![Picture](/uploads/1/1/5/9/11598257/published/melihat-poster.jpg?1602593937)
Oleh : Alex Luthfi R.
I. Pengembaraan Johny Gustaaf.
Semangat berpameran Johny Gustaaf tidak runtuh oleh pandemi COVID-19 yang melanda Nusantara. Selama 14 hari ke depan (14 - 28 Oktober 2020), akan digelar lebih dari 20 karyanya di Miracle Prints Yogyakarta.
Pelukis berdarah Ambon kelahiran Jakarta ini, pada tahun 2005 studi seni lukis di SMSR Yogyakarta. Setelah lulus sekolah seni, pada tahun 2011 memutuskan menimba pengalaman dan sekaligus mencari rezeki di Maliboro pusat wisata kota Yogyakarta sebagai pelukis potret.
Lebih dari 5 tahun menjalani hidup sebagai pelukis potret, Johny Gustaaf banyak menerima pesanan lukisan dengan corak realis dan impresionis. Selama berkarya dengan corak realis dan impresionis untuk memenuhi pesanan pecinta seni, membuatnya menjadi peka terhadap kualitas warna dan cara mengharmonisasikannya. Dari pengalaman artistiknya ini, kemudian menjadi awal dan sekaligus pemicu baginya untuk melukis secara mandiri.
Johny Gustaaf akhirnya memutuskan tidak menerima pesanan pecinta seni lagi dan berkarya dengan bebas serta mandiri, untuk memberikan keleluasan bagi ide-idenya.
Johny Gustaaf, adalah tipe anak muda yang pandai berkomunikasi dan memiliki banyak teman pelukis. Pertemanannya dengan pelukis ternama di Yogyakarta, dan para alumni SMSR Yogyakarta, memberikan banyak pelajaran untuk dirinya.
Pengembaraan seorang Johny Gustaaf dengan mengunjungi banyak teman, lalu berdiskusi, membuatnya lebih dewasa di dalam memahami hidup sebagai pelukis. Dari pertemanan tersebut, dirinya memperolah segudang pengetahuan juga wawasan, yang dapat membangkitkan dirinya dan kemudian menetapkan jalan hidupnya sebagai pelukis yang visioner.
Pameran ini adalah pameran tunggalnya yang perdana. Johny Gustaaf ingin menegaskan pada publik pecinta seni bahwa dirinya sudah hadir. Dan eksistensinya sebagai pelukis, ditunjukannya melalui karya-karya barunya yang ekspresif.
Melihat, dipilih menjadi tajuk untuk pameran tunggal perdananya. Kata “melihat” dapat mengungkapkan berbagai hal tentang dan mengetahui fenomena yang terjadi melalui indera mata. Dari Melihat tentu akan ada proses penjiwaan, yaitu meresapi dan menghayati sesuatu yang nampak serta apa yang ada disebaliknya.
Jadi pilihan daripada kata Melihat ini, Johny Gustaaf berkeinginan agar masyarakat dapat mengapresiasi karya seni lukisnya dengan lebih cermat lagi. Kita bisa melihat citra artistiknya dari bidang-bidang kanvasnya yang sarat dengan dinamika warna serta goresan kuasnya yang ekspresif itu.
II. Melihat Lukisan Johny Gustaaf.
Pada tahun 2017, untuk pertama kalinya Johny Gustaaf mencipta karya seni lukis dengan corak ekspresionis. Perubahan corak seni lukisnya ini, berhubungan erat dengan perasaan batinnya yang ingin lebih bebas dalam mengekspresikan gejolak emosinya di atas kanvas.
Johny Gustaaf dengan corak seni lukis ekspresionistis, seperti menemukan dunia barunya. Setiap hari melukis tiada henti, semangat yang ditunjukannya bertujuan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Maka di dalam kurun waktu 3 tahun ini, kemajuannya sungguh luar biasa, produktivitasnya mampu menghasilkan lukisan yang indah dan semakin berkembang tekniknya.
Dalam perbincangan sore di studionya, Johny Gustaaf menjelaskan dengan panjang lebar proses kreatifnya. “ ....goresan kuas dengan varian garis-garis, aksen guratan-guratan pisau palet/kuas tumpul dan blok bidang warna menjadi unsur penting dalam seni lukis saya. Hasilnya, dari permainan warna, sapuan kuas dan guratan garis-garis (improvisasi) yang saya komposisi di atas bidang kanvas, dapat menjadi dinamis dan harmonis. Kemudian untuk ide-idenya, inspirasinya saya dapatkan dari keindahan alam semesta yang pernah saya lihat dan hayati”.
Kesan pertama yang saya peroleh ketika melihat dan mencermati semua lukisan yang diciptakan, adalah jiwanya yang lapar. Meskipun semua karya yang dihasilkan memiliki ciri dan detail yang hampir serupa, namun sensasinya tetap saja menggetarkan jiwa.
Setelah saya lebih dalam lagi masuk ke wilayah proses kreatifnya, terungkap bahwa dirinya tidak ingin kehilangan keaslian dan spiritualitas seninya. Perasaan yang paling pribadi olehnya diekspresikan dengan meledak-ledak, terbebas dari norma objek. Maka Johny Gustaaf saat ini sudah sampai pada penemuan formulanya sendiri untuk menghasilkan ciri dari seni lukisnya.
Baginya momen-momen puncak dari suasana hatinya, harus segera ditranformasikan pada bidang kanvasnya. Sapuan kuas yang liar, komposisi warna yang dinamis, torehan aksen garis, merupakan drama dan eksperimentasi yang menghasilkan efek serta sensasi mengejutkan. Proses kreatif yang dilakukannya, memang memiliki kemiripan proses dengan yang dikerjakan oleh para pelukis ekspresionisme, yaitu tidak ingin kehilangan momen serta moodnya.
Warna menjadi bentuk, sapuan kuas liarnya adalah jiwa dan guratan garis-garisnya merupakan perlambang dari suasana pikiran dan hati.
Mengapresiasi seni lukis Johny Gustaaf seperti “melihat” jiwa yang bergerak. Untuk itu sebaiknya kita membaca lukisannya tidak dengan mata, tetapi dengan pikiran, agar dapat memahami misteri yang berada di dalamnya.
Selamat berpameran dan sukses.
Yogyakarta, 14 Oktober 2020.
Saung Banon Arts Yogyakarta