Pameran kembali 33 karya 3 Pemenang Terbaik The 2nd Jogja International Miniprint Biennale (JIMB) 2016.
Seniman : Deborah Chapman/Kanada, Dimo Kolibarov/Bulgaria, Paolo Ciampini/Italia
Penulis : Aminudin TH. Siregar
Tempat : Miracle Prints, jl. Suryodiingratan 34, Mantrijeron Yogyakarta 55141
Waktu : 8 – 25 Desember 2017
Pembukaan : Jumat, 8 Desember 2017, jam 16:00
Dibuka oleh : Agung Kurniawan (Juri Ketua 2nd JIMB 2016)
Acara : Demo Intaglio
Pengantar Miracle Prints:
“Pikat Intaglio”
Setelah gagal memamerkan kembali karya-karya mereka di sebuah ruang budaya di kota Solo karena ketiadaan dana operasional dan ditolak secara halus oleh sebuah galeri swasta di Surabaya dengan alasan menjual karya grafis tidak menguntungkan galeri, kali ini Miracle Prints Art Shop & Studio akan menghadirkan karya-karya grafis berkelas internasional yang sangat kuat ini buat pencinta seni di Yogyakarta.
Karya tiga seniman ini: Deborah Chapman, Dimo Kolibarov dan Paolo Ciampini pernah dipamerkan di Sangkring Art Project Yogyakarta dalam even “JOGJA EDITIONS” pada tanggal 15 – 30 Mei 2017 yang lalu. “JOGJA EDITIONS” adalah even pameran dan bazar karya-karya print yang diorganisir oleh TERAS Management yang menampilkan seniman 3 Pemenang Terbaik 2nd JIMB 2016 dalam tajuk 33 PRINTS, pegrafis dan komunitas grafis dari Bandung dan Yogyakarta antara lain: Agung Pekik Hanafi, Muhammad Yusuf, Sri Maryanto, Agugn Prabowo, Krack Studio dan Survive Garage dalam balutan TERAS Print Fair. Dalam even tersebut karya-karya seni grafis konvensional ditampilkan bersamaan dengan karya grafis dalam kemasan kontemporer dan merchandise print.
Secara kebetulan, karya ketiga pemenang utama 2nd JIMB 2016 sama-sama menggunakan teknik intaglio atau cetak dalam dalam pengertian kita. Deborah Chapman, perempuan kelahiran Argentina tahun 1953 yang telah lama tinggal di Kanada adalah pegrafis dengan spesialisasi teknik mezzotint, sebuah varian teknik intaglio yang mengekplor efek gelap-terang objek ala teknik lukisan chiaroscuro yang biasa dipertontonkan secara dramatis oleh Rembrandt, Caravaggio dan Leonardo da Vinci. Ditangannya teknik mezzotint yang prima menyatu dengan tema karyanya yang dipenuhi fantasi yang absurd dan simbol-simbol. Dimo Kolibarov, lahir di Bulgaria tahun 1965 hadir dengan tema “kecemasan pada dunia anak” dengan tokoh anaknya sendiri sebagai subjek matter gambarnya. Ia membuatnya dengan teknik etching color yang matang menggunakan sedikitnya 2 plat tembaga dengan warna-warna jernih. Sedangkan Paolo Ciampini adalah pegrafis gaek kelahiran Italia tahun 1943 yang romantis seromantis judul-judul karyanya. Ciampini mendemonstrasikan teknik etsa hitam putih dan monochrome yang piawai untuk objek-objek favoritnya kebanyakan figur perempuan dan arsitektur bangunan di Italia.
Sebagaimana dikatakan oleh sejarahwan seni Aminudin TH. Siregar dalam tulisan pengantarnya di katalog “Jogja Editions” (Teras Management, 2017), teknik cetak dalam atau intaglio sebenarnya adalah teknik yang tidak pernah tuntas dikerjakan oleh para pegrafis Indonesia karena kebanyakan pegrafis masih berkutat bagaimana mensiasati persoalan teknik yang rumit ketimbang terbebaskan oleh teknik dalam mengaktualisasikan tema-tema mereka. Lain halnya dengan pegrafis Eropa dan Amerika yang memang akrab dengan teknik ini akibat antara lain sejarah yang panjang kemunculan seni grafis, berbagai varian intaglio seperti; etsa, drypoint, mezzotint, aquatint, photo etching telah mereka taklukkan dan dengan lincahnya berkeliaran dalam tema-tema karya mereka secara leluasa.
Pameran ini akan memamerkan sejumlah 33 karya dimana masing-masing seniman diwakili 11 karya terdiri dari 1 buah karya yang memenangkan karya terbaik 2nd JIMB 2016 pada waktu itu ditambah 10 buah karya lainnya. Keseluruhan karya bertajuk tahun 2014 sampai 2017.
Intaglio adalah salah satu teknik yang memikat banyak seniman dalam mengerjakan karya seni grafis, tidak terkecuali ketiga seniman ini. Dengan kekuatan teknik, kematangan dalam mengolah tema dan kesungguhan hati dalam pengerjaan karya-karya mereka sungguh memikat dan sanggup memunculkan pesona yang luar biasa. Disini apriori publik dan pencinta seni dalam negeri yang masih terkotak-kotak dengan media seperti lukisan, patung, instalasi, fotografi diuji.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan pengamat:
Ruang Berlapis Intaglio
Sebuah Catatan untuk JIMB 2016
Jogja International Miniprint Biennale (JIMB), sebuah ajang internasional dua tahunan berhasil menempatkan dirinya sebagai tolak ukur perkembangan seni grafis di Indonesia. Berbeda dengan tradisi bienale di arus utama yang rumit dan gigantik, JIMB justru secara leluasa dan responsif menawarkan kesederhanaan melalui karya-karya berukuran mini. Model bienale ini melancarkan terciptanya mobilitas dan efisiensi. Sejak digelar, JIMB pada gilirannya telah menjadi sebuah ajang yang turut mewakili nama Indonesia di forum seni grafis kontemporer dunia. JIMB telah menawarkan berbagai kemungkinan dalam teknik seni grafis yang belum dikembangkan penggrafis tanah air (dengan alasan miskinnya infrastruktur studio grafis yang bisa segera dimaklumi bersama), terutama kekayaan teknik intaglio dan litografi. Pengalaman melihat karya-karya grafis mancanegara ini sangat penting guna mengukur semaju apa perkembangan seni grafis kita dan, tentu saja sejauh mana kita sudah tertinggal. Dari perjalanannya, JIMB membuktikan bahwa karya-karya cetak sanggup menembus keterbatasannya yang mana kemudian bisa dihargai sebagai analisa kritis atas representasi kebudayaan kontemporer yang selama ini didominasi seni lukis.
Karya-karya yang mendapat perhatian istimewa dalam JIMB kali ini menampilkan teknik intaglio yang berkembang di Eropa setelah cukilan kayu. Intaglio – populer di Indonesia dengan sebutan cetak dalam - menggunakan plat tembaga sebagai bidang yang ditoreh sehingga area cekungnya menahan tinta. Saya sebelumnya mengatakan bahwa teknik ini belum seberapa berkembang mengingat masih sedikit karya-karya di tanah air yang sanggup keluar dari sejumlah kendala. Bagi penggrafis yang berkutat pada teknik ini, mereka bertahan tak lebih dari sekedar teknik kalau tidak bisa disebut belum memperlihatkan penjelajahan tema yang dengan kerangka konseptual dan estetika yang maju. Kita akan melihat bagaimana kualitas teknik intaglio dalam pameran JIMB saat ini dan bagaimana karya karya terpilih dari seniman Paolo Ciampini, Dimo Kolibarov, dan Deborah Chapman unggul dari segi teknik, konseptual dan estetika.
Karya Paolo Ciampini (Italia) cenderung memadukan nuansa gelap di mana impresi manusia dan hewan muncul akibat pencahayaan yang menempatkan mereka ke dalam sebuah situasi sunyi, puitis sekaligus nostalgis. Sementara beberapa sosok disitu tampil secara ikonografis, yang lainnya berpose untuk sebuah komposisi fotografis yang ganjil. Potongan anatomi atau pose-pose wanita disitu juga seakan menata keilahian yang telanjang dari sebuah inspirasi klasik seraya mengembalikan bayangan kita pada seni-seni renesans. Semua itu tak hanya memperlihatkan teknik grafis Ciampini dengan efek tonal yang tampil secara prima, tetapi juga untuk mengembangkan gagasan. Karyanya menghadrikan tingkat kesulitan dan juga sebuah bukti keterampilan dalam menggambar. Ini tentu bukanlah pekerjaan mudah bagi pengamat yang memahani bagaimana teknik intaglio dalam seni grafis dikerjakan.
Dimo Kolibarov (Bulgaria) tampaknya berminat pada ruang-ruang berlapis yang saling menghubungkan satu tempat ke tempat lain, menghubungkan satu citra ke citra lainnya. Ruang itu menempatkan manusia ke dalam situasi abnormal meski masih mengacu pada realitas dan kita kenali sebagai pantai, labirin, atau sebuah sudut rumah dengan kursinya. Kolibarov juga mempersoalkan transisi ruang yang mengubah imaji manusia sebagai hewan sehingga mengesankan peristiwa janggal – kalau tidak bisa disebut surealistis. Seorang anak kecil tampil simultan di beberapa karya dalam sebuah obsesi kejiwaan. Ia mendekap seekor hewan (atau sebuah boneka) yang menjaganya dari sebuah ancaman dan dari konflik antara ruang pribadi dan ruang publik, antara ruang keluarga dan ruang sosial, antara ruang budaya dan ruang yang berguna, antara ruang santai dan pekerjaan. Anak itu mewakili kehadiran tersembunyi yang suci.
Dengan teknik mezzotint, Deborah Chapman (Canada) melayani fantasinya yang tak terbatas melalui perpaduan janggal antara benda, buah, hewan dan figur manusia. Dengan latar gelap (ciri khas teknik ini), objek-objek itu berjalinan membangun narasi misterius. Sementara di karya lainnya, Chapman lebih memperkuat komposisi – suatu keseimbangan untuk menyempurnakan simbolisme. Objek bola memantulkan bayangan di sekitarnya: sebuah tangga teronggok di celah lubang kotak. Kesan bayangan itu mengambil sifat-sifat teritorial manusia, dengan pengawasan sadar dan bawah sadar tentang kehadiran dan ketidakhadiran, masuk dan keluar. Pengungkapan akan demarkasi perilaku dan batasannya memungkinkan terjadinya definisi tentang apa yang ada di dalam dan di luar dan yang dapat mengambil bagian dari sublimasi yang melekat.
Sehelai hasil cetakan semula hanyalah sebuah kesan pada kertas dari sebuah gambar yang ditinggalkan oleh objek lain. Itu berbeda dengan melukis, dimana kesan ditinggalkan oleh kuas yang gambarnya sudah terbentuk sempurna. Namun peradaban berhutang ingatan pada cetakan ini. Ketika dia dibebaskan menjadi kerja otonom seniman, seni grafis mengambil tempat dalam berbagai gejala seni, termasuk gejala-gejala yang meninggalkan prinsip seni modern melalui duplikasi merek panganan kaleng oleh Andy Warhol. Seni grafis tampaknya akan terus keluar-masuk menjadi bagian dari peradaban dan berpeluang besar menjadi instrument kritikal di tangan seniman.
Leiden, 29 April 2017
Aminudin TH Siregar
English
The Layered Space of Intaglio
A Note for JIMB 2017
The Jogja International Miniprint Biennale (JIMB), a semi-annual international event,has succeeded in positioning itself as a benchmark of the development of printmaking in Indonesia. Different from the complex and colossal mainstream biennale tradition, JIMB in an open and responsive way offers simplicity through small-scale works. This kind of biennale promotes mobility and efficiency. Since the first JIMB in 2014 it has become an event which represents the name of Indonesia in the world-wide printmaking forum. JIMB offers numerous possibilities in printmaking techniques which have not been developed by Indonesian printmakers (understandably, because of poor printmaking studio infrastructure), especially the richness of intaglio and lithographic techniques. The experience of seeing prints from overseas is extremely important in order to measure how advanced the development of Indonesian printmaking is, or perhaps, how far Indonesia is leftbehind. The journey of JIMB demonstrates that printed works are capable of penetrating boundaries and moving beyond limitations and can be appreciated as a critical analysis of contemporary cultural representations which up to now has been dominated by painting.
Works which have received particular attention in JIMB 2016 use intaglio, a technique which appeared in Europe after the emergence of the wood cut. Intaglio, popularly known in Indonesia as cetak dalam, uses a copper plate as a plane which is scraped until the area is deep enough to hold ink. I have previously stated that this technique is not especially well-developed in Indonesia, mindful that there are few works in Indonesia which have been able to overcome a number of obstacles. We will see the technical quality of intaglio in JIMB 2016 and the conceptual, aesthetic, and technical superiority of the works of Paolo Ciampini, Dimo Kolibarov, and Deborah Chapman.
The work of Paolo Ciampini (Italy) tends to combine nuances of darkness where the impressions of people and animals appear as an effect of light which places the figures in a quiet, poetic, and at the same time, nostalgic situation. While a number of figures appear as iconographic forms, others are posed in unusual photographic compositions. Anatomic sections are arranged as if they are classically inspired ‘divine’ nudes, returning our imagination to the art of the Renaissance. All of this not only displays the graphic techniques of Ciampini, including primary tonal effects, but also shows the development of his ideas. His work presents a certain level of difficulty and also demonstrates his drawing ability. It is certainly not easy work for art observers who understand intaglio to explain how this technique is used in printmaking
Dimo Kolibarov (Bulgaria) appears to be interested in layered spaces which inter-relate one place to another and one image to another. These spaces place people in abnormal situations although still referring to reality; we recognize a shore line, a labyrinth or the corner of a house with a chair. Kolibarov also questions the transition of space which changes human images into animals so that it gives the impression of an odd - if not a surrealist - event. A small child appears simultaneously in a number of works as in a psychological obsession. He hugs an animal (or a doll) which protects him from threat and from conflict between public and private spaces, between family and social spaces, between cultural and functional spaces, between work and leisure spaces. The child represents the hidden presence of something sacred.
Through mezzotint, Deborah Chapman (Canada) depicts an unbounded fantasy through unusual interactions between objects, animals and human figures. With a dark background (a distinctive feature of mezzotint) these intertwined objects develop a mysterious narrative and in other works these objects strengthen the composition – a balance to perfect her symbolism. A ball reflects a nearby shadow, a ladder is stuck in the space of a box. The impression of these shadows takes on characteristics of human territoriality with control of the consciousf and unconscious, about absence and presence, entry and exit. These expressions demarcate behavior and its limits, creating the possibility of a definition of what is inside and outside and which may be a part of a persistent sublimation.
A sheet, the result of printing, is only an impression on paper of an image which is left by another object. This is different from drawing, where the impression is left by a brush which does the drawing. Although civilization has a debt of memory to the print, when it is freed and becomes the work of autonomous artists, print-making has a place in a number of artistic phenomena, including phenomena which abandon principles of modern art - through Andy Warhol’s reproduction of brands of canned food. Printmaking appears as if it will become a part of civilization with an immense opportunity to become a critical instrument in the hands of artists.
Leiden, 29 April 2017
Aminudin TH Siregar
English translation by Jerry Chamberland
www.terasprintstudio.com