
        • M. Muhlis Lugis
        • Reno Megy Setiawan
        • Syahrizal Pahlevi
      • Archives >
        • Mini Residency >
          • Online Application
      • Home >
        • MEMBER of Miracle Prints >
          • Support
        • Gallery >
          • Merchandise
        • TERAS Management
        • TERAS PRINT DEALER
        • About
        • Links
        • Contact
  • Studio
    • Facilities
    • Editioning
    • Classes
    • History and Technique Printmaking
    • Articles on Printmaking from Art in Print
  • Printmaker Syahrizal Pahlevi
  • JIMB
  • Blog

miracle blog

kecil itu indah after edwin's #1

12/8/2018

0 Comments

 
Picture
PRESS RELEASE TERAS MANAGEMENT
Pameran Atas Pameran “KECIL ITU INDAH, After Edwin’s” (KI2AE)
Tempat           : Miracle Prints, jl Suryodiningratan 34, Yogyakarta
Waktu             : 13 Mei – 13 Juni 2017
Pembukaan    : 13 Mei 2017, jam 16.00.  Acara: AORSI
Karya              : 2 Dimensi, 3 Dimensi dan Mixed Media dalam ukuran panjang x lebar x
                          tinggi maksimal 30x30x30 cm.
Seniman         : Nugroho “HoHOX”, Joko “Gundul” Sulistiono, Komroden Haro, Januri, Sigit Bapak, Alie Gopal, Agus “Baqul” Purnomo, Amin Taasha, Tito Tryamei, Nasirun, Hayatuddin, Hari Budiono, Edo Pillu, Noor Ibrahim, Indra Dodi, Otje Lamno. Stevan Sixcio Kresonia, Joseph Wiyono, Surya Wirawan, Ambar Pranasmara, Dedy Supriadi. Joshua L. Tobing, Dona Prawita Arissuta.
Deskripsi         :
Tidak bisa dipungkiri, pameran “Kecil Itu Indah” (KI2)  identik dengan Edwin’s Gallery (EG)
karena kerapnya EG  mengadakan pameran KI2 dengan banyak perupa. Modelnya adalah
para perupa  “tertentu” diminta mem-buat karya dalam ukuran kecil/mini untuk pa-meran 
sehingga  karya-karya sang seniman dapat terjangkau oleh beragam kolektor yang memiliki
beragam latar belakang dan tujuan dalam mengapresiasi karya seni rupa. Tujuan lain karya
dalam ukuran kecil dapat menjadi “jeda dan alternatif”  bagi perupa, pe-nonton dan
peminat seni rupa sekaligus galeri merekomendasikan bahwa  ukuran yang kecil tidak
mengurangi kualitas dan muatan sebuah karya.
 
Pameran “KECIL ITU INDAH After Edwin’s” (KI2AE) yang mengundang 23 perupa dari berbagai media ini boleh dianggap sengaja “meneruskan” konsep pameran oleh EG tersebut.  Walau kita ketahui konsep pameran kecil/mini baik dengan nama serupa maupun nama yang lain tidak hanya diusung oleh EG saja, namun kami mencatat hanya EG yang membuat even tersebut sebagai even berkala mereka. Sepengetahuan kami  setidaknya EG telah 14 kali membuat pameran “KI2” sehingga poin inilah yang ingin dicatat dan menjadi pijakan dalam mencari peserta. 1/2 menyatakan pernah terlibat dalam pameran yang dibuat oleh EG tersebut dan 1/2 lainnya menyatakan belum pernah terlibat/diajak/sempat.
Pameran KI2AE diniatkan sebagai “Pameran Atas Pameran” dan tidak ingin menjadi sekedar penerus/pengikut/KW2 atau menjadi corong EG. Kami berusaha mendorong para perupa  dapat memasukkan respon pribadinya  mengenai konsep “Kecil Itu Indah” sehingga terjadi sebuah dialog kreatif oleh sebuah pameran atas pameran lain yang pernah ada sebelumnya. Mungkin sekedar komentar, mempertanyakan, mengkritisi atau justru kembali merayakannya.
 
Miracle Prints


0 Comments

drawing purba

12/8/2018

0 Comments

 
Picture
 
PRESS RELEASE
Judul pameran        : “PURBA”
Tempat                      : Miracle Prints, jl. Suryodiningratan 34 Yogyakarta
Waktu                        : 25 Maret – 10 April 2017, buka Selasa – Minggu, jam 11.00 – 19.00
Pembukaan             : Sabtu, 25 Maret 2017, jam 16.00
Dibuka oleh             : Jerry Chamberland (art lover)
Seniman peserta     : Joko “Toying” Widodo, Meuz Prast, Tina Wahyuningsih, Eddy Sulistyo, Hotland Tobing, Ugo Untoro, Dona Prawita Arissuta, Robi Fathoni, Alie Gopal,, “Jon Paul“ Irwan, Desy Gitary, Syalabi Asya, Susilo Budi Purwanto, Wahyu Gunawan, Allatief, Yani Halim, Basori “Kang Basori”, Tohjaya Tono, Franky Pandana, Jonson Pasaribu, Widarsono Bambang & Mumtaz khan Chopan.
Penyelenggara        : TERAS Management, cp: Ria Novitri/081539816190
Website                     : www.terasprintstudio.com
Deskripsi                  : Pameran akan menampilkan 22 karya “drawing” dari 22 seniman yang tinggal di Yogyakarta, Nganjuk, Surabaya, Jakarta dan Medan. Semua karya bermaterikan media kertas sebagai unsur utama pembentuk dengan eksekusi khas masing-masing seniman. Ukuran karya bervariasi dari yang paling kecil ukuran 21x16 cm sampai terbesar ukuran 80x110 cm.
Kuratorial:
 “PURBA (Ikhtiar Drawing)”
 “Sambil kembali mengingat Rembrandt, Degas, Van Gogh dan buku-buku pelajaran Biologi zaman dahulu”. 
Sekalipun memiliki kategori masing-masing, membedakan antara  “drawing” dengan  “sketsa” kadang bukan perkara sederhana mengingat kedekatan kedua media ini yang sama-sama berpokok pada aktivitas menggaris dan menggores. Dari segi pengertian drawing dapat dikatakan sebagai “hasil dari penekunan yang cermat atas sebuah sketsa” sebagaimana dikatakan oleh M. Dwi Marianto dalam tulisan pengantar sebuah pameran drawing: “Drawing adalah ide dan tampilan dari sebuah sketsa yang dielaborasi menjadi karya visual dua-dimensional; berpotensi sebagai fine art dan sekaligus applied art; dibuat dengan berbagai macam instrument, misalnya: pena, pensil. Pensil warna, technical pen, charcoal, kuas, pena dan apa saja” (Leaflet pameran “Drawing Pemersatu”, Studio Kalahan, Yogyakarta, Oktober 2016).  
Begitu juga membedakan “drawing” dengan “lukisan” kini sama susahnya karena seringkali drawing tampil atraktif dan meriah seakan tidak mau kalah dengan tampilan lukisan yang powerfull dan canggih tekniknya. Seorang William Kentridge melangkah jauh lagi dan membawa media drawingnya sebagai elemen karya videonya, namun yang menarik tetap saja karya drawingnya tersebut dapat berdiri sendiri  sebagai karya yang kuat dalam sebuah pameran. Sementara sketsa yang lebih mengutamakan garis  sederhana dan bersifat spontan, biasanya akan jauh lebih mudah dibedakan ketika bersanding sejajar dengan lukisan yang lebih kompleks, colorfull dan penuh pertimbangan.  
Lalu dimanakah posisi drawing? Apakah ia berada diantaranya; antara sketsa dan lukisan, jika drawing merupakan “tindakan lanjut” atas sketsa namun dianggap belum sampai lukisan? Atau ia memang tidak berada diantara keduanya dan mencari jalannya sendiri? Perkembangan seni rupa kini yang mendorong kaburnya batasan atau kategori media memang memungkinkan mendukung sikap mendua seniman, seperti pada kasus drawing. Sepertinya seniman bebas saja menentukan kapan ia mengganggap sebuah karya yang akan dipamerkannya sebagai drawing dan kapan sebagai bukan drawing. Begitulah yang terjadi.  
Kata “PURBA” membawa imaji kita perihal “ketuaan” atau  tentang “masa/zaman silam”. PURBA  sebagai judul pameran ini adalah “dramatisasi” persoalan drawing yang sering dimitoskan sebagai persoalan kuno atau masa lalu dan tidak perlu mendapat porsi lebih dalam kekaryaan maupun perbincangan. Padahal sebagai media pendahulu, kePURBAan media drawing dibanding media seni rupa yang tumbuh kemudian mestinya tetap menarik sebagai alat ekspresi bagi para seniman. Tetapi pameran ini sama sekali tidak bermaksud menggiring imaji kembali ke masa silam tapi justru memperluasnya. Untuk itulah dalam undangan kepada seniman selain ada “kewajiban” penggunaan media kertas sebagai unsur utama dalam karya tetap ada kebebasan (baca: anjuran) jika ingin menambahkan media lain selain kertas dalam eksekusinya. Penambahan media tersebut bisa saja berupa kolase, cetakan, instalasi, video, audio sampai performance art termasuk apapun. Alasannya karena media kertas termasuk media tua dan telah sejak awal dipakai untuk membuat drawing oleh para seniman pendahulu namun konteks kekinian yang luas seperti hasrat mixed media dan kebutuhan melakukan kolaborasi oleh berbagai seniman tidak dapat dihindari. Memang tidak semua seniman serta merta menanggapi anjuran kuratorial yang berbau eksperimental ini. Semua pilihan akhirnya dikembalikan kepada perupa. 
Drawing memang selalu menarik, justru karena berbagai kemungkinan eksplorasi dan perdebatan yang menyertainya. Setiap seniman dalam pameran ini memiliki definisi masing-masing mengenai apa itu drawing yang secara tidak langsung berimbas pada eksekusi karya mereka. Barangkali seperti yang sudah-sudah tetap  muncul kembali perdebatan; apakah ini masih drawing ataukah bukan drawing? Tidak ada seni yang mutlak. Barangkali kita hanya sedang berikhtiar: “Ikhtiar Drawing”. 
Syahrizal Pahlevi
 
 


0 Comments

friends of tps

12/8/2018

0 Comments

 
Picture
Press Release
“Friends Of TPS”
Pameran Seni Cetak Grafis
 
New Miracle Prints, jl. Suryodiningratan 34, Yogyakarta
31 Januari s/d 14 Februari 2017
Soft Opening: Selasa, 31 Januari 2017, jam 16.00
Sambutan oleh: Yustina W. Neni
 
Seniman:
Kulonprogo:  Ariswan Adhitama, Angga Sukma Permana
Yogyakarta: Kurma Elda Gustrianto, Rizal Eka Pramana, Alfin Agnuba, Deni Rahman, Fitri DK, Dodi Irwandi, Arwin Hidayat, Prihatmoko Moki, Aliem Bakhtiar
Makassar: M. Muhlis Lugis
Papua: Ipung Purnomo
Australia: Carolyn Mckenzie Craig, Sadat Laope
 
Deskripsi         : Akronim TPS di Indonesia biasanya ditujukan kepada “Tempat Pemungutan Suara”. Jadi rada-rada selalu berbau Pemilu. Padahal ada TPS yang lain yang keberadaannya tidak bergantung musim Pemilu, tapi lebih bergantung kepada militansi pengelolanya. TPS itu adalah singkatan dari TERAS Print Studio.  
                      
TPS adalah studio cetak grafis terbuka yang didirikan oleh pegrafis Syahrizal Pahlevi pada tahun 2008. Awalnya studio ini hanya untuk fasilitas berkarya pribadi seniman, namun seiring waktu studio dibuka untuk berbagai kebutuhan seperti: workshop untuk seniman dan masyarakat umum yang berminat belajar seni grafis, tempat berkarya beberapa seniman grafis, program Mini Residency yang sudah diikuti 6 pegrafis. Disamping itu didukung TERAS Management TPS menyelenggarakan berbagai “print event” seperti: Jogja International Mini Print Festival (JIMPF) 2013, Jogja International Miniprint Biennale (JIMB) 2014 dan 2016, 33 Prints 2015, Multiple #1, Relation in Print #1 dan 2 dan dalam waktu dekat “Jogja Editions”.
 
Dalam perjalanannya tentunya TPS menjalin komunikasi yang intens dan terus dijaga dengan banyak pegrafis baik lokal, nasional dan internasional yang kami sebut saja sebagai “TEMAN” (Bukan berarti bagi yang kurang intens berkomunikasi tidak dapat disebut sebagai teman pula. pen). Nah, sebagian pegrafis yang dapat kami kumpulkan berdasarkan momentum, kepraktisan, daya tampung ruang  kami ajak berpameran bersama kali ini dalam tajuk sederhana “Friends of TPS”. Acara ini juga sekaligus sebagai penanda membuka ruang New Miracle Prints yang sejak 8 Desember 2016 menempati lokasi sendiri di jalan Suryodiningratan 34, Yogyakarta setelah sebelumnya hampir 1 tahun bergabung bersama studio pegrafis Reno Megy Setiawan di kawasan Gamelan-Kraton.
 
Kembali pada akronim “TPS” diawal tulisan, adakah karya-karya peserta yang dipamerkan kali ini menyinggung mengenai Pemilu? Apalagi saat ini Yogyakarta dan berbagai daerah di Indonesia hangat-hangatnya menghadapi Pemilukada atau Pilkada. Sepertinya seniman “cuek-cuek” saja.

0 Comments
Forward>>

    Author

    Write something about yourself. No need to be fancy, just an overview.

    Archives

    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    August 2021
    June 2021
    May 2021
    April 2021
    March 2021
    January 2021
    December 2020
    November 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018

    Categories

    All

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.